Lima tahun sudah, Mawar menjadi alat bagi Rendre. Juga menjadi batu pijakan bagi Anisa guna mengindahkan kedudukan sosialnya.
Perlakuan dingin pelayan kediaman Fullmeir yang awalnya ditujukan pada Anisa kini berganti pada Mawar. Hal itu karena Mawar sengaja berperilaku buruk. Tak lama, Anisa dikenal sebagai nona yang baik sementara Mawar dikenal sebagia nona yang jahat.
Ketika bertemu dengan para putri dari keluarga bangsawan lain juga Mawar sengaja meninggalkan impresi yang buruk. Anisa tentu senang sekali ketika para pelayan dan bangsawan mulai memperhatikannya lebih. Bahkan mulai menyukainya jauh lebih daripada Mawar. Anisa yang tidak pernah berpikir panjang hanya menerima hal itu dengan senyuman lebar. Ia tidak pernah berpikir bahwa Mawar sengaja melakukannya.
Hanya Rendre yang mengetahui bagaimana Mawar sebenarnya.
Persepsi masyarakat mengenai Anisa berubah drastis hanya dalam beberapa bulan. Rendre yang puas akan hal itu memberikan Mawar sebuah hadiah. Sebuah kalung berlian yang indah.
Hal itu bukanlah satu-satunya yang dihadiahkan Rendre. Setiap kali Mawar berhasil memberikan apa yang Rendre inginkan, Rendre akan menghadiahi Mawar. Mulai dari pertambangan berlian di Gurkuta hingga wilayah tanah milik bangsawan lain.
"Aku tidak mengerti kenapa Ayah seringkali menghadiahimu," cibir Anisa di suatu malam. Mawar dapat melihat jelas betapa cemburunya Anisa setiap kali Mawar dihadiahkan sesuatu. Padahal hadiah yang diberikan Rendre tidak sebanding dengan segala hal yang diberikan kepada Anisa. Sementara Anisa selalu diberikan pakaian dan perhiasan terbaik hampir setiap minggunya. Mawar hanya pernah diberikan sesuatu bila ia telah memenuhi keinginan Rendre.
Pakaian dan perhiasan yang umumnya sering didapati oleh putri bangsawan tidak pernah Mawar dapatkan. Semenjak peninggalan ibunya, Rendre tidak pernah memberikan Mawar barang apapun kecuali hadiah-hadiah itu.
Mawar rasanya ingin muntah. Ia benar-benar merasa seperti peliharaan Rendre. Di mana bila ia berkelakuan baik ia akan dihadiahi. Tetapi Mawar yang saat itu berumur lima belas tahun terpaksa terus mengikuti kemauan Rendre. Semua hadiah yang ia kumpulkan akan menjadi tabungannya. Tabungan untuk membantu para keluarga yang ia jerat dengan skema milknya sesuai kemauan Rendre.
Diam-diam, Mawar mengirimkan uang dan bantuan pada keluarga-keluarga tersebut. Ia juga mengirimkan perhiasan pada keluarga Count Rayhan yang menjadi kesusahan karena urusan pengadilan.
Rasanya seperti neraka. Mawar membuat keluarga-keluarga itu hancur untuk mendapatkan hadiah dari Rendre. Kemudian hadiah-hadiah itu ia kembalikan pada para keluarga itu. Tentu bantuan Mawar tidak dapat menutupi kehancuran yang ia telah lakukan.
Mawar ingin sekali pergi dari kediaman Fullmeir. Tetapi perjanjian sihir dengan Rendre tidak akan mengizinkan hal tersebut. Lagipula kediaman itu adalah rumah Mawar sejak lahir. Mengapa harus dirinya yang pergi?
"Mawar mendapatkan hadiah-hadiah itu karena ia telah berguna untuk keluarga Fullmeir," kata Rendre di atas meja makan.
Berguna? Hmph...
"Aku juga dapat berguna untuk Ayah!" Anisa berseru. "Kalau saja aku memiliki kedudukan lebih."
"Kau adalah anak seorang Marquis. Itu adalah kedudukan yang sudah tinggi," balas Mawar.
Kau saja yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan kedudukan itu, pikir Mawar. Kau bukanlah seorang yang dapat menggunakan otakmu...
"Tapi semua orang menganggapku sebagai anak Marquis yang tidak sah." Nada Anisa menjadi sayu. Mawar dapat melihat Rendre mulai merasa iba akan putrinya itu. Sementara Mawar merasakan dadanya mendidih saat itu juga. Lagi-lagi, ia berusaha tekan perasaannya dan menguncinya kembali di lubuk hatinya. Wajah Mawar tetap netral selama pergumulan batin itu.
"Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri, Anisa," kata Rendre dengan lembut, "Kau hanya perlu tumbuh sehat. Menikahlah dengan pria baik-baik dan hidup bahagia."
"Tidak, Ayah." Anisa menggeleng. "Aku ingin lebih berguna untuk keluarga Fullmeir. Keluarga kita. Andaikan saja aku memiliki kekuasaan lebih dan tidak dipandang sebagai anak yang tak sah."
"...Kalau saja aku adalah Ratu Kerajaan Ellyseria... Ya, bila aku adalah Ratu tidak akan ada yang berani mengatakan aku anak yang tak sah."
–Hah? Ngomong apa sih gadis otak burung ini? Bagaimana bisa seorang begitu saja menjadi calon Ratu? Apalagi tunangan Putra Mahkota sudah ditentukan secara politik dari sepuluh tahun yang lalu.
Tetapi jawaban Rendre sangat tidak terduga.
"Aku mengerti," kata pria itu.
Rendre menatap Mawar. Dan Mawar mengenali tatapan itu.
"Apa? Kau tidak serius, bukan?"
Rendre mendecak tidak suka dengan nada Mawar yang meninggi. "Kenapa hal itu tidak mungkin? Anisa adalah putri seorang Marquis. Ia layak menjadi tunangan Putra Mahkota."
"Tapi Putra Mahkota sudah memiliki tunangan!"
"Itu perkara gampang, bukan? Aku hanya perlu menjatuhkan keluarga Duke Cornohen hingga Putra Mahkota harus membatalkan pertunangannya dengan putri mereka."
I.. ini tidak serius, kan?
Mawar tahu ketika Rendre mengatakan 'Aku,' yang dimaksudkan bukanlah Rendre melainkan Mawar. Rendre meminta Mawar untuk menjatuhkan keluarga Duke Liteand.
"Marquis!" Mawar tidak bisa menahan teriakannya. Ia menggebrak meja dan berdiri. "Keluarga Duke Cornohen telah menjadi pilar bagi Kerajaan Ellyseria selama empat generasi. Bila dihancurkan Kerajaan Ellyseria akan terkena imbasnya!"
"Tsk. Kalau begitu aku yang akan mengambil alih semua kekuasaan itu. Aku yang akan menjadi pilar Kerajaan Ellyseria. Dan Anisa akan menjadi calon Ratu."
Mawar menatap Rendre tidak percaya. Apa yang ia inginkan bukanlah hal yang mustahil. Namun tentunya akan mengguncangkan Kerajaan Ellyseria. Apalagi Duke Cornohen adalah keluarga bangsawan yang besar dan sangat berpengaruh. Mawar harus mulai dari melumpuhkan keluarga pengikut Duke Cornohen satu per satu, lalu memutus aliran finansial keluarga Duke. Atau... bahkan menjatuhkan pandangan rakyat terhadap keluarga Duke.
Singkatnya, Mawar akan bermain dengan api.
Karena satu kesalahan saja dapat berakibat buruk bagi keluarga Fullmeir. Di lain sisi, bila Mawar berhasil... Kerajaan Ellyseria akan mengalami perubahan besar-besaran. Dan... bila Rendre yang akan menjadi puncak kekuasaan faksi bangsawan berikutnya, Mawar yakin Kerajaan Ellyseria akan hancur.
"Ayah, sungguh? Kau akan menjadikanku Ratu?" tanya Anisa penuh harap.
"Jangan mengada-ngada, Marqui–"
Belum sempat Mawar selesai berkata, sebuah rasa perih menghujam pipi kirinya. Begitu kuatnya pukulan itu, Mawar terjatuh mundur. Ia menjatuhkan kursinya dalam proses itu. Pipinya serasa terbakar. Perih sekali. Ia juga merasakan besi di lidahnya. Bibirnya telah pecah dan berdarah.
"Kenapa? Kau pikir aku tidak bisa?" tanya Rendre dengan dingin.
Anisa ikut menimpali, "Mawar, kau perlu memercayai kemampuan Ayah lebih lagi. Dia adalah Marquis yang handal. Dan dia pintar bermain politik serta melakukan bisnis. Kau bisa lihat semua pencapainnya selama dua tahun ini." Mata gadis itu tidak sedikit pun menunjukkan prihatin pada Mawar yang telah dipukul.
Rendre tersenyum puas mendengar pujian dari putrinya itu.
Bodoh! Semua pencapaian itu adalah hasil kerjaku!, Mawar rasanya ingin berteriak.
Pria itu berdiri membawa satu teko teh panas di tangannya. Saat itu Mawar merasakan ketakutan yang menjadi. Ia melihat pintu ruang makan berada hanya beberapa langkah dari tempatnya. Tidak ada pelayan satu pun di ruang itu, tapi bila Mawar berteriak pasti akan ada yang datang–
Rendre meremas dagu Mawar dengan kasar. Tangan besarnya menutupi mulut Mawar. Lalu tanpa berkata apapun, ia mulai menuangkan cairan teh yang panas itu ke pakaian Mawar. Cairan panas itu membakar kulit di d**a Mawar.
Mawar berteriak kesakitan tetapi pegangan Rendre pada wajahnya sangat kuat. Begitu kuatnya hingga suara Mawar tertutup.
Dengan kedua tangannya, Mawar berusaha menghentikan tangan Rendre dari menuangkan lebih banyak cairan panas. Tetapi kekuatan pria itu jauh lebih besar daripada tubuh Mawar yang kecil.
Dengan cepat, Rendre telah menghabiskan seluruh teh di teko, menuangkannya pada tubuh Mawar. Pakaian Mawar kini menjadi basah pada bagian d**a dan perut serta sedikit bagian lengan. Pakaian itu tidak mampu menghalau panasnya air teh itu. Mawar bisa merasakan perih yang menjadi-jadi di sekujur tubuhnya.
"Hmmmppphh!!!"
Kuku Mawar mencakar lengan Rendre dalam usahanya untuk melepas genggaman Rendre. Karena kesal, Rendre justru mengayunkan teko teh itu menghantam kepala Mawar.
Mawar terhuyung ke samping. Pandangannya mengabur dan kepalanya menjadi sangat pusing. Rasa perih di tubuhnya terhenti seketika, digantikan oleh rasa sakit di dahinya. Mawar dapat merasakan sebuah cairan kental mengalir di sisi kepalanya.
Namun tak lama, rasa sakit di kepalanya menghilang. Sementara rasa perih di tubuhnya kembali dengan sangat intens.
"Ternyata benar," bisik Rendre pada Mawar, "Tubuhmu memiliki regenerasi yang cepat." Rendre sengaja hanya berbisik kepada Mawar. Hingga Anisa yang tidak mendengar, berusaha mencondongkan tubuhnya.
Huh?
Secara insting, Mawar melihat bayangannya yang terpantul dari keramik teko teh. Benar saja, kulit Mawar terlihat menyembuhkan diri secara perlahan. Tak lama, luka itu menutup dengan sempurna.
Mata Mawar membelalak melihat kondisinya itu. Ia tidak pernah tahu dirinya memiliki kemampuan itu pula. Ibunya tidak pernah memberitahunya... dan Maria, orang kepercayaan ibunya sudah lama dipecat Rendre. Sehingga Mawar tidak bisa bertanya padanya.
Apakah ini kemampuan yang diwariskan oleh ayah biologisku pula?
"Tapi nyatanya regenerasi itu tidak berlaku untuk luka bakar, huh?" Nada Rendre seakan mengatakan sebuah janji untuk masa depan. Sebuah janji bila Mawar tidak menuruti perkataannya.
Mawar bergidik ngeri. Ia seperti kembali ke malam ketika Count Rayhan dibunuh.
Rendre menjabak rambut Mawar. Begitu kencang hingga Mawar terkesiap.
"Bila kau berani-beraninya kabur atau memberitahukan rahasia kecil kita pada siapapun," ancam Rendre dengan bisikan, "Kau akan membayarnya."
Rendre mengancamnya dengan siksaan. Bila Mawar tidak menuruti kemauannya, ia akan menyiksa Mawar kembali.
"Jadi Mawar, apa jawabanmu? Apakah kini kau percaya aku dapat menjatuhkan Duke Cornohen dan menjadikan Anisa sebagai Ratu?" Suara Rendre meninggi, sengaja agar Anisa dapat mendengarnya.
Rasa amarah dalam diri Mawar kian menumpuk. Ia membalas tatapan Rendre dengan tajam. Rasa perih di tubuhnya masih sangat terasa, ia tidak ada pilihan lain selain menjawab, "I– Iya..."
Kendati demikian, Mawar bersumpah... Rendre tidak akan mendapatkan keinginannya dengan begitu mudah. Suatu rencana telah terbentuk di kepala Mawar.