Mobil mewah Alvaro berwarna merah tampak tampak membelah jalanan Distrik Utara yang terlihat basah, karena hari ini kebetulan sekali gerimis kecil. Bahkan Alvaro yang berada di dalam mobil pun berkali-kali mengembuskan napasnya kesal. Karena hari ini ia tidak dapat ke tempat favoritnya, melainkan berbelok ke arah Selatan menuju rumah tinggal yang berada di dekat Museum Kereta Api Shanghai.
Akan tetapi, tatapannya terpaku pada punggung mungil yang berdiri di sudut halte sembari menjulurkan ke arah gerimis. Rambut cokelat gelapnya itu membuat jantung Alvaro berdesir dan mengingatkan pada seorang gadis yang sangat ia kenal. Namun, rambut itu tidak lagi sepinggul, melainkan hanya sebatas punggungnya saja.
Alvaro menepikan mobilnya di pinggir jalan sembari terus menatap punggung mungil yang tidak kunjung membalikkan badan. While ia sangat-sangat menunggu gadis itu, diam-diam ia mengharapkan bahwa itu adalah gadisnya. Apakah gadis itu masih mau dengan dirinya yang seperti ini?
Dan yang ditunggu-tunggu Alvaro pun tiba, gadis bertubuh mungil itu membalikkan tubuhnya dan menghampiri tempat duduk yang ada di halte sembari terus mengecek ponselnya.
“Akira,” gumam Alvaro saat melihat wajah yang sangat familiar duduk di halte.
Tanpa pikir panjangnya ia langsung menancapkan gas mobilnya menuju ke sana, dan berhenti tepat di depan Akira. Sejenak wajah gadis itu terlihat berkerut, kemudian memilih tidak peduli dan pandangannya ke arah lain.
Alvaro diam-diam tersenyum di balik jendela mobilnya melihat ekspresi Akira yang masih sama seperti dulu. Ia jadi penasaran bagaimana kabar gadis itu? Apakah dia baik-baik saja? Atau malah sebaliknya?
Akhirnya, Alvaro pun memutuskan untuk turun dari mobil dan menghampiri Akira yang sama sekali tidak terusik akan kehadirannya di sana. Padahal ia sangat berharap kalau gadis itu menoleh.
“Akira,” bisik Alvaro teredam oleh gerimis yang berjatuhan di atas atap halte, tetapi Akira yang mendengarnya dan langsung menoleh ke arah seorang lelaki tampan berkemeja putih polos yang digulung sampai ke siku.
“Siapa, ya?” tanya Akira menatap Alvaro bingung. Ia sedikit bayi wajah lelaki itu, tetapi ia sendiri tidak yakin.
Alvaro tersenyum mendengar pertanyaan yang terlontarkan dari bibir milik Akira. Ia memang tidak seharusnya menyebutkan seperti ini, tetapi percayalah kalau ia sangat-sangat merindukan gadis itu. Bahkan tubuhnya ini sangat tidak terkontrol melihat betapa moleknya tubuh Akira yang sekarang.
“Lo lupa sama gue, Ra?” tanya Alvaro perlahan-lahan Akira.
“Maaf, bukan begitu, Pak. Nama saya Erina bukan Akira, ”jawab Akira yang akan beranjak dari tempat duduknya, tetapi langsung dicekal oleh telapak tangan besar milik Alvaro.
“Lo Akira, gue ingat! Jangan bohong, Ra. ”
Dengan gerakan lembut, Alvaro mendekap tubuh mungil Akira hingga tenggelam dalam pelukannya. Entah harus bersyukur atau merasa tersakiti melihat gadis yang benar-benar ia kenal ternyata adalah orang lain.
Sedangkan Akira sama tidak ada pelukan Alvaro, ia tengah bergelut dengan hatinya. Sejujurnya, ia juga terkejut melihat seorang lelaki yang sangat ia kenali. Bahkan lelaki itu jauh lebih tampan yang ia kenal dulu.
Di tengah gerimis yang membasahi Kota Shanghai, diam-diam Akira menitikkan air mata. Ia tidak sanggup lagi berpura-pura di depan Alvaro. Bahkan tubuhnya sudah tidak terkontrol, dengan gerakan kurang ajar, ia pernah melukan lelaki itu lebih erat. Menumpahkan tangisnya yang selama beberapa tahun belakangan ini ia pendam.
Setelah kepergian lelaki itu, Akira memang jauh lebih sulit. Bahkan tidak mudah untuk dirinya bisa berdiri sampai saat ini. Karena tidak ada yang bisa ia andalkan, selain dirinya sendiri.
Perlahan Alvaro melepaskan pelukannya dan menangkup wajah sembab Akira yang masih dibanjiri air mata. Hatinya begitu tersakiti melihat kekacauan yang terlihat dibalik mata cokelat terang itu.
“Gimana kabar lo?” tanya Alvaro melihat Akira yang masih sama seperti dulu.
“Jauh dari kata baik-baik aja,” jawab Akira sembari rilis tangan Alvaro dan membelakangi lelaki itu. Ia sangat malu melihat wajah yang selama ini diam-diam ia rindukan.
Alvaro tersenyum tipis dan melingkarkan kedua lengan kekarnya di pinggang Akira. Memeluk gadis itu dari belakang sembari meletakkan dagunya di bahu mungil Akira. Aroma menghirup yang selama ini ia rindukan.
“Gue rindu sama lo, Ra,” bisik Alvaro tepat di telinga Akira, membuat gadis itu terkejut kecil saat napas hangat lelaki itu menyapu leher mulusnya.
Akira rilis lengan kekar Alvaro, dan membalikkan tubuh menghadap lelaki itu sembari tersenyum tipis. Entah harus berekspresi apa ketika bertemu lagi dengan pujaan hatinya ini.
“Nama gue bukan Akira lagi, Kak. Tapi Erina Azalia, ”ralat Akira sembari menerapkan tekuk Alvaro yang kini jauh lebih tinggi dari dirinya.
Alis tebal milik Alvaro terlihat bertaut bingung. Apalagi saat Akira meralat ucapannnya. Ia menjadi sangat penasaran bagaimana kehidupan yang dilalui gadis itu.
“Kok ganti?”
Akira tersenyum tipis. “Banyak yang enggak lo tahu, Kak. Tapi enggak apa-apa, udah berlalu juga. ”
Kakek Hasbi tahu?
“Kakek udah meninggal, dan tepat setelah lo pergi, Kak.”
Alvaro terdiam mendengar perkataan Akira yang terlihat lebih tegar. Ia tahu bahwa gadis itu tidak baik-baik saja seperti kelihatannya. Bahkan ia sendiri yakin kalau Akira sebentar lagi akan menumpahkan keluh kesahnya.
“Kedua sahabat lo itu?”
“Kita mutusin untuk mencari jalan hidup masing-masing dan seperti ini adanya. Bahkan gue sendiri enggak tahu mereka ada dimana, tapi kita masih sering skype. ”
Alvaro mengusap pucuk kepala Akira lembut, ia ingin mencium bibir merah muda itu.
Jadi lo secara hukum ganti nama?
Akira mengangguk pelan. “Secara hukum China udah ganti. Karena gue pindah kewarganegaraan. ”
Dan wajah terkejut Alvaro benar-benar tidak tertutupi lagi. Pasti banyak yang dilalui gadisnya sehingga mengganti nama sekaligus kewarganegaraan.
Melihat itu, Akira tertawa pelan. Nanti gue ceritain, Kak.
“Sekarang lo mau kemana?” tanya Alvaro pembicaraan pembicaraan, karena sejak tadi ia melihat tas besar yang berada di samping gadis itu.
“Mau pulang, tapi nunggu bus dulu. Karena hari ini gerimis, jadi busnya lebih lama biasanya, ”jawab Akira lesu membuat Alvaro tersenyum geli.
“Kalau begitu, ikut gue aja. Gimana? ” Alvaro menaikturunkan alisnya cinta.
Akira terlihat menunggu sebentar sebelum gadis itu meraih tas yang cukup besar dan meminta Alvaro untuk membawakannya. Percayalah, kalau tas ini tidak hanya besar, melainkan sangat berat.
“Berat banget. Bawa apaan ini? ” tanya Alvaro tidak percaya.