Part 6 - Kembalinya Sang Iblis

1337 Words
6. Kembalinya Sang Iblis Daniel memerangkap perempuan yang bergetar ketakutan itu sambil memeluk tubuhnya yang hanya terselimuti jubah mandi. Senyumnya terukir di wajah tampan yang menatapnya dingin. “Kau pikir aku tertarik padamu, Cantik?” Ia menggodanya sambil berbisik tepat di telinga Selena yang sensitif. Sekujur tubuhnya bergidik ngeri membayangkan jika Daniel merebut paksa mahkotanya. Pikiran buruk itu terus menghantuinya. Klik, pintu kamar di sebelahnya terbuka. Daniel mendorongnya pelan, “Gantilah bajumu. Setelah itu temui aku segera.” Selena buru-buru melangkah masuk sambil mengunci pintu kamar rapat-rapat. Ia bersandar di balik pintu. Menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Selang beberapa saat, Selena muncul mengenakan gaun satin putih halus yang menutupi lekuk tubuhnya dengan sempurna. Hanya itu pakaian yang layak ia kenakan diantara tumpukkan pakaian yang sama sekali bukan seleranya. Ia menyebutnya gaun paking sopan di antara tumpukan gaun kurang bahan yang bukan menjadi fashion favoritnya. Daniel melirik perempuan yang terlihat cantik tanpa riasan di wajahnya itu. Dia tidak cantik, tapi wajahnya menarik. “Justin akan kembali bekerja mulai Senin.” “Dari mana kau tahu?” Selena cukup terkejut mendengar berita tersebut keluar dari mulutnya. “Kau jangan meremehkanku, Cantik. Aku tahu lebih banyak hal dibandingkan dirimu.” Nada menghina terdengar jelas dari ucapannya yang dingin. Selena terdiam sejenak, tak mampu membalas. “Mulai sekarang kau akan di bawah perintahku. Alang sudah menyerahkan semuanya agar penyamaran ini sukses. Kau bisa mendapatkan uang yang kau inginkan.” “Mengapa kau begitu ingin rencana ini berhasil?” Selena bertanya penuh rasa ingin tahu. Daniel tersenyum dingin. Lelaki itu memilih diam tak menjawab. Menyimpan rahasia terkelam yang tak semua orang mengetahuinya. *** Pria itu telah kembali dari neraka. Kemunculannya merusak suasana pagi Navy Cooperation yang tenang. Tak ada yang mengira iblis itu telah kembali. Pria pemilik Navy yang bengis dan kejam. Selena tak mengerti, mengapa para dewan dan komisaris ketakutan melihat kehadirannya. Seolah mereka baru saja bertemu Lucifer yang hendak menghukum mereka atas dosa yang mereka perbuat. Entah apa? “Kenapa diam? Kaget lihat aku muncul sekarang?” Suara lelaki itu terdengar dingin membekukan. Justin tak mengerti mengapa suasana rapat mendadak menjadi hening setelah kemunculannya. Banyak sekali masalah di perusahaan semenjak ia tinggalkan. Semua ini berkat seorang perempuan yang ia angkat menjadi dewan direksi untuk menggantikan dia. Aroma parfum yang khas tercium olehnya, meski jarak mereka cukup jauh. Justin langsung bereaksi saat menyadari bahwa perempuan tak berguna itu memimpi rapat penting di perusahaannya. Ia memang sengaja memberinya jabatan penting karena hubungan pertunangan mereka demi sebuah kesepakatan bisnis. Justin tak mengira bahwa perempuan itu sama sekali tidak berguna. Banyak sekali masalah yang harus dia selesaikan di perusahaan miliknya ini. Dengan bantuan kursi roda elektrik, ia mengontrol benda itu supaya ia bisa menempatkan dirinya pada posisi yang cukup bisa mendengar suara Alana yang tengah mempresentasikan idenya. Selena yang terdiam melihat kemunculannya tiba-tiba hanya bisa menarik napas dalam. Terlebih pandangannya terfokus pada bibir lelaki itu yang basah dan merah alami. ‘Sial! Mengapa ia harus memikirkan hal kotor di tengah kondisi kritis seperti ini,’ rutukya dalam hati. “Silakan dilanjutkan presentasinya Nona Alana. Aku akan mendengarkan ide-ide segar darimu.” Justin sengaja memberikan umpan pada perempuan ini untuk menjebaknya. Sejujurnya ia tak terlalu setuju dengan perintah ayahnya yang menyuruhnya menjadikan perempuan ini sebagai dewan direksi di kantor miliknya selama masa penyembuhan. Nyatanya, baru beberapa bulan Justin di rumah sakit, ia harus mendapatkan puluhan, tidak, ratusan laporan yang dirangkum Rayner sebelum ia kembali aktif bekerja. Justin tak ingin ia ikut campur dalam masalah perusahaan. Ia akan membiarkan perempuan itu menghangatkan ranjangnya. Sial, mengapa di tengah kondisi saat ini pusat tubuhnya malah menegang. Pikirannya terbayang oleh ciuman amatir Alana yang memabukkan. Justin bukanlah pria suci seperti lelaki lain. Ia sudah bergonta-ganti pasangan berulang kali Emi memuaskan hasratnya. Bukan rahasia lagi kalau ia suka menyewa perempuan untuk ia kencani. Tapi tunangannya ini berbeda. Ia pernah menciumnya sekali saat pesta pertunangan mereka. Saat itu Alana begitu lihai memainkan bibirnya dan menggodanya, tapi anehnya tubuh Justin malah merespon jijik. Tapi terakhir kali, ciuman lembut itu justru meningkatkan hasrat yang ia pikir telah mati setelah dokter memvonisnya lumpuh seumur hidup karena tulang keringnya mengalami keretakan hebat serta mematikan fungsi syarafnya. “Senang melihat Anda kembali sehat, Tuan.” Terdengar suara ceria Selena menyapanya penuh semangat. “Apa benar begitu?” Respon Justin dingin. Selena berusaha memasang senyum lembut, meski semua tatapan mata tertuju padanya. “Sepertinya aku baru pertama kali melihatmu presentasi, Nona Alana.” Justin berpura-pura sopan. “Ini sudah presentasi saya yang ke sekian kali, Tuan Justin. Sepertinya banyak sekali hal yang Anda lewatkan selama Anda perawatan.” Justin mencelos. Perempuan ini memiliki keberanian yang tak ia duga sebelumnya. Padahal kemarin ia terlihat seperti seorang perawan ketakutan kala Justin menciumnya. Namun menghadapi Justin di ruang rapat, justru keberaniannya muncul seketika untuk melawannya. Justin patut memuji keberaniannya itu. “Kalau begitu, kutunggu kau di ruanganku sekarang.” “Hah?” Selena ternganga. Tak menyangka Justin akan menyuruhnya ke ruangan khusus milik lelaki itu yang berada di lantai tertinggi gedung kantor itu. “Rapat selesai. Kalian bisa kembali bekerja!” Justin memerintah dewan direksi lainnya. Satu per satu para anggota dewan meninggalkan ruang rapat. Tanpa ada seorang pun yang berani membantah perintah Presdirut mereka. “Kenapa diam saja? Bantu aku mendorong kursi roda ini!” Justin mengejutkan Selena yang masih syok melihat ruangan seketika kosong. Hanya tersisa dirinya dan lelaki iblis ini. *** Alana mendorong kursi roda Justin hingga ke ruangan kerja pribadi milik lelaki itu. Rayner menyerahkan beberapa berkas padanya lalu meninggalkannya. Tanpa banyak kata, Selena terpaksa menemani pria itu hingga ke lantai seratus, lantai paling atas di gedung tempatnya bekerja. “Kita sudah sampai, Tuan.” “Justin. Kau boleh panggil aku Justin kalau cuma ada kita berdua,” ucap Justin dengan nada sinis. Selena menghela napas, “Baiklah Tuan. Eh, maksudku Justin.” “Kau mau ke mana?” Justin langsung bertanya saat Selena mulai melangkah pergi. “Kembali bekerja.” “Kau belum mempresentasikan idemu padaku. Selama menjabat menjadi dewan direksi aku bahkan tidak mengetahui kemampuanmu, Alana.” “Bukankah semua laporan sudah dibacakan oleh asisten Anda, Tuan? Eh maksudku Justin.” “Aku ingin kau yang membacakannya untukku. Sekarang!” “Baiklah kalau itu maumu.” Selena terpaksa mengulangi presentasi yang sudah ia latih semalam suntuk, agar penyamarannya berhasil. Ia dengan sempurna menjelaskan beberapa ide segar yang entah mengapa bisa membuat Justin tertarik dengan ide tersebut. “Membuat video game di aplikasi media sosial?” “Iya. Hal tersebut bisa menarik para pengguna muda khususnya remaja yang selain gemar berbagi konten, tapi juga hobi bermain game. Mereka juga membuat ruang diskusi ketika bermain game online bersamaan.” “Hmmm ... “ Justin tengah berpikir. Bagaimana bisa Alana yang ia anggap tidak mampu bekerja di perusahaannya, justru berhasil membuat ide tersebut masuk akal untuk membuat aplikasi media sosial buatan perusahaannya menjadi semakin berkembang pesat. “Apa kau bisa menjelaskan apa-apa saja yang diperlukan oleh para remaja? Supaya mereka tertarik mendownload aplikasi milik kita?” “Tentu saja.” “Aku sudah merangkumnya untukmu. Supaya kau bisa mempelajarinya nanti.” Selena juga sudah mempersiapkan semua materi yang hendak dia presentasikan. Meski hanya berbekal ijazah SMA, tapi otak Selena cukup cemerlang. Ia cukup pandai mengambil peluang apapun itu demi menghasilkan uang yang cukup untuk bertahan hidup. “Ada apa? Apa ada masalah?” Melihat Justin yang terdiam cukup lama, membuat Selena panik. Ia takut jika ucapannya tadi bisa merusak rencananya. “Tidak! Idemu luar biasa kreatif dan aku menyukainya. Cuma aku sedikit heran mengapa kau tiba-tiba tertarik untuk memasarkan aplikasi kita supaya lebih banyak pengguna?” “Lho, bukankah memang seharusnya aku melakukan itu untuk mendukung calon suamiku?” Selena malah terlihat bingung. “Masalahnya, pertunangan kita cuma pura-pura Alana. Kita sudah sepakat semua hubungan ini hanya bisnis semata. Tapi, mengapa tiba-tiba kau ingin membantuku?” Astaga! Wajah Selena memucat saat menyadari bahwa ia mungkin saja melakukan kesalahan fatal. “Siapa kau sebenarnya Alana?” Matanya membulat. Bibirnya terasa kelu. Ia terpaku menatap lelaki yang duduk di hadapannya. “A-aku ... “ Lagi-lagi ia kehilangan kata-kata. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD