Aletta terbangun dari tidurnya dan merasa kepalanya sakit lalu perutnya merasa berputar. Wanita itu langsung saja turun dari tempat tidur miliknya dan berlari menuju kamar mandi. Aletta memuntahkan isi perutnya namun yang keluar hanya cairan bening saja. Aletta merasa mulutnya pahit dan lidahnya terasa kelu.
“Nona, apakah hari ini kita jadi pergi ke butik?” tanya Satya sambil mengetuk pintu namun tak mendapat jawaban apa-apa, karena Aletta terlalu lemas untuk menjawab. Wanita itu sudah duduk di lantai kamar mandi sambil mengeluarkan isi perutnya.
“Nona, apakah kamu mendengarku? Kamu sudah bangun?” tanya Satya lagi karena Aletta tak menjawab panggilannya.
Aletta terus saja mengeluarkan cairan bening tersebut. Sedangkan Satya panik karena Aletta tak menjawabnya, takut sesuatu terjadi pada Aletta yang sedang hamil itu. Akhirnya Satya membuka pintu tersebut dan tak terkunci.
Aletta tak ada di atas tempat tidur namun Satya mendengar suara Aletta yang muntah di kamar mandi membuat pria itu berlari menuju kamar mandi dan melihat Aletta terkulai lemas di lantai membuat Satya panik.
“Nona, apa yang terjadi? Kamu kenapa?” tanya Satya khawatir.
Aletta tak menjawab, wanita itu terus mengeluarkan cairan bening dan Satya membantu Aletta dengan memijat tengkuk wanita itu. Bahkan Satya juga menahan rambut Aletta agar tidak menutupi wajahnya. Setelah Aletta selesai, Satya membersihkan bekas muntahan Aletta lalu membantu Aletta untuk keluar dari kamar mandi. Pria itu membaringkan Aletta di atas tempat tidur.
“Aku akan mengambil air hangat sebentar,” kata Satya sambil berlari keluar dari kamar Aletta.
Tak lama pria itu kembali dengan segelas air lalu meminta Aletta meminumnya. Wanita itu menghabiskannya sampai setengah dan Satya menyeka bibir Aletta dengan jarinya yang basah karena air membuat Aletta merasakan kehangatan yang luar biasa dari Satya.
“Ini hal biasa yang dialami oleh Ibu hamil, sepertinya kamu mengalami hal yang sama seperti yang lainnya. Jangan terkejut karena ke depannya kamu akan sering mengalaminya, paling lama sampai tiga bulan,” kata Satya menjelaskan.
“Selama itu?” tanya Aletta.
“Iya, tapi setiap orang beda-beda. Ada yang hanya satu bulan aja, ada yang emang lama. Ada yang cepat juga, nggak akan ada yang tahu tentang itu. Kamu harus mengurangi aktivitas diluar, kamu harus banyak istirahat. Bisa aja nanti tiba-tiba kamu merasa capek karena bawaan hormone, nanti kamu juga akan tahu sendiri,” jawab Satya. Aletta mengernyitkan keningnya.
“Kamu sudah punya anak?” tanya Aletta tiba-tiba membuat Satya terkejut.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Satya dengan mata yang membesar.
“Kamu sudah pernah menikah sebelumnya? Sudah punya anak? Bagaimana bisa kamu tahu apa yang dialami oleh Ibu hamil, kecuali kamu sudah pernah melihat hal ini sebelumnya. Mungkin istrimu, makanya kamu tahu,” kata Aletta membuat Satya terdiam sejenak.
“Aku membacanya di internet, tentang hal itu sudah banyak diinformasikan dengan bebas. Aku melakukannya supaya tidak tabu dan aku tahu harus bersikap seperti apa padamu. Kamu bilang kamu mempercayaiku, maka itu aku melakukannya supaya kamu benar-benar bisa percaya padaku. Aku ingin melindungi kamu dan calon anak kita, aku mau anak kita sehat. Maka itu aku mencari tahu apa yang akan dialami oleh Ibu hamil, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan juga oleh ibu hamil. Apa aku salah?” Aletta tertegun dengan perkataan Satya.
Pertama karena pria itu sangat khawatir padanya bahkan sampai mencari tentang Ibu hamil dan belajar tentang itu untuknya. Lalu yang kedua perkataan Satya yang mengatakan tentang anak mereka membuat jantung Aletta berdetak dengan sangat cepat. Bagaimana bisa dengan mudah Satya mengatakan tentang anak mereka? Keinginan Satya yang besar tentang anaknya membuatnya merasa terharu, Aletta tanpa sadar mengelus perutnya karena hal itu.
“Kenapa? Kamu merasa perut kamu sakit?” tanya Satya panik membuat Aletta yang sadar langsung saja menurunkan tangannya dan menggelengkan kepalanya.
“Tidak, aku hanya lapar. Apa kamu bisa membelikanku makanan?” tanya Aletta mengalihkan. Ia tak mau Satya tahu bahwa ia sedang terlena karena perkataan pria itu.
“Aku akan membuatkan bubur supaya kamu mudah memakannya, bagaimana?” Aletta menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Satya yang tadi duduk di tepi ranjang langsung saja bangkit berdiri. “Tidurlah, aku akan membangunkanmu nanti begitu buburnya selesai,” kata Satya.
Setelah itu pria tersebut keluar dari kamar Aletta membuat wanita itu menghela napasnya kasar. Aletta tak bisa tidur karena perhatian serta perkataan Satya tadi. Jelas hal itu mengganggu baginya, belum ada orang sampai sepeduli itu padanya. Bahkan Leon mantan kekasihnya saja tak pernah bersikap seperti itu untuknya. Namun Satya yang hanyalah orang asing mampu melakukan hal itu.
“Apa karena aku sedang mengandung anaknya? Maka itu dia bersikap baik padaku, supaya aku mau mempertahankan anak ini sampai dia lahir. Setelah anak ini lahir dia tak akan bersikap seperti ini padaku?” monolog Aletta pada dirinya sendiri ketika memikirkan hal itu.
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Satya kembali masuk ke dalam kamar Aletta dengan membawa nampan yang berisi bubur, air, telur rebus, serta buah. Satya menyiapkan itu semua untuk Aletta bisa makan makanan yang bergizi.
“Kamu nggak tidur?” tanya Satya sambil duduk di tepi ranjang membuat Aletta langsung saja bangkit untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang.
“Nggak bisa tidur, kenapa banyak banget?” tanya Aletta.
“Ini sedikit, kamu perlu ini semua untuk memenuhi gizi kamu. Ingat, kamu nggak bisa hidup suka-suka sekarang. Ada nyawa yang bergantung sama kamu, jadi harus makan makanan yang bergizi supaya anak kita tumbuh dengan sehat,” tegas Satya membuat jantung Aletta kembali berpacu dengan sangat cepat ketika Satya mengatakan tentang ‘anak kita’. “Ayo di makan,” kata Satya hendak menyuapi Aletta.
“Aku bisa sendiri.”
“Aku suapin aja supaya lebih cepat dan makannya banyak. Kalau kamu makan sendiri akan lama dan makannya sedikit,” protes Satya membuat Aletta terdiam. Tak pernah ia melihat Satya secerewet ini, Aletta benar-benar melihat sisi yang berbeda dari Satya. “Ayo buka mulutnya,” pinta Satya sehingga membuat Aletta membuka mulutnya dan menerima suapan Satya. Pria itu menyuapinya sampai bubur tersebut habis, pria itu menyeka bibir Aletta dengan tangannya tanpa merasa jijik.
“Makan buahnya sebentar lagi, aku masih kenyang,” rengek Aletta manja membuat Satya juga cukup terkejut. Tak pernah sebelumnya ia melihat Aletta bersikap manja seperti anak-anak. Selama ini Aletta hanya menunjukkan sikap keras, tegas dan angkuh. Namun Aletta kini juga terlihat berbeda.
“Oke, sebentar lagi. Aku simpan piringnya dulu,” kata Satya sambil bangkit berdiri membawa nampan tersebut.
“Satya,” panggil Aletta membuat pria itu menoleh.
“Ya? Kamu butuh sesuatu?” tanya Satya. Aletta menggelengkan kepalanya.
“Terima kasih karena sudah mau membantuku,” ucap Aletta tulus. Satya tersenyum mendengarnya, Aletta terpaku dengan senyuman yang tak pernah dilihatnya dari Satya.
“Aku sudah berjanji akan membantumu, aku tak akan menyia-nyiakan kepercayaanmu. Aku juga ikut serta membuatmu seperti itu,” kata Satya sambil mengedipkan matanya.
Lalu pria itu meninggalkan Aletta membuat wanita itu benar-benar terkejut melihat Satya menggodanya. Aletta benar-benar tak paham apa yang sedang terjadi saat ini pada Satya. Entah mengapa sikap Satya membuatnya bingung ingin bersikap seperti apa. Aletta mendengar suara bel yang bunyi, namun hal itu tak terjadi lama. Aletta yakin bahwa Satya sudah membuka pintu tersebut. Aletta jadi penasaran siapa yang datang ke apartementnya.
“Aletta! Lo benar mau nikah?” tanya Gladys histeris ketika masuk ke dalam kamar Aletta begitu saja membuat wanita itu terkejut karena Gladys tak mengetuk pintu sama sekali.
“Bisa nggak ketuk pintu dulu? Lo buat kaget!” sarkas Aletta.
“Sorry, gue benar-benar kaget sama berita yang beredar. Kenapa lo nggak kasih tahu gue? Kenapa gue harus tahu dari media? Lo juga nggak bisa dihubungi,” kata Gladys dengan kesal. Satya masuk membawa minuman kaleng untuk Gladys dan memberikannya pada wanita itu.
“Terima kasih,” ucap Glaydis manis pada Satya. Pria itu berdiri di dekat pintu sambil memperhatikan keduanya. “Jadi benar lo mau nikah sama pria bernama Regan?” tanya Gladys lagi memastikan karena tak mendapat jawaban apa-apa dari Aletta.
“Seperti yang lo udah dengar dari media, kalau berita bohong keluarga gue pasti udah ambil tindakan. Kalau belum, berarti berita itu benar.”
“Sumpah gue masih nggak percaya. Gimana bisa lo mau nikah? Seminggu lagi Aletta dan lo nggak bilang apa-apa sama gue, lo anggap gue apa? Lo juga baru patah hati karena Leon selingkuh, lo udah move on dari dia?” tanya Gladys secara beruntun. Aletta menghela napasnya kasar.
“Gue terpaksa nikah sama dia, lo tahu bokap gue gimana. Gue dijodohkan, jadi gue nggak bisa berbuat apa-apa selain menerima perjodohan itu. Kalau enggak, lo tahu sendiri apa yang bisa dilakukan bokap gue,” jawab Aletta malas. “Baru juga tadi malam di bahas, makanya gue belum kasih tahu siapa-siapa tentang ini. Gue terpaksa, gue malas, buat apa dikasih tahu hal yang bukan gue inginkan,” kata Aletta lagi membuat Gladys menghela napasnya kasar karena paham apa yang sedang di alami oleh Aletta.
“Aku paham bagaimana perasaan lo, gue nggak tahu harus bilang apa lagi sekarang kalau sudah seperti ini. Gue berharap pernikahan kalian nanti bisa berjalan dengan baik, semoga ini memang jalan yang baik. Kalau lo butuh teman cerita jangan sungkan untuk cerita sama gue, oke?” Aletta hanya menganggukkan kepalanya. Perutnya kembali terasa mual dan hendak muntah. “Lo kenapa? Sakit? Gue juga baru sadar kalau muka lo pucat. Lo sakit apa? Kenapa kayak orang hamil aja sih mual pagi-pagi dan sejak kapan lo mau makan buah pagi-pagi kayak gini sehat banget,” sindir Gladys sambil tertawa. Namun Aletta langsung saja terdiam dan menatap Satya ketika Gladys mengatakan hal itu. “Lo kenapa jadi tiba-tiba diam gini? Lo lagi nggak hamilkan?” tanya Gladys lagi membuat Aletta benar-benar terkejut. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat.