“...Gabriel pelakunya?” Juna mengunyah nasi gorengnya pula. “Aku tidak tahu. Menurutmu apa niat dia membunuh Reno? Setahuku, si pembunuh malam itu tidak pernah berencana membunuh Reno. Kalau kau mengikuti intuisimu dengan menganggap dia cemburu karena Ila jadian sama Reno, bukannya itu jadi kontradiksi?” Aku menghela napas. Juna benar. Pembunuh itu menusuk Reno karena aku membawa kamusnya. Kalau dia berencana membunuh Reno dari awal, seharusnya sudah dia pancing lebih dulu. Coba kuingat. “Bukankah saat itu Reno izin pulang sebelum kita? Apa dia ditelepon Gabriel?” Juna menggeleng. “Ayahnya yang menelepon, memintanya pulang karena Bunda sakit. Tapi satu jam setelahnya Reno keluar rumah dan bilang ada urusan sama kita.” “Aneh sekali. Dia tidak bilang apa pun kepadaku.” Juna memberiku