Vincent Sinclair
Pesawat terbang baru saja landing di bandara di Jakarta, lelaki bak perwira tentara keluar dari pesawat dengan gagah dan tampan, tubuh tinggi 170 dan tegap membuat ia semakin mempesona.
Vincent Sinclair seorang abdi negara yang baru saja pulang dari bertugas di sebuah negara yang jauh dari negara tempat ia di lahirkan. Sudah dua tahun dia tidak kembali ke Jakarta tapi hari ini, ia begitu senang karena memiliki banyak waktu untuk bisa berkumpul dengan kedua orangtuanya.
Vincent Sinclair terlahir dari keluarga kaya raya, di umur 30 dia belum juga menikah. Trauma akan masa lalu membuat ia lebih memilih untuk mengabdikan dirinya pada negara.
Menjadi tentara adalah cita-citanya, tak peduli jika dia terlahir dari keluarga kolongmerat tanpa bekerja pun ia bisa mendapatkan uang tapi dia tidak ingin bergantung pada kedua orangtuanya.
?
?
?
"Yura....!" teriakku mamakku yang sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi memanggil aku yang tak kunjung bangun, aku menyumpal telinga dengan kapas lalu kembali memejamkan mata untuk lanjut ke alam mimpi.
Tapi sayang, sebelum mata ini terlelap mamakku lebih dulu berada di sampingku.
"Yura, apa kau tidak ke kampus! Lihat lah sudah jam berapa sekarang!" Omel ibuku berdiri di samping putrinya yang cantik ini.
"Aduh, Mak! Hari ini itu hari...!" Aku menjeda ucapan ku, aku masih mengingat hari ini hari apa sehingga mamakku membangunkan aku.
"Mak, memangnya hari ini hari apa?" tanya ku pada Mamakku yang cantik yang tidak ada dunia ini, kami tinggal berdua karena ayah ku sudah meninggalkan aku saaat aku masih kecil.
"Hari Senin," Mak berlalu kembali ke dapur untuk memasak sedangkan aku baru ingat kalau hari ini hari Senin.
Senin, duh mati aku! Pagi ini ada mata kuliahan sama pak Rudi, bisa-bisa di jemur. Aku turun dari ranjang lalu berlari ke kamar mandi, pagi ini aku tidak mandi lagi karena sudah terlambat. Aku hanya menggosok gigi dan mencuci muka dan setelah itu aku keluar dari kamar, mengganti pakaian untuk ke kampus.
Tak lupa Rexoni aku pakai agar ketiak ku ini tidak berbau dan minyak yang tinggal sedikit lagi aku semprot di badan ku agar wangi. Aku mengambil tas ransel lalu berjalan keluar menaiki sepeda milik ku.
Aku mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai tapi sayang, sebuah mobil berjalan di samping masuk ke lubang sehingga aku ikut kecipratan air tapi bukannya berhenti mobil tersebut melaju kencang.
Aku kembali mengendarai sepeda milikku, aku tidak memiliki motor seperti yang lainnya karena aku bukanlah orang kaya. Ibu membanting tulang menyekolahkan aku sampai ke universitas agar aku bisa sukses suatu saat nanti seperti harapan ibu agar aku menjadi pramugari tapi aku tidak suka dan lebih memilih kuliah jurusan manajemen.
Dari jauh aku melihat jika pintu gerbang akan segera di tutup dan dengan suara lantang aku berteriak agar pak Somad penjaga kampus tidak menutup pagar kalau tidak bisa tamat riwayat ku.
"Pak Somad....! Stop," Teriakkan membuat pak Somad mematung, ia yang ingin menutup pagar terpaksa terhenti.
"Aduhh, Neng Yura! Bapak pikir siapa teriak bikim jantung bapak kaget saja. Ayo, sana ke kelas," kata pak Somad penjaga sekolah yang baik hati meskipun orang kadang suka marah tapi ia sangat baik padaku.
Setelah meletakkan sepeda aku di bawah pohon, aku melirik jam dan kaget melihat jam sudah menuju pukul 08:30 pasti pak Rudi sudah masuk.
Bisa-bisa aku kenal omelnya, aduh ! Bagaimana ini cara lolos dari pak Rudi lagian kenapa aku harus sampai lupa sih kalau hari ini hari Senin.
Aku berjalan menaiki lantai atas tempat kelas ku berada, aku berjalan pelan-pelan terlihat pak Rudi sedang menulis di depan. Tanda ia sedang fokus aku berdiri di depan pintu memberi kode pada Citra lestari temanku tapi sayang dia tidak melihat ke arah ku.
Pelan-pelan,aku berjalan berjingkrak-jingkrak agar langkah kakiku tak bersuara tapi sayang, Pak Rudi pendengarannya lebih tajam dari ku.
"Yura... Berdiri...!" Suruh pak Rudi baru saja selesai menulis lalu melepaskan kacamata kesayangannya.
"Apa kamu tidak lihat jam berapa sekarang?" tabya pak Rudi.
Aku hanya diam menjadi mahasiswa yang tak pernah bersalah, sedangkan yang lain asik menulis catatan agar tidak ketinggalan.
"Maaf,Pak! Tadi aku terlambat bangun karena saya lupa pak kalau hari ini Senin," kata ku menunduk.
'Hahahhahahhaha'
Semu teman kelasku tertawa termasuk Citra tapi mau bagaimana lagi, aku memang benar terlambat bangun.
"Kamu ini, masuk.... Untungnya kamu pintar kalau tidak saya suruh keluar kamu," kata pak Rudi, aku yang memasang wajah memelas hanya bisa pura-pura bersedih agar tidak di hukum oleh pak Rudi yang terkenal kejam seantero jagat raya.
Aku duduk di samping Citra, lalu mengikuti mata pelajaran pak Rudi. Padahal aku bisa bolong untuk ke kampus sih tapi aku tidak mau karena hari ini ada kegiatan maha siswa turun lapangan untuk membantu bantuan bagi rumah-rumah yang terkena banjir karena hujan yang terus turun.