Para penduduk berkumpul di depan rumah River. Suasana berubah tegang dan kengerian muncul di wajah masing-masing mereka. Tidak ada yang berharap kalau pemerintah Stardust datang ke lapangan. Pasti kabar mengenai pancuran rusak telah sampai ke telinga. Bukan itu saja alasan kedatangan mereka tentunya.
"Aku mendengar kalau sesuatu telah terjadi di halaman kota. Orang asing datang dan bersembunyi di tempat ini. Apa benar informasi yang kami dapatkan?" Orde—pemimpin kota mereka—berbicara.
Informasi didengar begitu cepat, River sudah menduga bahwa antek-antek pemerintah sangat cekatan. Dia juga tidak punya urusan sebenarnya pada wanita yang telah minggat itu, akan tetapi dia tidak bisa membiarkannya pula karena benda penting yang diinginkan belum didapatkan.
River tiba-tiba tertawa di tengah ketegangan banyak orang. "Maaf. Anda pasti mengalami kesulitan setelah mendengar kabar pancuran rusak. Semua memang ulah saya. Seharusnya saya tidak membiarkan robot baru saya berkeliaran. Tentang pancuran, saya berjanji untuk memperbaikinya."
"Penemuanmu selalu menemukan kegagalan, River. Maka dari itu, kau tidak pernah mencapai akademi."
River mengepalkan tangan, meskipun bibirnya tetap tersenyum. Tidak lama hinaan dilontarkan, Orde dan bawahannya masuk ke dalam kapsul berukuran besar dengan tampilan transparan. Tatapan penuh hinaan tidak berhenti ditunjukkan sampai kapsul itu berangkat dari sana.
Semua penduduk menghela napas lega seolah terselamatkan dari ganasnya kehidupan. River menerima simpatik setelah diremehkan. Mereka menghibur dengan mengatakan bahwa River adalah yang terbaik dan mereka percayai sebagai profesor di dunia Stardust.
Satu persatu mereka pergi meninggalkan River yang menutup pintu. Senyuman di wajah memudar setelah menerima kalimat penyemangat. River terduduk lesu di kursi sambil memikirkan nasib, sedangkan Potato hanya bisa diam menyaksikan bersama ekspresi sendu.
River jauh tertinggal dari teman-temannya. Dia tidak lulus dalam ujian akademi. Benar kata Orde, alasan dia masih luntang-lantung di luar adalah karena tidak memiliki kemampuan. Padahal, dia selalu giat mempelajari banyak hal, akan tetapi tetap saja gagal.
"Mungkin sudah takdirku menjadi manusia gagal."
"Apa yang kau katakan, River? Kau bukanlah manusia gagal. Kau sangat genius! Bahkan juga berhasil menciptakan aku. Orang biasa tidak akan bisa melakukannya."
River tersenyum. "Untuk itu aku menciptakanmu, Potato. Kau tidak akan pernah menjatuhkan orang lain dengan perkataan. Apa yang keluar darimu hanyalah kalimat-kalimat positif, karena itu yang aku butuh. Terima kasih, Potato. Sudah menyemangati dan menemaniku di saat mereka menghinaku."
"Kau tidak seorang diri, masih ada aku."
Suasana haru buyar tatkala gedoran pintu terdengar. Potato dengan segara membuka pintu dan melihat beberapa orang datang. River ikut menampakkan diri setelah itu dan menampilkan ekspresi terkejut.
"Kami menemukannya. Wanita ini hilang kesadaran. Kita harus segera membangunkannya," ucap Pushi.
Mereka yang ikut menggotong, bersama-sama membawa wanita hamil yang dicari itu masuk ke rumah dan membaringkannya di atas tempat tidur. Berbekal kemampuan sebagai robot canggih, mereka berusaha untuk membantu.
Kamar River diatur seperti ruang perawatan darurat. Hanya wanita yang boleh berada di dalam, sedangkan pria menunggu seperti seorang suami di luar. Penantian mereka begitu gelisah menunggu detik-detik paling kritis.
***
Semua yang melihat keberadaannya memperhatikan dengan tatapan asing. Rana menekan ketakutan, terus melangkahkan kaki tanpa peduli dengan orang-orang. Untung saja ada matahari yang masih sama dan menghangatkan tubuh basahnya.
Dia mencari Aura hingga mencapai hitungan hari. Lapar dan menyakitkan yang dirasakannya, akan tetapi semua sirna ketika memikirkan kembali tentang mereka yang harus bertahan.
"Nenek Moyang, Nenek Moyang!"
Rana mengernyitkan dahi, sudah tidak tahan lagi pada panggilan itu. Dia berbalik dan hendak menghajar siapa saja yang bersuara tadi. Namun, apa yang dilihat justru kosong. Apa dia sudah mulai berhalusinasi? Tidak mustahil, mengingat perutnya belum diisi.
Jika memang itu halusinasi, maka dia berharap ketika pingsan nanti semua telah berakhir. Dia dapat menemukan tempat baringan yang lembut seperti saat pulang setelah bekerja. Apa itu keinginan yang mustahil?
Rana melayang seolah tubuhnya tanpa beban, kemudian punggungnya menabrak sesuatu dengan keras. Benda yang selalu tersimpan di balik kemeja bergelinding jauh dari tangan.
Dia baru sadar ternyata tubuhnya bukan melayang, melainkan jatuh ke tanah. Apa ini akan menjadi akhirnya? Rana gugur memejamkan mata perlahan.
"Nenek Moyang, Nenek Moyang! Apa yang terjadi?"
Sejak tadi suara itu berasal dari atas kepala Rana. Orang-orang sering menyebutnya sebagai nyamuk. Bentuknya sudah pasti seperti robot berukuran mini seperti kebanyakan. Hanya sistem kehidupannya yang berbeda, di mana mereka tidak mengisap darah manusia lagi.
"Oh, apa dia pingsan?" Nyamuk lainnya datang dan ikut melihat tubuh yang tergeletak di tanah.
"Sepertinya memang begitu. Kita harus mengatakannya pada River."
"Kau tahu, kalau River tidak menginginkan wanita ini. Kita bisa memanfaatkannya."
"Memanfaatkannya?"
"Jangan menggunakan ekspresi bodohmu. Ayo, kita harus membawanya pergi dan menyimpannya ke dalam kulkas."
"Rosa, apa kau bercanda? Wanita ini adalah nenek moyang kita. Memanfaatkannya bukanlah langkah yang baik. Kita bisa disidang dan terkena pasal kejahatan."
"Ya, ampun! Kau adalah nyamuk yang baik. Jika kita menyerahkannya pada River, apa yang akan terjadi? Apa dia pernah memberikan penghargaan untuk kita? Profesor yang digadang-gadangkan itu hanya haus akan pujian."
"Tapi River memberikan kita makanan, Rosa. Memang apa lagi yang kita butuh kecuali makanan? Aku tidak suka berbelanja pakaian dan aku rasa apa yang diberikannya padaku sudah lebih dari cukup."
"Oh,"—Rosa mengerlingkan mata—"bahkan tikus lebih baik darimu jika membahas soal kepintaran."
"Baiklah, baiklah. Lalu, apa rencanamu? Aku tidak akan mendukungmu jika itu menyangkut kejahatan yang begitu parah."
"Kita bisa menyanderanya dan meminta tebusan pada River."
"Tidak, tidak. Kita hanya akan mendapatkan hukuman. River tidak kaya seperti apa yang kau bayangkan!"
Rosa menyipitkan mata. "Apa maksudmu dengan dia yang tidak kaya?"
George mengembuskan napas frustrasi, lalu terbang ke sisi lain bersama ekspresi buruknya. "Mungkin tidak ada yang tahu soal ini. Aku pernah tidak sengaja mendengar percakapannya dengan Potato. Pada saat itu, mereka membicarakan tentang bagaimana untuk terus hidup ke depannya. Mereka telah membohongi banyak orang dengan cerita-cerita mereka. Aku peringatkan agar kau tidak memberitahukannya pada para penduduk. Itu akan menjadi pukulan yang sangat keras bagi mereka."
Air mata Rosa berlinang, memukul-mukul d**a yang sesak dengan tangan lunglainya. "Bagaimana bisa? Aku bahkan berpikir untuk hidup bersama River ke depannya, tapi ternyata dia tidak memiliki apa-apa. Hatiku sangat sakit."
George tercenung. "Bagaimana denganku?" gumamnya. Nyatanya dia yang memendam perasaan pada Rosa yang paling sakit, tertampar akan kenyataan.
"Untuk itu, kita harus membalaskan dendam pada River!" seru Rosa, disusul anggukan persetujuan George.