Anjrit!
Vino memaki dalam hati. Baru saja dia memejamkan mata, kakaknya sudah mengganggu hibernansinya! Bayangkan, dia baru tidur satu jam gegara mengerjakan proyek online-nya, eh.. si tengil bolak~balik mengirim signal SOS padanya!
Bodo! Biar mampus, dia! Vino melanjutkan tidurnya setelah me-nonaktifkan androidnya.
Di luar rumah, Vano mengeluarkan sumpah serapah pada adik semata wayangnya.
"Dasar adik durhaka! Dimintai tolong sedikit aja gak bisa diharap!"
Otak tengilnya mulai berpikir, bagaimana caranya bisa masuk ke sarang penyamun.. eh, home sweet home-nya. Lagian Daddy aneh-aneh saja, masa kunci rumah pakai password segala! Passwordnya tiap malam di ganti~ganti seenak udelnya pula!
Vano tak sadar bokapnya melakukan itu untuk membuat dirinya kapok karena suka keluyuran hingga pagi buta. Mending kayak lirik lagu dangdut itu.. berangkat pagi pulang pagi, untuk kerja cari duit bejibun. Nah, kalau Vano.. buat ngehamburin duit kemana-mana!
Tiba~tiba Vano teringat sesuatu. Di-dialnya nomor sekutu abadinya. Benar saja, orang itu langsung mengangkat panggilan teleponnya meski dengan suara sarat kantuk.
"Amel cayang, lo nginep di rumah gue kan?"
"Yoa, Kakak gantengku, kayak biasanya lah."
Cewek itu memang lebih banyak menginap di rumah Vano dibanding rumahnya sendiri. Bahkan dia juga punya kamar khusus di rumah ini yang memuat barang~barang pribadinya.
"Tolongin gue, please. Si adik durhaka sengaja ngeblok gue nih! Cuma elo yang paling cakep sedunia dan mengerti hati gue."
"Password kan?" Amel langsung bisa menebak apa maunya si Vano.
"Nol delapan kali," imbuh Amel sambil menguap lebar.
"Kampret! Si om bangkot itu gak kreatip banget."
"Kakak gantengku, si om bangkot itu adalah daddy-mu sekaligus calon mertuaku yang ganteng, gagah, keren dan masih yahud. Kalau gak ingat Kakak, mau daku jadi istri keduanya," Amel tertawa centil.
"Lo gak mungkin bisa menyusup ke hati om bangkot itu, dia p*****l. Doyannya sama yang unyu kayak mommy gue. Yee.."
"Idih, masa aku kurang unyu menurut Kakak? Emang mommy imut sih, tapi.. hellow! Secara dari umur, aku lebih menang tauk! Kakak bilang daddy p*****l, mestinya kan lebih minat sama aku yang lebih muda."
"Om bangkot itu pedofilnya khusus sama mommy doang kok."
"Itu namanya bukan p*****l. Mommy bukan abg lagi, Dodol!"
"Cih, males gue ngelayani lo. Kok malah gue debat kusir ama elo sih?! Mending gue masuk terus bobok ganteng."
"Jangan lupa mimpiin aku, Kakak ganteng!"
"Najis!" cemooh Vano, tapi dia tertawa geli. Amel sudah dianggapnya seperti adik sendiri dan sekutu abadi untuk mengusili adiknya yang lempeng dan membosankan macam Vino itu.
Vano memasukkan kode password di pintu rumahnya. Terbuka! Lalu dia mengendap~ngendap masuk rumahnya lanjut menuju kamarnya di lantai dua. Fiuh, aman. Dia menyalakan lampu kamarnya dan membeku seketika. Ck! Ngapain si om bangkot ngelonin mommy unyunya disini? Hih, jangan~jangan mereka begituan lagi di ranjang kesayangannya, pikir Vano jijik. Mengingat si om bangkot ini m***m abis dan tak ingat waktu, juga tak ingat tempat kalau lagi mupeng.
Sebelum Vano sempat bersuara, Alvaro sudah membuka mata dan memberi kode supaya tak ada suara yang keluar dengan menempelkan telunjuknya di bibir dan menunjuk Tivana yang masih tertidur pulas. Dia lalu menunjuk kearah luar.
Vano paham dan langsung mengikuti daddy-nya bagaikan seorang pesakitan.
"Dad, masa begituan di kamar Vano, di ranjang Vano? Ck, kayak udah kekurangan ide tempat ena-ena saja!"
Alvaro dengan gusar menjitak kepala sulungnya itu.
"Tak usah mengalihkan perhatian. Kamu sudah Daddy kasih warning minggu lalu kan, sekarang saatnya punishment!"
"Yaelah, Dad. Gue keluar malam pulang pagi juga gegara misi sosial. Teman gue neneknya meninggal, dia kan sebatangkara. Jadi kasihan kan kalau gak dibantuin.."
"Jadi, sejak kapan rumah duka dipindah ke klub malam TripleX?!" sindir Alvaro sinis.
Shit! Tahu saja si om bangkot ini! Cenayang kah dia? Pikir Vano heran.
"Ya, abis itu gue kan musti menghibur dia Dad. Gak salah kan gue bawa dia kesono," ucap Vano sambil cengegesan tanpa dosa.
"Gak usah ngeles! Mulai sekarang tak ada jatah uang saku buat kamu!"
"Sadis benar, Dad! Trus hidup gue selanjutnya gimana?" Vano berusaha memancing belas kasihan.
"Kerja! Adikmu saja bisa menghasilkan duit sendiri."
"Secara gue kan masih sekolah Dad! Gimana mau kerja? Ntar kalau sekolah gue kacau balau gimana?"
"Apa adikmu tak sekolah juga? Tapi dia bisa kerja sambil bersekolah! Dan prestasinya jauh diatas kamu!"
"Jangan bandingin gue ama si lempeng yang gak tahu menikmati hidup itu, Dad! Gue jelas lebih mempesona!" ucap Vano narsis abis.
Ngidam apa sih Tivana sampai bisa punya anak setengil ini?! Pikir Alvaro kesal.
"Si mempesona ini mulai sekarang harus rela jadi SUPIR freelance tiap weekend, ngerti!" ultimatum Alvaro.
"What?! Supir freelance tiap weekend? Emang ada perusahaan yang pakai jasa supir cuma pas weekend?" dalih Vano.
"Ada! Perusahaan Daddy."
"Bukannya perusahaan Daddy tiap weekend libur?"
"Miss Vania tiap weekend perlu supir buat pergi ke tempat proyeknya."
"Dad! Masa gue mesti kerja saat seantero dunia lagi have fun? Gak fair banget! Weekdays gue sekolah, weekend gue kerja.. terus ‘me time’ gue kapan?"
"Tak ada penolakan, Son! Mulai minggu ini kamu kerja! Gajimu itu anggap saja uang jajanmu. Ohya, gajimu akan dipotong untuk membayar tagihan dari klub TripleX! Hari ini kau menggesek banyak sekali."
Fix. Jadi itu caranya si om bangkot tahu dia pergi kemana! Pikir Vano kesal.
Kini ia harus menjalani hukumannya .menjadi supir freelance miss siapa itu? Ck, weekend saja dia kerja! Workhaholic banget. Pasti dia perawan tua yang tak laku kawin! Kuno dan absurd.
***
RALAT!
Dia sama sekali bukan model perawan tua yang tak laku kawin, kuno dan antik! Wow.. dia itu sesuatu banget!
Vano menatap boss barunya sambil bersiul kurang ajar.
Seksi dan menggairahkan sekali si Miss Vania ini! Rambut panjangnya terurai dengan sensual, matanya bulat menantang, hidungnya tajam, bibirnya mungil merekah. Dan bodinya maut! Bak gitar spanyol. Apalagi dia memakai baju model seperti ini. Dengan blazer ketat yang tak dikancing, cuma ditali simpul, dibaliknya ada tanktop yang membungkus ketat dadanya yang montok itu terus bawahnya.. wanita itu mengenakan hotpan jeans. Yup.. hotpan, gaes!
Ini mah cocoknya dia pergi ke klub malam daripada ke tempat proyek! Jangan salahkan Vano kalau matanya jelalatan disuguhi pemandangan sedap seperti ini! Di lain pihak, Vania menatap sebal supir freelance saben weekend-nya yang baru.
Memang cuma Vania karyawan yang hobinya kerja saat weekend. Mau bagaimana lagi, sebagai manajer proyek dia dituntut seperti itu. Senin hingga Jumat kebanyakan waktunya habis untuk negosiasi alot dan cari proyek baru pembangunan. Akhirnya mau tak mau, dia hanya bisa maintenance proyek lama yang sedang berjalan ketika weekend. Padahal mencari supir yang mau bekerja saat weekend itu susah sekali, apalagi untuk Vania yang terkenal dengan kejutekannya.
Entah berapa banyak supir yang dipecat karenanya. Dan supir baru ini sepertinya bakalan bernasib sama!! Vania melirik dengan tatapan mencemooh. Awalnya dia tak menyangka kalau cowok ini adalah supir barunya. Demi Tuhan.. he is too good looking to be a driver! Tampilannya dandy, keren, serba branded. Cowok ini lebih cocok menjadi fotomodel dibanding menjelma jadi supir! Lagian, dapat duit darimana dia untuk modalin penampilannya? Jangan~jangan dari tante~tante girang yang miara dia! Pasti begitulah. Kalau dia kaya, ngapain jadi supir?!
Cowok ini sangat tampan (turunan Yunani kali ya? Gantengnya gak ketulungan, eksotis!), keren dan masih sangat muda. Cucok jadi gigolo! Dan gayanya itu lho.. slengean, tengil! Typical yang digilai oleh tante~tante girang! Vania berani taruhan, nih cowok pasti simpanan tante girang tajir!
Sial, cowok sok kegantengan ini dengan berani menatap Vania dengan tatapan kurang ajarnya. Ih, Vania jadi gatal ingin mencongkel mata jelalatan itu!
"Nunduk! Berani ngelihat gue kayak begitu, gue pecat lo!" bentak Vania galak.
"Yaelah Miss, macan banget! Jangan salahin mata gue dong kalau jadi nakal begini. Situ terlalu indah tuk dilewatkan. Terlalu menggoda untuk dibiarkan."
See? Belum apa~apa si gigolo ini sudah lancang ngerayu receh!
"Lo berani ngerayu gue? Mau gue pecat saat ini juga?!" ancam Vania dongkol.
"Gue enggak ngerayu Miss, gue ngomong apa adanya kok. Lagian yang berhak memecat gue bukan elo tapi Dad.. eh manajemen. Lo mah tinggal makai gue saja sesuka hati lo." Mata Vano mengerling nakal.
Duh, makin sableng saja omongan cowok ini. Tengil! Vania sampai mengelus d**a prihatin dan sontak berhenti melakukannya ketika menyadari supir tengil ini jadi fokus ngelihatin dadanya! Kurang ajar! Besok dia akan minta manajemen memecat supir ini! Sekarang dia butuh tenaganya dulu. Vania bukan tak bisa menyetir sendiri, tapi dia trauma menyetir sejak kecelakaan mobil yang dialaminya tiga tahun lalu!
"Lo ikut gue! Dan tutup bacot lo, jaga mata lo selama kerja sama gue! Gue gak suka orang cablak!"
"Gak kenal maka gak sayang, Miss. Ntar kalau lo udah memahami gue juga bakalan elo yang merengek gak mau pisah ama gue," ucap Vano sambil cengengesan.
Vania melotot garang! Ck! Brondong satu ini emang minta disate kayaknya!
***
Senin pagi di keluarga Dimitri selalu saja heboh!
Siapa lagi yang suka bikin heboh kalau bukan badboy Alvian Noel Dimitri alias Vano itu. Tivana sering gemas dibuatnya! Ini pasti bibit jelek dari bapaknya. Kalau niru dia kan sweet seperti bungsunya.. Alvino Noel Dimitri alias Vino, teladan di keluarga Dimitri.
"Vino, panggil dong kakakmu. Ntar kalian bisa telat," perintah Tivana pada bungsunya.
"Maaf Mommy, bukan Vino ingin membangkang. Tapi kini sudah saatnya Vano belajar tanggung jawab atas kelakuannya sendiri. Kita tak bisa memagarinya terus menerus hingga membuatnya makin tak dewasa."
Tivana melongo mendengar ceramah Vino di pagi hari, ini yang anak siapa yang ortu siapa ya?
"Mommy, biar Amel yang bangunin kak Vano aja. Kasihan kakak gantengku selalu gak di-support adik lempengnya." Amel menawarkan diri sambil melirik sebal kearah Vino.
Gak ngaruh. Vino tetap menyantap makanannya tanpa ekspresi. Memang dia itu ‘ice prince’ sejati.
"Tolong ya, Amel. Makasih."
"Iya, Mommy."
Amel melesat menaiki tangga hingga nyaris menabrak Alvaro di kaki tangga.
"Kak Vanoooo!!" teriaknya heboh.
"Hei Dad, camerku yang ganteng," sapa Amel ke Alvaro sambil lalu.
Alvaro hanya geleng~geleng kepala, sedang Vino mendengus dingin.
"Tuh anak makin korslet saja, Tiv. Pasti turunan bapaknya," sindir Al pedas.
Bapaknya Amel siapa lagi kalau bukan Adrian mantan tunangan Tivana, saingan berat Al dulu saat ngerebutin cinta Tivana. Sampai sekarang Al masih suka jeaolus berat kalau Adrian berada didekat Tivana! Bukan hanya Adrian, siapapun cowok yang dekat Tivana perlu di waspadai Al! Sepertinya keposesifannya semakin menjadi saja.
"Huss, jangan suka mengolok anak orang! Amel itu gadis yang menyenangkan, hanya saja dia terlalu.. ehm, bersemangat."
"Anak orang ya, bukannya bapaknya babon?" cerca Al.
Vino terkekeh geli. Tivana spontan melotot garang pada suami dan anaknya.
"Mom, Dad, Vino, berangkat dulu," pamit Vino setelah menghabiskan sarapannya.
"Tak menunggu Vano sekalian, Nak?" tanya Tivana sembari menerima kecupan Vino di pipinya.
"Biar Vano sama anak babon itu saja. Vino mesti berangkat pagian untuk mempersiapkan penyambutan siswa baru." Vino itu ketua OSIS di SMA D'VITO yang notabene adalah sekolah milik keluarga Dimitri.
Pagi ini adalah awal ajaran baru, sebagai ketua OSIS dia mesti memastikan segala sesuatu berjalan sempurna. Vino adalah anak yang menuntut kesempurnaan di segala hal.
"Lho bukannya Amel termasuk siswa baru di sekolahmu? Berbelas kasihlah pada gadis itu, Vino," pinta Tivana.
Vino lagi~lagi mendengus dingin. Heran! Bagaimana bisa cewek oon itu berhasil masuk ke SMA D'VITO yang notabene merupakan gudangnya orang~orang berprestasi? Bikin noktah saja di tinta emas kesuksesan sekolah tercintanya! Otak dengkul, tampang pas~pasan, kelakuan amit~amit! Apa sih yang bisa dibanggakan dari seorang Amel? Paling sikapnya yang tak tahu malu saja!
"Tak ada KKN, Mom. Siapa salah ya harus dihukum!" ucap Vino tegas.
Al mengangguk setuju. Dia sih senang saja melihat anak pesaingnya dikerjain seperti itu.
"Cih, kalian ini!" dumel Tivana sebal.
***
Sedetik lagi Amel akan mencapai gerbang depan sekolahnya. Tunggu.. tunggu.. tunggu..
Brak! Gerbang tertutup persis didepan hidung Amel! Sial!
"Kak Vano!" Amel menoleh kebelakang dengan gemas.
Vano berjalan santai beberapa meter dibelakang gadis itu. Duh, kok tak ada takut-takutnya sih?
"Kak, ayo tolongin dong! Masa pertama kali masuk sekolah, Sweety Amel udah kena hukum!" rajuk Amel manja.
"Tenang aja, Sayang. Kakak ganteng lo ini yang akan bertitah, semua akan beres!" Vano berkata dengan pede-nya.
"Iya, kamu harus tanggung jawab, Kak! Gegara kakak, Amel cantik ini jadi terlambat."
Vano langsung pasang aksi sok wibawa.
"Pak Bimbim, ayo bukain gerbang. Ini gue!"
"Oh, pagi Mas Vano. Bentar ya."
Satpam ndut yang aslinya bernama Bimantara itu membukakan pintu buat Vano. Namun begitu tiba giliran Amel, dia langsung menutupnya lagi.
"Lho Pak, saya kan barengan kak Vano," protes Amel.
"Maaf Non, atas perintah Mas Vino.. siswa baru yang terlambat disuruh tunggu didepan gerbang dulu. Tanpa kecuali!"
Kampret! Vino, si lempeng sialan!
Amel digiring menuju lapangan bersama satu anak cewek cupu kacamata dan berkepang dua yang gemetar ketakutan.
"Namamu siapa?" tanya Amel iba.
"I.. Idah.."
"Hei Idah, aku Amel."
Cewek itu mengangguk pelan.
"Baru hari pertama masuk sekolah langsung terlambat!!" tegur Vino dingin didepan semua murid~murid baru dan pengurus osis lainnya.
Idah hampir menangis mendengarnya, sedang Amel justru bersikap tegak menantang.
"Jelaskan alasan kalian!" perintah Vino tegas.
Dia memandang Idah, cewek itu dengan gemetar menjawab, "maaf Kak. Idah tadi.. tadi.. nolongin nenek. Dia kena musibah.."
Vino melihat ada noda darah di kemeja seragam Idah pertanda cewek itu tak berbohong.
"Kita ini manusia yang menyadari peraturan dibuat oleh manusia, bukan robot yang tak berperasaan. Jadi atas dasar kemanusiaan, kami membebaskanmu dari hukuman. Idah, kamu boleh masuk kedalam barisanmu!"
Wajah Idah langsung sumringah, dia menatap Vino dengan pandangan memuja.
"Makasih, Kak."
Lalu Vino mengalihkan tatapannya pada Amel, sorot matanya terlihat dingin.
"Saya tadi gak terlambat bangun, Kak Vino yang terhormat. Saya terlambat gegara membantu sesama, membangunkan seorang kakak. Kasihan karena adiknya gak peduli sama kakaknya!" Amel menyindir halus sambil tersenyum manis.
"Tak usah senyum~senyum kayak monyet mabok! Alasanmu terlalu dibuat~buat. Kita sudah memasuki jenjang sekolah tinggi, sudah harus tanggung jawab dengan tindakan yang kita ambil! Jangan salahkan orang lain karena keputusan atau kelalaian yang kita buat. Kamu.." Vino menunjuk Amel, "bersalah! Hukumannya, berdiri memberi hormat didepan tiang bendera selama satu jam!"
Amel menjalankan hukumannya sambil memaki~maki Vino dan menghitungnya dalam hati, "Vino si lempeng sialan!"
1033 kali. Dia menghitungnya dalam hati.
"Aku keluarin senjata rahasiaku tahu rasa kamu!"
Amel memegang kartu AS Vino, yaitu selembar foto yang diambil saat mereka masih kecil. Fotonya bersama Vino. Dalam foto itu Amel memakai jas Vino, sedang Vino mengenakan daster kedodoran milik mamanya. Rambut Vino dikuncir tiga, wajahnya dibedakin belepotan. Muka cowok itu terlihat lucu sekali! Ceritanya, mereka sedang bermain pengantin~pengantinan. Si Vano dengan sablengnya ngerjain adiknya. Si Vino dijadikan pengantin cewek, sebaliknya Amel berperan sebagai pengantin cowoknya!
Saat itu Vino masih unyu dan cengeng. Berbeda dengan sekarang! Sikapnya dingin seperti kulkas. Seperti itu kok banyak yang naksir ya! Sewot Amel. Duh, kepala Amel jadi pusing. Tadi ia lupa sarapan gegara buru-buru membangunkan Vano, dan itu pekerjaan yang susahnya tingkat dewa!
Pandangan Amel mulai kabur, lalu berkunang~kunang. Sesaat sebelum kesadarannya hilang Amel merasa ada seseorang yang menyambar tubuhnya. Seseorang yang memakai parfum yang sangat harum baginya. Dia merasa tenteram seketika.
Malaikat kah itu?
Bersambung
Btw, ini sekuel dari cerita STEALING MARRIAGE