When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Lia mengacak kamarnya dalam keadaan lampu kamar itu mati. Ia snegaja tidak menyalakan lampu kamar itu agar tidak ada pantulan cahya dari bawah pintu sehingga malah mencurigakan tiga lelaki yang sedang asyik main kartu domino dengan tawa yang lepas. "Puas sekali mereka mainnya, kayak gak punya beban. Tapi ... Kenapa Papah bisa terlihat akur samaKak Radit?" tanya Lia di dalam hati sambil mmebuka laci meja belajarnya untuk mencari harta karun yang bisa ia makan untuk mengganjal perutnya. Biasanya Lia memiliki banyak stok kue, cokelat atau roti. "Ekhemmm ... Jangan -jangan Lia emang di prank? Enggak mungkin, Papah dan Kak Radit itu seperti anjing dan kucing, yang selalu mengeong atau menggonggong bila bertemu jadi tidak mungkin tiba -tiba mereka berubah menjadi kelinci manis yang bisa duduk