Penindas

843 Words
Rea Michela, gadis cantik nan manis yang dikenal akan kepribadiannya yang teramatlah polos dan lugu. Karena kepolosannya, tidak sedikit orang yang memanfaatkannya. Rea tidak bodoh, hanya saja kepolosannya yang keterlaluan membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Rea masih berumur tujuh belas tahun saat ini. Dia bersekolah di sebuah sekolah elit di ibu kota San Fransisco. Rea bisa bersekolah di sana, bukan karena dirinya berasal dari keluarga kaya. Rea termasuk siswa yang pintar, oleh karena itu dia bisa masuk ke SMA St. Fransiskus melalui jalur beasiswa. Rea adalah gadis manis dengan segala sikapnya yang selalu membuat orang lain terkejut. Oleh karena itu, Rea disukai banyak teman-temannya, meski ia tidak sepadan dengan teman-temannya yang kaya. Apalagi kepintarannya, tentu akan menjadi incaran para siswa lain. Tahun ini, adalah tahun kedua Rea sekolah di sini. Gadis ucul itu tidak menyangka, bisa bertahan hingga hari ini. Mengingat betapa elit dan mewahnya SMA St. Fransiskus, tentunya biaya adalah hal yang paling berat bagi Rea. Orang tuanya hanyalah pemilik gerai makanan siap saji di taman kota yang selalu ramai. Tak mungkin mereka sanggup membayar uang sekolah yang hampir mencapai ratusan dolar. Tetapi karena otak cerdasnya, Rea mendapat beasiswa dan sumbangan dari para orang tua murid lainnya yang merupakan donatur untuk siswa berprestasi seperti Rea. "Hai Rea, kau lebih kurus dari sebelumnya?" Rea baru saja menginjakkan di kelasnya, setelah dua minggu sekolah diliburkan. Gadis itu tersenyum pada Sheril, teman sekelasnya yang selalu akrab padanya. "Aku membantu ibuku di gerai, sampai lupa makan." selorohnya. Rea berjalan ke mejanya sambil menyapa beberapa temannya yang sudah ada di kelas. Semua orang di kelas ini sangat menyukai Rea. Entahlah, bagi mereka Rea adalah gadis manis yang memiliki hati bagai malaikat. Mereka sangat menyayangkan, Rea terlahir sebagai orang yang kurang berada. Oleh karena itu, setiap mereka tahu Rea bermasalah dalam urusan biaya, teman-temannya pasti siap sedia membantu. "Bidadariku sudah datang. Silahkan duduk my pretty princess." seloroh teman laki-laki Rea, William, siswa humoris yang selalu menggilai Rea. "Terima kasih Wil." balas Rea, sambil duduk di kursinya. "So, kapan hatimu itu menjadi milikku?" bukannya pergi, William malah duduk di hadapan Rea, menatap penuh puja seperti yang sudah-sudah. Rea hanya tersenyum manis, sedangkan Sheril dan yang lain geleng-geleng kepala melihat tingkah konyolnya. Rea tidak menjawab, baginya setiap ucapan manis yang keluar dari mulut Wil hanyalah candaan semata. Padahal jika itu gadis lain, pasti akan dengan senang hati menerima cinta Wil. Tidak dapat dipungkiri, William adalah salah satu siswa tertampan di St. Fransiskus. "Akan seperti apa jadinya, jika sampai Rea mau padamu." sahut salah siswa lainnya, diikuti tawa yang lain. "Jangan mau jadi kekasihnya Rea, William mendapat gelar playboy cap kakap di club kami. Semua gadis sudah dicobainya." timpal yang lain. Mendengar itu, Wil berdecak, "Ck, jangan ikut campur." beralih pada Rea, senyuman maut melayang, "Jangan percaya ucapan mereka Rea, itu tidak benar. Di hatiku hanya ada dirimu." katanya. Rea menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum manis, "Wil, aku ingin belajar. Bisa kau biarkan aku sendiri?" ucap Rea lembut. Senyum dan suara halus itu, lelaki mana yang tidak jatuh hati melihat dan mendengarnya? Wil meleleh akan senyum itu. Bagi Wil, Rea adalah segalanya, terkadang karena cintanya, pria itu menjadi bodoh. "Baiklah. Tapi nanti, kita ke kantin bersama, oke?" Rea mengangguk, "Baiklah." Kelas masih riuh, karena guru belum datang. Tetapi tiba-tiba saja, suasana hening saat seseorang berdiri di ambang pintu. Semua tatapan tertuju pada sosok jangkung pemilik mata tajam berwarna hijau itu. Tidak ada yang berani berkutik, semuanya mematung di tempat masing-masing. Suasana menjadi tegang oleh kehadiran sosok yang sangat ditakuti oleh seluruh siswa di St. Fransiskus. Adam Ainsley, siswa kelas dua yang merupakan putra dari pemilik St. Fransiskus. Ditakuti oleh seluruh siswa karena jiwa penindasnya. Tidak ada yang berani melawan anak itu, bahkan guru pun tidak berkutik di hadapannya. Aura Adam sangatlah mengintimidasi, terbukti dari wajah-wajah penuh takut para siswa. Pikiran mereka dipenuhi berbagai pertanyaan. Ada apa gerangan, mengapa Adam datang ke kelas ini? Setau mereka, Adam berada di kelas paling unggul. Apa yang membuat Adam datang kemari? Kaki jenjang anak muda itu mulai bergerak, berjalan masuk ke dalam kelas. Semuanya semakin takut, apalagi ketika Adam memasuki barisan meja dan kursi yang berjejer rapi. Wajah siswa yang dilewatinya dipenuhi keringat, mengira mereka yang akan menjadi sasaran empuk preman sekolah itu. Namun sayangnya, suasana tegang itu berakhir, ketika si gadis polos nan lugu, Rea, tidak menyadari apa yang dia lakukan. "Sheril, pinjamkan aku bukumu." tangannya kirinya terulur ke samping, tepat ke arah Sheril yang duduk di sampingnya. Sementara kepalanya masih fokus pada buku pelajarannya, tanpa sadar apa yang telah terjadi saat ini. Rea tidak sadar, tepat di sampingnya berdiri preman sekolah yang siap menerkamnya. "Sheril?" tangan mungilnya menggantung cukup lama. Karena tidak mendapat jawaban, Rea akhirnya menegakkan tubuhnya. Cukup terkejut, disertai kebingungan setelah melihat keadaan kelasnya. "Ada apa ini? Kenapa kalian diam?" lirih Rea. Rea melihat Sheril yang menatapnya tajam dan menggelengkan kepalanya. Rea bingung, tetapi dalam hitungan detik, matanya tertuju pada sosok yang berdiri di sampingnya. "Kau siapa?" tanya Rea. Dan saat itu juga siswa lain menggelengkan kepala mereka. Sosok itu menatapnya tajam, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas. "Mangsa baru."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD