Alvaro berbisik di telinga istrinya dengan mesra.
"Moms, kamar yuk. Kangen."
Tivana melirik tajam. Apa~apaan sih? Baru jam setengah delapan, baru juga selesai makan.. eh, si Dad sudah mengajak ‘main’ di kamar. Idih, apa nanti kata anak~anak? Tivana melihat Vino yang asik mengecek email di hapenya, Amel yang bergelayut manja di bahu Vano, dan Vano yang memandangnya curiga sambil tersenyum tengil.
"Ngapain di kamar? Gak bosan apa?" Tiv balas berbisik.
Al pura~pura terbelalak kaget.
"Moms, kamu bosan main di kamar? Mintanya dimana? Malu ah sama kunyuk~kunyuk itu kalau kita main di luar sini."
Tuh kan, otak m***m si Dad mulai ‘on’ deh. Tivana menoyor kepala Al dengan gemas. Dasar, semakin tua semakin rakus saja!
"Mommy, Vano pegel nih," erang si Sulung manja.
"Kakak ganteng minta dipijit?" Si Amel langsung menawarkan diri.
"Apa kamu menawarkan pijat gajah? Bakal rontok tulang si Vano!" komentar Vino nyelekit.
Amel melotot geram gegara niat modusnya dilecehkan seperti itu.
Tak sadar Tiv terkekeh geli. Anak~anaknya selalu membuat hatinya terhibur setiap saat dengan ulah mereka yang konyol.
"Ayuk Moms ke kamar. Pijitin Vano ya," pinta sulungnya yang manja.
Al sontak mendelik kesal. Si tengil ini sengaja mengajak perang ya! Meski sama anak sendiri, Al tetap saja cemburuan dan tak mau mengalah.
"Eitz, jangan ambil punya Dad! Sono pijat gajah saja sama dia," Al berkata pedas sembari menunjuk Amel yang cengar~cengir tersanjung karena berasa didukung niat modusnya sama camer ganteng.
"Makasih Dad ganteng udah mendukung Amel. Kan sekalian usaha, siapa tahu bisa mendapatkan cucu buat Dad dan Papi," jawab Amel sableng.
Vano tertawa ngakak, tangannya terulur mengacak~ngacak rambut Amel. Si Vino mendecih jijik.
Mendengar kata ‘papi’ disebut, Tiv jadi teringat sesuatu.
"Amel, apa benar papimu balik ke Indo minggu depan?"
Al langsung siaga satu begitu pembahasan menyangkut diri Adrian, pesaing cintanya dulu.
"Iya Moms, mungkin Papi bakal stay agak lama disini," sahut Amel bahagia.
"Baguslah, kamu bisa pulang ke rumahmu. Jatah beras disini gak berkurang banyak lagi," sindir Al sadis.
Spontan Tiv mencubit pinggang suami kolokannya.
"Papi rencananya malah ikut menginap disini, Dad. Tenang aja Dad ganteng, ntar Papi aku suruh bawa beras sendiri dari rumah. Jadi gak mengurangi jatah beras di rumah ini," kata Amel polos.
Mata Al sontak melotot horor.
"No way! Kamu harus pulang bersama papimu. Memang kamu pikir disini penginapan umum apa?!"
Sial! Kedua anak cowoknya justru tertawa meremehkan rasa cemburunya. Alvaro berasa tercoreng wibawanya.
"Tiv, ke kamar sekarang!" perintah Al jutek. Kalau sudah memanggil nama berarti ia serius marah.
"Aku masih mau kumpul sama anak~anak, Dad. Ntar nyusul ya," Tiv berusaha mengelak tanpa sadar suaminya sedang badmood.
"Ke kamar atau kita main disini sekarang juga!" ancam Al tegas.
Wajah Tivana jadi panas seperti kepiting rebus. Duh, ampun deh punya suami vulgar model begini! Memalukan.. Tivana hanya bisa pasrah ketika Al menyeret tangannya masuk kedalam kamar mereka.
Amel memandang mereka berdua dengan rasa penasaran yang tak disembunyikan.
"Kak, emang mau main apa sih mereka berdua di kamar?" tanyanya polos pada Vano.
Uhuk. Uhuk. Uhuk.
Vino langsung tersedak dan terbatuk mendengarnya. Sok polos, padahal tadi katanya ingin membuat cucu buat dad dan papinya! Sedang Vano jadi terbahak dan menjawab ceplas~ceplos, "main kuda~kudaan!"
"Yeee.. gitu doang! Ngapain mesti di kamar? Disini juga gapapa kan!" kata Amel lugu.
Kemudian ia melirik Vino jahil.
"Vino, yuk main kuda~kudaan. Aku udah lama banget gak nungangin kamu!"
Vino tersedak lagi gegara ajakan usil Amel. Cewek ini betul-betul tak tahu malu! Atau t***l?! Masa dia kagak ngerti kata main kuda~kudaan versi 21++ ? Gak cuma ngombes doang, si Amel dengan cepat beralih dari pelukan Vano lari ke punggung Vino. Vino sampai terjatuh gegara gak siap dan Amel sungguhan menunggangi Vino, ia duduk di punggung Vino sambil menceples p****t cowok itu.
"Hiyaa.. jalan kuda!"
Vano betul~betul puas ketawa hingga perutnya kaku menyaksikan pemandangan kocak didepannya. Apalagi saat ia melihat wajah masam adik lempengnya.
"Vano, ambil gih kuda liarmu ini!" Vino menggeram kesal.
Vano menggeleng dengan gaya slengeannya hingga membuat Vino semakin geram.
Awas ya kalian berdua!
***
Pukul 23:25.
Vano melirik jam dindingnya saat hapenya berdering. Hah? Miss Jutek yang ngebel? Duh, masa dia minta diantar ke proyek nyaris tengah malam begini? Proyek sama genderuwo apa?!
"Iya, Miss?" sambut Vano sambil menguap lebar.
"Jemput saya. Sekarang juga di klub Labama."
Ceklek.
Belum sempat Vano mengucapkan sepatah katapun, bossnya yang arogan itu langsung memutuskan pembicaraan. Masa iya bertemu klien penting di klub malam?
Mestinya Vano bisa saja menolak permintaan tak masuk akal ini. Hellow, ini nyaris tengah malam lho! Masa dia masih dipaksa kerja rodi? Tak akan ada yang menyalahkannya andai dia membangkang. Tapi, jadi tak tega juga. Bagaimana jika ada p****************g yang mengganggu boss seksinya itu di klub malam? Atau dia nekat menumpang mobil cowok m***m lalu diapa-apain gitu! Vano bisa dikejar perasaan berdosa seumur hidupnya.
Shit!
Terpaksa Vano mengganti baju rumahnya dengan baju jalan. Dia mengambil kunci mobil sportnya yang mewah.. porsche putih kesayangannya. Tak efisien kan kalau ke kantor dulu untuk mengambil mobil kantor?
Sesampainya di klub Labama, Vano memarkirkan mobilnya di area parkir VVIP. Lalu ia menelpon boss juteknya.
"Miss, dimana?"
"Di lobby, Sayang.."
Ceklek.
Main putus telpon orang sesukanya lagi, si boss. Sayang? Dia memanggil Vano seperti itu. Apa si boss sedang mabuk? Pikir Vano heran bin dongkol.
Vano menemukan boss juteknya dalam kondisi riang tak terkira, alias mabuk!
"Sayang, kamu datang juga akhirnya!"
Miss juteknya tiba~tiba memeluknya dan main nyosor mengecup bibir Vano. Vano jadi tegang dibuatnya. Kenapa bibirnya terasa begitu manis?
"Miss, Anda mabuk?"
"Sayang, panggil aku Vania. Aku gak mabuk. Ayo kita pulang, kita terbang ke langit ke tujuhhh..."
Vania terkikik geli. Tangannya secara provokatif meremas junior Vano. Tentu saja Vano terperanjat. Kelakuan bossnya betul~betul gila dalam keadaan fly begini! Untung bersama dengannya, coba kalau sama cowok lain.. bahaya!
"Vania, apa~apaan ini?! Ayo, pulang sama aku!"
Mendadak seorang pria berusia awal 30-an menarik tangan Vania yang sedang memeluk Vano erat.
"Tidak!" teriak Vania menolaknya, "urusi saja Kayla-mu sana! Tidurin dia saja! Aku mau ngeseks sama sayangku ini.."
Vania lagi~lagi merapatkan tubuhnya pada Vano hingga membuat cowok itu semakin gerah. Apalagi boss seksinya ini terus menggodanya dengan mengelus dadanya dan mengecup lehernya. Sebagai cowok normal, siapa yang tak tergoda di sodori kenikmatan seperti ini?
"Vania, sudah kubilang gak ada apa~apa diantara kami. Aku masih mencintaimu dan pertunangan kita masih jalan kan!" Pria tampan itu (tapi masih jauh lebih tampan Vano!) berusaha menjelaskan.
"s**t, Baim! Kalian gak ada apa~apanya? Tapi kamu udah nidurin adik angkatku tercinta! Dan pertunangan kita sudah batal, ingat? Kini aku bebas bersama siapa saja! Ternasuk dia.."
"Demi Tuhan, Vania! Dia masih bocah! Pulang sama aku saja.."
Oke, saatnya Vano turut campur. Dia tersinggung diremehkan dengan ucapan ‘masih bocah’ dan pria ini pasti bukan pria baik. Miss juteknya bisa bahaya bila bersamanya!
"Om, gak usah ngotot lagi deh. Vania udah bilang gak minat bersama Om. Lepasin dong tangannya."
Si om melotot garang ke bocah kurang ajar di depannya.
"Bukan urusanmu, Bocah! Balik sana ke rumahmu. Minum s**u. Terus bobok," ejek si om keji.
Vano mengepalkan tangannya yang gatal ingin memukul rahang si om. Belum sempat dia berbuat apapun, Vania sudah berkata vulgar.
"Si bocah ini.. udah bisa membuahi diriku, kau tahu!"
Lagi~lagi Vania meremas juniornya, kali ini agak keras hingga Vano meringis kesakitan.
"Dan dia akan pulang sama aku. Bobok sama aku, mimik cucu juga ya Sayang.."
Vania secara provokatif menarik kepala Vano hingga tersuruk ke dadanya yang montok. Si om seperti kebakaran jenggot melihat itu, tapi Vania cuek saja. Sambil tersenyum penuh kemenangan ia menggandeng Vano.
"Ayo kita pulang dan bercinta, Sayang."
Baru jalan sedikit, badan Vania limbung. Untung Vano dengan sigap menangkapnya. Sambil menghela napas kesal, ia menggendong bossnya yang mabuk berat itu.
Di dalam mobil Vano, Vania langsung berkomentar kurang ajar, "fiuhhhh.. mobil mewah. Pasti pemberian tante girang yang miara elo."
Vano hanya melirik jengkel. Percuma diladeni. Orang mabuk gitu! Ia segera menjalankan mobilnya.
Begitu keluar dari parkiran klub Labama, ia bertanya dengan tak sabar, "Miss, mau diantar kemana?"
Tak ada sahutan. Vano melirik kesamping. Yaelah, si jutek sudah tertidur. Vano menepikan mobilnya ke pinggir jalan dan berusaha membangunkan bossnya.
"Miss... miss.."
Digoyang~goyangkannya tubuh si boss, namun cewek itu masih saja terlelap. Hati Vano berdesir melihat tubuh seksi Vania. Malam ini Vania memakai mini dress hitam yang sangat seksi karena menunjukkan lekuk~lekuk tubuhnya yang sempurna.
Sial, mau dibawa kemana cewek ini? Gak mungkin dibawa pulang kan? Bisa dikebiri om bangkot senjatanya!
***
Vano merebahkan Vania di ranjang hotel. Lalu ia melepaskan sepatu heel cewek itu. Kemudian diselimutinya tubuh Vania.
Vano berniat hendak meninggalkan kamar hotel. Baru saja dia akan berbalik, mendadak tangan Vania menyambar tangannya hingga ia terjatuh menindih cewek itu.
"Mau kemana kamu?" tanya Vania dengan suara sensualnya. Tangannya memeluk tubuh Vano erat sedang kedua kakinya membelit paha Vano.
Sial! Vano jadi tegang. Juniornya mulai bereaksi.
"Miss, tidurlah disini. Gue pulang dulu. Besok gue jemput."
"Sayang, temani aku disini. Kamu gak mau mimik cucu?"
Lagi~lagi dia menarik kepala Vano supaya mendarat di d**a semoknya.
"Miss.. andhaaa mabhokk.. janghann beghinihhh," Vano mengingatkan sambil berusaha bernapas dibalik jepitan d**a montok Vania.
"Ah, jangan sok munafik kamu! Semua cowok sama.. m***m! Pasti mau kan diajak ngeseks siapa aja!" cemooh Vania.
Vano sudah berhasil melepaskan diri dari dekapan maut Vania. Dia duduk di tepi ranjang, lalu menyurai rambutnya.
"Gue bukan munafik, mungkin gue memang m***m. Tapi gue bukan cowok b***t. Gue gak mau mengambil sesuatu yang akan elo sesali besoknya!"
Vano merapikan pakaiannya dan beranjak pergi meninggalkan godaan yang menyiksanya ini. Langkahnya terhenti saat mendengar isak tangis Vania. Ia berbalik dan kembali duduk di tempat tidur.
"Ada apa lagi Vania?" tanyanya kesal.
"Mengapa semua pria tak menginginkan diriku! Mengapa semua meninggalkan diriku.. huaaaaawww!!" Vania menangis keras.
Untung kamar hotel ini kedap suara, kalau enggak bahaya! Bisa digerebek si Vano, dikira abis merkosa anak gadis orang!
"Cup, cup, cup, Vania.. kau salah. Tak ada yang tak menginginkan dirimu, kau cantik. Kau.. ehm, seksi. Kau sempurna Vania," bujuk Vano menghibur.
"Tapi kau tak menginginkan aku, kau jijik padaku kan?" rajuk Vania memelas.
Vano meraba tengkuknya yang tak gatal. Sial, cewek ini menciptakan godaan terbesar buatnya!
"Tidak, Vania. Aku menginginkanmu. Hanya saja aku tak ingin kau menyesali semuanya besok."
"Aku tak akan menyesal! Please.. miliki aku. Sentuh aku."
Vano bimbang. Masalahnya ini juga yang pertama baginya, masa keperjakaannya diserahkan pada cewek mabuk begini? Gak romantis banget!
"Jangan-jangan.. kamu impoten?"
Kebimbangan Vano langsung raib seketika begitu mendengar tuduhan Vania. Diterjangnya tubuh Vania dengan buas, diciumnya bibir gadis itu dengan kasar. Lagi~lagi rasa manis di bibir gadis itu membuat otak Vano tumpul seketika. Ciuman kasarnya berubah lembut merayu dan b*******h pada akhirnya. Ia merasa tak pernah puas pada bibir manis itu.
Detik itu juga Vano langsung memutuskan, "kau milikku, Vania. Hanya milikku! Tak boleh ada pria lain yang menyentuhmu, kau paham?"
Vania mengangguk. Ia merasa tersanjung karena akhirnya ada cowok yang menginginkan dirinya.
"Iya, aku milikmu. Selamanya.."
"Kalau kau setuju, mari kita mulai.." Vano menyeringai culas sebelum memulai kegiatan laknatnya.
***
Vania terbangun dengan kepala berat. Dan mulutnya terasa kering. Ia hendak bangun ketika merasa ada lengan kokoh yang menahan tubuhnya.
"Mau kemana, Sayang?" terdengar suara berat nan seksi.
"Aku haus, mau ambil.." Ucapan Vania terputus saat kesadaran mulai menerpa akal sehatnya.
Ia meloncat berdiri dan menatap horor pada tubuh pria dengan pahatan sempurna bak dewa Yunani itu.
"Kauuu!!" desis Vania nyaris tak percaya.
Itu supir freelance-nya yang jadi piaraan tante girang kan?! Ngapain dia disini? Dengan kondisi telanjang! Rambutnya amat berantakan, namun justru menambah kesan seksi dan liar pada dirinya. Tak sadar Vania menelan salivanya melihat penampilan si supir brondong.
"Apa yang elo lakukan disini?" bentak Vania galak.
"Tidur. Setelah semalam nidurin elo. Atas pernintaan lo yang menghiba~hiba itu," jawab Vano tengil sembari melihat penuh nafsu pada tubuh telanjang Vania.
Vania sontak menyadari kondisi tubuhnya, dengan cepat ia menarik selimut yang ada di ranjang untuk menutupi tubuh telanjangnya. Akibatnya kini malah tubuh Vano yang terpampang jelas dengan kondisi juniornya yang siap tempur. Vania membuang mukanya dengan perasaan jengah.
"Untuk apa malu, Sayang? Bukannya semalam elo sudah menikmatinya hingga minta nambah~nambah?" goda Vano m***m.
"Bohong! Dasar gigolo!"
Vano menatap kesal pada tuduhan Vania. Ia meraih ponselnya dan memutar rekaman percakapan mereka semalam. Ia sengaja merekamnya untuk menghindari tuntutan yang tak dikehendaki.
Vania terbelalak mendengarnya. Ck! Menjijikkan sekali mendengar betapa jalang dirinya meminta Vano menyetubuhinya.
"Untung gue cuma merekam suaranya, Sayang. Coba kalau gambarnya sekalian, gimana? Idih, kenapa gak kepikiran melakukan itu semalam? Kan lumayan, bisa untuk koleksi video bokep gue," komentar Vano tengil.
"Dasar gigolo m***m! Pergilah, gue gak akan menuntut apapun. Lupakan saja semuanya.."
Tiba~tiba Vano menarik tubuh Vania hingga gadis itu kembali terjatuh ke ranjang. Didekatinya wajah Vania dan ditatapnya dengan intens.
"Jangan sekali~kali menyebut gue gigolo, Vania. Seperti elo yang tadinya masih gadis, buat gue semalam juga yang pertama. Elo udah merebut keperjakaan gue! Bagaimana kalau orangtua gue menuntut lo dengan tuduhan telah melecehkan putranya?"
Wajah Vania pias seketika. Ia lupa jika berhadapan dengan brondong yang masih dalam pengasuhan ortunya! Ini berarti bencana besar!
Bersambung