Part 12 - Pernikahan Palsu

1131 Words
Part 12 - Pernikahan Palsu Ikrar sumpah setia sehidup semati menjadi awal sebuah ikatan pernikahan yang disatukan Tuhan dan tidak bisa dipisahkan kecuali maut yang menjemput. Saat mengucapkannya, Selena diliputi rasa gelisah dan perasaan bersalah yang tak terobati. Diliriknya calon suaminya, Justin yang kini mengucapkan ikrar tersebut dengan setulus hati. “Saya Justin Aldrich Keandra Edyson bersumpah di hadapan Tuhan akan mencintai dan menyayangi istriku Alana Isabella Melody dalam suka maupun duka sampai maut memisahkan.” Selena mengerang dalam hati mendengar pria ini bersumpah setia sehidup semati dalam ikatan suci pernikahan. Sedangkan dirinya bukanlah wanita yang disebutkan lelaki itu dalam ikatan sumpahnya. “Kalian resmi menjadi pasangan suami istri. Silakan mencium mempelai wanitanya.” Dengan rabaan tangannya, Justin berhasil membuka tudung pengantin istrinya. Meski tak melihat secara langsung, Justin tahun wajah perempuan di hadapannya ini terlihat sendu. Meski begitu Justin tak peduli. Ia mendekatkan wajahnya dan mencium aroma manis yang selalu menghantui pikirannya setiap malam semenjak ciuman kedua mereka yang merusak sistem syaraf tubuhnya. “Selamat datang di Neraka,” bisik Justin sesaat sebelum ia mencium kasar perempuan itu. Ciuman Justin menuntut dan sedikit memaksa. Bibir Selena sedikit membengkak karenanya. Riuh tepuk tangan dan jerit histeris para tamu undangan membahana di sekeliling mereka. Alunan piano menyemarakkan suasana. Sekilas senyum Justin muncul di sudut mulutnya. “Justin,” Selena memanggilnya takut. Wajah Justin yang getir membuat perempuan yang bersanding di sebelah gemetar. “Inikah yang kau mau, Alana? Menjebakku dalam pernikahan yang kau sendiri tak menginginkannya.” “Apa maksudmu?” Selena menoleh ke arah suami pura-puranya. Alisnya melengkung tajam. “Aku tahu betapa jijiknya dirimu melihat kondisiku saat ini,” ucap Justin getir. “Bukan itu maksudku ... “ Selena mencoba meyakinkan lelaki itu tapi sia-sia. Justin telah lebih dulu bergerak dengan kursi roda otomatisnya. Menjauh darinya. *** Di ruang ganti, Selena bertemu lagi dengan Lucia yang membantunya berganti pakaian dan merias kembali wajahnya agar riasannya sesuai dengan tema pesta kebun yang mereka adakan sebagai rangka pesta pernikahan mereka. “Kau terlihat murung, Al. Tidak seperti dirimu yang biasanya ceria dan penuh canda tawa.” Lucia berkomentar tentang perubahan sikap sahabatnya itu. Mereka sudah saling mengenal semenjak mereka menempuh pendidikan di Oxford University. Alana yang ia kenal saat itu adalah gadis angkuh dan sombong yang Lucia benci. Tipikal gadis keturunan ningrat yang manja dan gemar menghabiskan uang orang tuanya. Memang begitulah kenyataannya. Alana memang gadis manja dan suka berpesta, meski begitu dia gadis baik yang tak sungkan membantu Lucia saat gadis itu membutuhkan bantuan. Semenjak itu mereka berteman baik. Lucia yang tinggal di luar negeri, begitu gembira mendapat undangan pernikahan sahabatnya itu. Tentu saja dia dengan senang hati merias wajah Alana agar gadis itu terlihat cantik dan menawan di hari bahagianya. Calon suaminya Justin, seseorang yang terkenal di kalangan para pebisnis dan calon pewaris tunggal Edyson group yang terkenal se-antero negeri. “Aku cuma gugup,” sahut Selena tak mau menunjukkan kegelisahannya. Lucia tersenyum penuh pengertian, “Menikah dengan Justin tentu saja membuatmu gugup. Jika jadi dirimu, aku pun akan bersikap sama denganmu.” Selena merasa tenang setelah berbicara dengan Lucia yang begitu mengerti akan dirinya. “Justin tidak seperti pria lainnya. Tapi kurasa dia pria yang jujur dan bertanggung jawab. Kau pasti akan bahagia dengannya.” “Kuharap begitu.” Keinginan terbesar Selena saat ini adalah lepas dari belenggu yang terus membayanginya. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa di tengah jerat kebohongan yang terus mengintainya. *** Pesta berakhir begitu lambat. Dua jam berlalu terasa seperti dua abad menunggu pesta usai. Para tamu undangan menikmati jamuan pesta meriah pernikahan mereka. Tapi tidak dengan kedua mempelai yang begitu sinis menghadapi pernikahan yang membelenggu mereka. Justin membenci wanita yang menjadi istrinya. Pengkhianatannya tidak termaafkan. Serta kebohongannya. Harusnya Justin tak ambil pusing dengan pernikahan bisnis ini, karena ia sendiri tak mengharapkan pernikahannya akan berlangsung indah. Tapi satu kecupan lembut yang telah merusak sistem syaraf di otaknya mengubah dirinya. Ia begitu terbakar cemburu saat mengetahui Alana memeluk Daniel di hari pernikahan mereka. Ia pikir Alana akan peduli dirinya. Nyatanya perempuan itu sama seperti perempuan materialistis lainnya yang hanya tertarik pada harta yang ia miliki. Di sisi lain, Selena menarik diri karena rasa bersalah yang harus ia tanggung. Ia merasa kotor dan berdosa telah membohongi pria malang yang bersanding di sebelahnya dengan ekspresi tajam. Ketika pesta usai, Justin membawanya ke kediaman lelaki itu. Sebuah mansion yang luar biasa megah dan mewah. Furniturnya begitu mahal dan berkelas. Untuk pertama kalinya Selena memasuki bangunan semewah dan semegah rumah ini. Berkat bantuan remote di tangannya, Justin tak kesulitan bergerak menyusuri lorong rumah yang besar itu. Selena mengikutinya dari arah belakang. “Ini kamarmu. Kamarku ada di sebelah. Mulai sekarang kita akan tidur terpisah. Kau mengerti?” Selena menganggukkan kepala, sayangnya Justin tak melihatnya. Ia membentak keras membuat gadis itu ketakutan, “Apa kau mengerti?” Suaranya menggelegar. Dua oktaf lebih tinggi dari sebelumnya. “Me-mengerti, Justin.” Mendengar gadis itu ketakutan Justin bertanya-tanya. Mengapa sikap Alana berbeda dari sebelumnya saat mereka bertemu untuk membicarakan soal pernikahan mereka. Selena membuka kenop pintu yang berwarna keemasan. Ia terkejut mendapati kamar tidurnya yang sangat luas dengan tempat tidur dari kayu jati serta selimut sutra yang terlihat halus juga lembut. Justin sengaja mengubah desain kamar itu supaya lebih kuno. Berharap Alana benci tinggal bersamanya dan segera menuntut uang perceraian. ‘Wanita licik seperti Alana mudah sekali ditebak,’ pikir Justin picik. “Cari tahu segala hal yang dia benci!” Justin menyuruh Rayner memata-matai perempuan itu sebelum pernikahan mereka berlangsung. Ada sesuatu di diri Alana yang menjadi misteri baginya. Tidak butuh waktu lama, Rayner memberinya banyak informasi penting tentang Alana. Seperti apa sifatnya yang manja, penuh percaya diri dan gemar berpesta. Alana benci sesuatu yang kuno, dia idealis dan modern. Tak ada respon dari Alana, Justin penasaran akan ekspresi ketidak sukaan istrinya yang pasti membuatnya puas karena berhasil membuat Alana sengsara hidup dengannya. Bukankah itu rencana Justin setelah pengkhianatannya. “Kamar ini luar biasa Justin!” Selena memekik melihat desain kamar yang menurutnya luar biasa cantik. Ia sungguh menyukainya. Justin tertegun mendengar istrinya berdecak kagum. Seburuk itukah desain kamar itu, padahal dia sudah memastikan Rayner mengubah semua interiornya sesuai yang dibencinya. Namun respon Alana sungguh di luar dugaan. “Aku sangat menyukainya, Justin. Ini keren.” Berbeda dengan respon Alana, Justin justru kecewa mendengar kegembiraan istrinya. “Oh ya, satu hal lagi. Mulai hari ini aku melarangmu berpesta!” perintahnya dengan nada tak terbantahkan. Justrin tersenyum puas ketika istrinya tak meresponnya. Mungkin dia terlihat kecewa, pikir Justin membayangkan ekspresi istrinya yang sedih karena ia harus mengorbankan salah satu kegiatan favoritnya. “Tidak masalah! Toh aku juga tidak menyukainya,” gumam Selena berkata jujur. “Ada apa?” tanya Selena ketika melihat Justin mendadak terdiam. “Siapakah kau Alana?” Lagi-lagi Justin mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. Pertanyaan yang paling sulit Selena jawab. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD