Bab 8: Benda Palsu

1001 Words
Meskipun hanya sebatas kedua kakinya saja, River tetaplah memiliki bagian dari tubuh robot. Dia menambahkan banyak fungsi seperti berlari cepat setara kuda, pegas untuk melambungkan loncatan, dan roket di bagian betisnya agar dapat terbang jika sewaktu-waktu dibutuhkan. "Aku menanyakan soal hatimu." Potato berkata. "Hatiku? Tentu saja masih seperti manusia pada umumnya yang memiliki emosional. Entah itu sedih atau senang." "Tapi aku sangat ingin merasakan semua emosional itu. Sekarang yang aku pelajari hanya cerminan ekspresi mereka dan mencontohnya. Entah itu sedih atau senang." River menurunkan kedua alis, merasakan keinginan terdalam dari robot buatannya. Potato memang tertarik dengan kehidupan manusia. Tidak heran jika mengatakan hal demikian. "Sedih adalah ketika seorang manusia merasa pilu di sini." River menunjuk tepat di hatinya. "Rasanya sangat sulit dan ingin sekali menyudahi semua kesulitan itu, akan tetapi dia berada dalam keadaan yang tidak bisa menolak takdir. Sedangkan senang adalah perasaan lega terhadap sesuatu yang menyulitkan. Tidak ada rasa sedih di dalamnya, hanya ada senyuman kepuasan." "Aku akan mencatatnya di dalam kepala. Haruskah aku merekam percakapan kita hari ini?" "Tidak, Potato. Kau hanya perlu merasakannya lewat hati." "Tapi aku tidak memilikinya. Aku tidak memiliki hati seperti kalian." River tersenyum. "Aku yang merakitmu menjadi sebentuk robot dan aku tidaklah lupa memberikannya. Hanya saja, bentuknya berbeda dari manusia karena tubuhmu sepenuhnya adalah robot." "Di mana kau letakkan hatiku, River?" "Di sini." Ketika River menunjuk di mana letaknya, Potato mengikuti ke mana arah gerakan pergi. Tatapan mata kini condong ke atas dan ke satu titik. Apa yang ditunjuk nyatanya adalah dahi. "Apa tidak ada tempat yang lebih baik?" River mengembuskan napas panjang. "Aku tidak memiliki ide untuk itu. Meletakkannya di dadamu hanya akan membuat sistemnya menjadi lambat, sedangkan aku ingin satu bentuk robot yang cepat tanggap melebihi manusia. Otak dan hatimu akan mengirimkan sinyal satu sama lain dalam waktu singkat. Sangat efisien, bukan?" "Mungkin karena itu pula aku tidak dapat merasakan hatiku." Potato tampak tidak puas dengan hasil kerja pemiliknya. Dia pergi begitu saja sambil berkata, "Aku akan menyiapkan makan malam." Waktu semakin berlalu usai mereka menyantap makan malam. River menunggu sampai semua orang terlelap, termasuk tamu asing yang belum lama ini tinggal bersama. Aura lebih dulu bermalam di rumahnya membuat dia sedikit banyak mengetahui jam tidur wanita itu. Dia melihat jam digitalnya yang menunjukkan pukul sebelas malam. "Seharusnya Aura sudah tidur," ucapnya. River memutuskan untuk mengintip, melihat keadaan di dalam kamarnya. Seperti dugaan bahwa Aura sudah memejamkan mata, sedangkan Rana tidak perlu ditakutkan karena wanita itu tidak akan bangun. Dia masuk lambat-lambat, memajukan langkah hingga sampai ke sisi tempat tidur. Benda yang diperlukan ada di antara dua orang wanita itu. Perlahan dia mengambilnya, lalu membawanya keluar dari sana. Segera setelah itu dia berjalan cepat sampai ke ruang penelitian. Akhirnya, apa yang sudah ditahannya sejak lama terealisasi bahwa benda yang penuh dengan rahasia itu ada di tangan sekarang. Apa yang harus dia lakukan selanjutnya? Tentu saja merekamnya dari sudut ke sudut yang akan digunakan sebagai salinan. Setelah mengambil tanpa izin, dia tidak bisa membiarkan benda itu terlalu lama menghilang. Biar bagaimana pun, dia masih harus tetap mempertahankan tamunya untuk penelitian lebih lanjut. Bukan karena dia tidak genius, akan tetapi pekerjaannya terhambat oleh alat-alat teknologi yang tidak seberapa sehingga membutuhkan waktu lama untuk merekam. Dia berharap Aura tidak bangun dan menyadari benda yang hilang. Setelah salinan selesai dikerjakan, kini ada dua benda yang berbentuk sama. Mulanya dia berpikir untuk mengembalikan yang asli, tetapi dia berpikir pula kalau memberikan yang palsu, ada kemungkinan tidak disadari perbedaannya. Maka dari itu, dia memutuskan untuk menukar dengan yang palsu. River kembali ke dalam kamarnya, mengendap-endap seperti seorang pencuri. Hal yang tidak dapat diprediksi adalah Aura yang tiba-tiba bergerak, membuat dia segera berjongkok di samping tempat tidur. Apa yang dilihat setelah itu membuat dia terkejut. Wajah Rana berada tepat di depan mata dan dapat dirasakan bagaimana stabilnya saat bernapas. Di sisi lain, dia belum pernah berada begitu dekat dengan wanita. Dan sekarang dia harus menjangkau sisi seberang sana untuk menempatkan benda palsu, sudah pasti akan membuat jarak mereka menjadi lebih dekat lagi. Oh, tidak! Apa yang harus dia lakukan sekarang?! River bersama segenap tekadnya, berusaha mempertahankan diri. Dia berhasil meletakkan benda palsu setelah bersusah payah, tidak ketahuan oleh Aura yang bergerak mengganti posisi kembali. Kelegaan hanya berlangsung sebentar saja sampai napas dari seorang wanita yang sedang tertidur berembus ke permukaan lehernya. Sensasi itu membuat River bergidik dan cepat-cepat keluar dari kamar. Mukanya tampak frustrasi serta merah padam seperti udang rebus. Oh, Tuhan! Emosional apa yang sedang dia alami sekarang? Kenapa tubuhnya terasa panas sekaligus jantungnya berdegup kencang? Kalau seperti ini dia terlihat seperti pria yang tidak pernah dekat dengan wanita. River segera membasuh muka. Dia tidak bisa membiarkan dirinya tidak tenang semalaman, meninggalkan penelitiannya yang lebih utama dalam hidupnya ketimbang memikirkan hal yang tidak penting tadi. Tanpa disadari oleh River, suara pintu yang tertutup telah membangunkan seseorang. Dia adalah Rana yang melihat sekeliling dengan linglung. Pertanyaan pertama yang muncul di kepala, ada di mana dia sekarang? Ruangan itu begitu asing untuknya. Menoleh ke sebelah kiri, Rana melihat sosok kakaknya yang tampak tidur nyenyak. Pemandangan itu membuat dia melihat lagi ke sekitar, bagaimana pun tetap asing. Dia tidak kembali ke rumah seperti apa yang diharapkan ketika bangun nanti. "Aura," panggilnya, mengguncang-guncang tubuh kakaknya. "Istirahatlah. Besok aku siapkan patty yang hangat untukmu." Rana mencebik, tidak bisa berbuat apa-apa pada kakaknya yang begitu mengantuk. Tetapi dia lega masih bisa melihat Aura. Lantas, dia turun dari tempat tidur untuk memeriksa ada di mana mereka sekarang. Dia keluar dari kamar, kemudian tercengang menyadari kalau ternyata dirinya berada di rumah yang sama seperti terakhir kali. Pria yang memelopori nama 'Nenek Moyang' untuknya sudah pasti adalah alasan kenapa dia bisa sampai ke tempat ini kembali. Rana mengertakkan geraham, bertekad untuk mencari pria itu. Mereka harus bicara mengenai keanehan yang dilihatnya selama berhari-hari, ditambah nyamuk yang dapat berbicara. Sebelumnya dia berpikir sedang berada di dunia mimpi, tetapi dia nyatanya salah. Rana berjalan menuju satu ruangan ke ruangan lain hingga menemukan seseorang yang masih terjaga. Sementara River yang berada di ruang penelitiannya juga terkejut. Mereka sama-sama berteriak!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD