"Selamat Datang Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Swasta Riau"
Spanduk besar menyambut kedatangan Diba. Berulang kali dia meyakini bahwa apa yang dia alami sekarang adalah salah satu takdir hidupnya.
Setelah di nyatakan tidak lulus SNMPTN, Diba mencoba untuk mengikuti SBMPTN dan masih mengincar kampus dan jurusan favoritnya.
Namun harapan tinggal harapan, dia kembali menanggung nasib buruk karena tidak lulus dalam seleksi tersebut. Diba juga tidak menyerah, dia kembali mengikuti tes Mandiri dan endingnya tetap sama yaitu tidak lulus.
Adiba si pintar anak IPA 2 dinyatakan 3 kali mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi ternyata tidak lulus.
Diba malu sangat malu, bahkan untuk sekedar nimbul di grup chat kelasnya saja dia tidak mau.
Begitu banyak drama yang terjadi dan akhirnya dia berada di perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi yang terletak di pusat kota sehingga dia terpaksa berpisah dengan keluarganya yang berada di pulau.
"Semangat ... semangat Diba, lo bisa," ujar Diba menyemangati dirinya.
Kakinya berat untuk melangkah, jiwanya seperti menanggung beban yang berkali-kali lipat. jujur saja dia merasakan itu semua karena berada pada perguruan tinggi yang tidak pernah terbayangkan oleh pikirannya. Ditambah lagi jurusan yang hampir membuat dirinya menjadi amnesia mendadak.
Jurusan apakah itu? Diba rasanya ingin tertawa dengan kencang.
Teknik informatika, Ya jurusan yang membuat sebagian orang tertahan di kampus lebih dari 4 tahun. Wow sekali memang, dan Diba dengan mudahnya langsung memilih jurusan itu. Dia harus mendapatkan piala atau sebuah penghargaan karena berani melintasi alam bawah sadarnya sendiri.
Hari ini Diba memakai setelan Gamis hitam dipadukan dengan hijab berwarna merah maroon serta sepatu berwarna abu-abu. Dia melangkah seraya menunduk. Dia bukan takut atau malu, tetapi objek di bawah lebih menarik dari pada saat dia melihat ke arah depan atau samping kiri kanan.
Diba tidak mengenal satu orang pun di dalam area kampus. Dia hanya tersenyum samar ketika melihat ke arah satpam yang memang berjaga di pos gerbang. Lingkungan asing mulai menyapa dirinya. Suasana hampir sama dengan kampus lain, hanya saja hari ini kebanyakan maba yang berlalu lalang dengan gaya khasnya masing-masing.
Kegiatan sebelum resmi menjadi mahasiswa adalah OSPEK. Diba tersenyum samar melihat ribuan mahasiswa baru berdiri di lapangan dengan agenda persiapan Ospek. Sebagai seorang maba (Mahasiswa Baru) , Diba berusaha tersenyum meskipun terpaksa. Ospek yang akan mereka lalui adalah ospek umum, ospek ini terdiri dari mahasiswa baru seluruh jurusan yang ada di perguruan itu. Ospek ini hanya satu hari saja. Mereka di beri arahan, motivasi serta berbagai hal menarik bagi sebagian orang.
“Perhatian seluruh mahasiswa baru, mohon berbaris sesuai dengan fakultas dan jurusan masing-masing”
Lantang dan tegas. Suara itu sudah seperti teriakan yang dapat membuat siapapun langsung mengikuti apa yang di instruksikan.
Diba kesusahan mencari fakultasnya sendiri, dia juga salah kenapa matanya tidak jeli untuk melihat papan nama yang tertancap di tanah sebagai media informasi.
“Kamu fakultas apa dek?” tanya salah satu panitia ospek. Dari mana Diba tahu kalau orang yang bertanya kepadanya adalah panitia ospek, ya tentu saja karena baju yang dipakai dan juga toa yang berada ditangannya.
“Teknik kak,” jawab Diba sesopan mungkin, dia juga tidak mau mencari masalah di hari pertama. Apalagi kakak panitia yang bertanya tidak segalak ataupun menakutkan.
“Teknik di sebelah sana dek, ayo buruan. Keburu panas nanti.”
Diba melihat arah yang di tunjuk oleh panitia tersebut, dia segera berterima kasih dan berkumpul bersama anak-anak di fakultasnya.
15 menit waktu berlalu, semua mahasiswa baru sudah berada pada barisan fakultasnya masing-masing. Terlihat jelas bagaimana penampakan orang-orang yang berada dari setiap fakultas. Seperti fakultas ekonomi dan pendidikan lebih di d******i oleh kaum hawa sedangkan fakultas hukum dan teknik lebih di d******i kaum adam.
Ada beberapa arahan yang diberikan oleh panitia ospek umum atau gabungan. Kegiatan juga berlangsung dengan pembukaan ospek yang dilakukan oleh rektor dilanjutkan dengan agenda motivasi dan beberapa kegiatan menarik lainnya.
Waktu jam 12.00 mereka menghentikan semua kegiatan, agenda pada jam 12.00 adalah ISOMA (Istirahat, shalat, makan). Diba kebingungan mencari tempat istirahat karena banyak sekali orang yang berlalu lalang. Beruntung sekali dia tidak shalat karena pagi tadi tamu bulanannya datang.
“Diba kan?” ujar salah seorang perempuan. Diba sedikit terkejut karena ada yang menyebut namanya. Dia menoleh untuk memastikan, bisa jadi ada salah satu temannya yang masuk ke perguruan tinggi tersebut.
“Allahu Akbar, Caca!” teriak histeris Diba. Dia tidak menyangka salah satu teman kelasnya masuk ke perguruan tinggi tersebut.
“Wahhh, pantes aja kayak nggak asing. Diba jurusan apa?” tanya Caca sambil tersenyum senang.
Mereka berdua seperti anak yang baru ketemu dengan orang tuanya di antara ribuan masa pendemo.
“Teknik informatika, Kalau Caca sendiri?” tanya Diba balik. “Kalau Caca jurusan bahasa inggris.”
Diba tidak kaget dengan jurusan Caca karena semasa sekolah temannya itu memang pintar pada mata pelajaran bahasa inggris, Bahkan dirinya kerap sekali datang ke tempat duduk Caca untuk sekedar meminta dijelaskan materi yang tidak di pahami.
“Diba kok nggak ambil matematika atau kimia aja?”
Diba berpikir sejenak, dia juga bingung kenapa tidak mengambil matematika atau kimia. Padahal di kampus mereka ada jurusan pendidikan matematika dan kimia. “Mana tahu ketemu jodoh di teknik Ca,” Diba menjawab dengan candaan dan hal itu membuat Caca juga ikut tertawa.
Mereka mengabiskan waktu mengobrol. Caca juga bertanya tentang teman dekat Diba semasa sekolah yaitu Fikri dan Aryan. Diba menjawab seadanya saja.
“Diba ngekos dimana?”
“Di kos Putri Ca, Caca gimana?”
Caca sedikit cemberut, dia belum mendapatkan kosan karena semua kosan di dekat kampus sudah penuh. Jadi dia menginap sementara di rumah saudara yang jaraknya cukup jauh dari kampus. “Belum ketemu kosan.”
Diba seakan mendapat target baru untuk bisa memperingan biaya kosannya, “Gimana kalau ngekos sama aku aja?”
Caca mengangguk setuju tanpa pikir panjang. Dia juga tidak mau membebani kedua orang tuanya untuk membayar kosan yang terbilang mahal di kawasan dekat kampus.
Obrolan mereka akhirnya berhenti karena waktu jam ISOMA telah selesai. Seluruh mahasiswa baru kembali pada barisannya masing-masing.
Panitia ospek mulai memberikan arahan untuk ospek khusus yang di adakan oleh fakultas masing-masing.
Diba menuliskan apa saja perlengkapan yang di butuhkan untuk ospek.
1. Selempang nama dari karton berwarna Kuning.
2. Topi lancip dari karton kuning.
3. Tali sepatu berwarna kuning.
4. Tas dari karung beras.
5. 3 buah roti
6. Air minum (Tumbl)
7. Pakaian celana training hitam dan baju ospek.
Diba melihat list yang dia tulis, tidak ada yang susah untuk dicari atau di buat.
"Baiklah rekan rekan calon mahasiswa, Kalian harus datang tepat waktu yaitu jam 06.30 pagi pada fakultas masing-masing. Mengerti? "
"Mengerti Kak."
Setiap mahasiswa baru di ambil alih instruksi oleh kepanitiaan ospek fakultas masing-masing. Panitia saling memperkenalkan diri. Di depan mereka ada begitu banyak panitia dengan ciri khas masing-masing, dan jelas saja kepanitiaan banyak di isi oleh kaum adam.
Sampai pada waktu pembagian kelompok untuk ospek khusus keesokan harinya. Diba serius mendengarkan namanya di panggil untuk mengetahui kelompok mana dia berada. Semua maba fakultas teknik bergabung dan setiap kelompok terdiri dari mahasiswa yang berbeda jurusan.
“Adiba Habibatul Mustofa,” panggil panitia.
“Siap kak.” Diba mengarahkan kakinya untuk bergabung pada kelompok 2. Setelah pembagian kelompok selesai, maka ada instruksi bahwa setiap kelompok di bina oleh 2 orang panitia. Diba tidak begitu hafal nama panitia tersebut tetapi dia tahu wajahnya.
“Wajahnya galak,” ujar Diba di dalam hati.
Hari pertama sukses di lewati oleh Diba, dia terkesan pendiam yang tidak banyak bicara. Setelah hari pertama Ospek selesai, Diba duduk di kursi taman. Ketika asik dengan dunianya ada seorang perempuan cantik datang menghampiri.
Diba menyambut dengan baik, mereka memulai obrolan ringan untuk lebih mengenal satu sama lain. Perempuan itu bernama Abel. Mereka dari jurusan yang sama sehingga Diba pikir mereka bisa berteman dekat bukan hanya teman saat masa ospek saja.
"Eh kita satu kelompok kan, lo asal mana? " tanya Abel.
"Iya,” jawab Diba ragu. “Gue asal dari pulau x. Kalau lo?” sambung Diba lagi.
"Gue asli sini kok, ngekos dimana? "
"Kos Putri dekat kampus."
Setelah selesai berbincang - bincang ringan, Diba memutuskan untuk pulang ke kosannya. Dia terlalu lelah menerima kenyataan hidup yang terlalu pahit. Diba berjalan santai sambil mendengarkan suara dari smartphone menggunakan handset. Memang tidak keras suara yang menyumbat telinganya karena dia masih bisa mendengar suara dari lingkungannya.
"Adek...."
Panggilan yang tidak dihiraukan oleh Diba. Dia tidak suka digoda apalagi di rayu karena dia bukan cewek sembarangan. Harga dirinya tinggi karena sang Ayah dan keluarga sangat menjaganya dengan baik.
"Songong benar tu Maba, cantik juga kagak hahaha."
Diba tetap berjalan lurus, dia tidak terlalu merespon tanggapan orang lain terhadap dirinya.
"Udah tau gue kagak cantik masih aja lo panggil, huuu " lirih Diba pelan. Tidak ada yang mendengar apa yang dia ucapkan sama sekali.
***
Tempat Tinggal Diba
Berbaring melepas penat adalah hal yang dilakukan Diba. Dia sungguh penat, bahkan kakinya merasa kesakitan karena terlalu lama berdiri saat menjalankan kegiatan Ospek umum di kampus. Notifikasi di ponselnya datang bertubi-tubi, Diba melirik sebentar. Ada pesan dari kakak-kakaknya yang menanyakan tentang apa yang terjadi saat hari pertama ospek. Diba merasa berdosa karena hanya membaca pesan tersebut tanpa membalas. Beruntung centang biru dimatikan.
Diba melihat notifikasi lagi, di sana ada pesan masuk dari Caca.
Whatsapp
Caca : Assalamu’alaikum Dib, Aku langsung angkat barang ya, tadi udah chat ibu kosnya kok
Diba : Wa’alaikumsalam.. Iya Ca langsung ke kos aja.
Read
Diba yang awalnya terbaring santai dan menikmati empuknya tempat tidur kembali bangkit untuk membereskan kamar. Dia membagi kamar yang berukuran lumayan itu untuk Caca agar bisa saling berbagai tempat.
Buku-buku yang memang belum di bereskan terpaksa Diba bereskan agar tidak terlihat sebagai cewek yang tidak rapi.
“Bisa nggak ya gue sekamar sama cewek pendiam?” tanya Diba pada dirinya sendiri. Jujur saja Caca terkenal dengan orang yang pendiam di kelas. Bila disandingkan dengannya maka seperti bumi dan langit sangat jauh berbeda.
Apalagi yang paling parah Diba itu kalau hari libur hanya mandi satu kali sehari.
Jelas memalukan sekali jika orang lain mengetahuinya. Haha
Belum ada hilal yang menandakan Caca datang, Diba kembali membaringkan tubuh. Sejenak tangannya aktif menggesek layar ponsel. Dia melihat berbagai postingan pada satu media sosial yang pasti di punyai kalangan milenial pada ponsel mereka.
Postingan-postingan yang lewat di beranda begitu banyak, ada postingan dari akun dakwah, akun kampus, akun humor dan masih banyak lagi.
“Dib… Ada kawan lo di depan!”
“Oh iya Kak, Makasih.” Diba langsung bergegas keluar kamar. Sebelum itu dia lebih dulu memakai hijab serta kaus kaki.
Walaupun menurut sebagian orang hal itu lebay karena hanya keluar di perkarangan saja, tetapi menurut Diba itu adalah hal wajar. Bisa jadi saat berada diperkarangan rumah atau kosan ada yang lewat atau sekedar mampir menanyai alamat. Segala kejadian bisa saja terjadi maka harus segera di atasi dari pada menyesal di kemudian hari.
“Masuk aja Ca,” ujar Diba membuka pintu selebar-lebarnya. Caca membalas dengan tersenyum. Dia juga melepas alas kakinya sebelum masuk.
“Kamarnya ya gini Ca, nggak besar banget lah tapi menurut aku cukup.” Diba memperlihatkan isi kamarnya.
“Gede kok Dib, barang aku juga nggak banyak karena kata ibu kosnya tempat tidur sama lemari udah di sediain,” ucap Caca.
“Eh iya, aku lupa bilang juga si. Untung aja Caca nggak bawa kasur atau lemari ya.”
Mereka tertawa sejenak untuk mengisi kecanggungan. Ya memang Diba merasa sedikit canggung karena dulunya mereka tidak terlalu dekat.
Diba membantu Caca mengangkat barang-barangnya dari mobil. Ternyata yang mengantar adalah abang sepupu. Wajahnya tidak terlalu asing menurut Diba dan tenyata benar bahwa Abang sepupu Caca merupakan salah satu panitia Ospek yang suka menghabiskan suara dengan berkoar-koar di lapangan.
Setelah selesai beres-beres, mereka memutuskan untuk mencari makan malam serta alat-alat untuk ospek keesokan hari. Abang sepupu Caca juga sudah pulang dari tadi.
“Enak ya kawasan di sini, ramai,”seru Caca heboh. Ternyata pemikiran Diba salah selama ini, Caca tidak sependiam itu. Ia asik di ajak ngobrol. Syukurlah, ujar Diba di dalam hati.
“Iya Ca, makanya kemaren banyak banget yang mau di kosan di tempat kita itu . Tempatnya strategis, dekat sama kampus lagi tapi ya gitu… fakultas Cacakan lebih jauh dari pada fakultas aku.”
“Enggak apa-apa si Dib, nanti motor aku juga bakal di anterin sama Abang sepupu kok,” balas Caca. Diba mengerti dan mereka mulai membeli makanan pada warung makan yang tersedia berbagai macam menu. Mereka berdua sama-sama memilih nasi goreng.
Setelah selesai, mereka melanjutkan untuk membeli bahan-bahan untuk ospek. Banyak sekali mahasiswa baru yang juga membeli bahan-bahan ospek.
“Warna apa kartonnya Ca?” tanya Diba sambil memilih-milih lembaran karton.
“Fakultas aku warna pink Ca, kalian gimana?”
“Warna ini,” ujar Diba sambil mengangkat karton berwarna kuning,
Akhirnya mereka bisa pulang ke kosan karena sudah selesai membeli segala keperluan ospek. Sampai di kosan, mereka langsung makan sambil menggunting-gunting karton untuk di buat selempang serta topi lancip. Mereka sibuk semalaman suntuk untuk menyiapkan keperluan ospek yang akan di gunakan besok pagi. Mereka akan memulai kehidupan baru, ya tentu saja kehidupan yang berbeda dari zaman sekolahan. Apalagi mereka berdua sama-sama jauh dari orang tua yang berarti harus dipaksa hidup secara mandiri. Tidak boleh manja lagi dan harus menyelesaikan permasalahan dengan sendiri.