bc

Sadness in Love

book_age12+
491
FOLLOW
2.7K
READ
billionaire
forbidden
possessive
family
age gap
drama
bxg
city
office/work place
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Sean Zaviro Xander, pria tampan dan mapan berusia 21 tahun yang bekerja sebagai seorang CEO di perusahan milik keluarganya. Pria dengan sikap yang sering kali berubah-ubah itu begitu ramah, penyayang, tegas, dan berwibawa. Namun ada lagi sikapnya yang hanya ia tunjukkan pada orang terkasih, salah satunya manja dan posesif. Sean begitu mencintai 3 wanita dalam hidupnya yaitu ibunya, adik angkatnya serta kekasihnya.

Vierra Nathania Xander, gadis berusia 20 tahun itu merupakan adik angkat dari Sean. Gadis yang begitu disayangi oleh keluarga angkatnya. Rasa sayangnya pada kakak angkatnya bukan rasa sayang adik terhadap kakak, namun sebagai wanita pada pria. Ya, Vierra mencintai kakak angkatnya.

Lalu bagaimana dengan Sean? Akankah perasaan cinta Vierra terbalaskan? Dan ketika mendengar kata cinta yang Vierra ucapkan kala itu, Vierra sadar bahwa ia berada di ruang khusus dalam hati Sean, hanya sebagai adik bukan sebagai wanita.

chap-preview
Free preview
1. Awal
*** Seorang pria berumur dua puluh tahunan sedang duduk santai di ruang keluarga rumah mewahnya, bisa dibilang jika itu adalah mansionnya. Pria itu sejak tadi tak mengalihkan pandangannya dari layar televisi yang menampilkan seputar berita terbaru hari ini. Dengan sebuah cuplikan seputar CEO termuda dan terkenal yang mampu memimpin perusahaannya menjadi salah satu perusahaan terkategori sukses pada tahun ini. Seorang CEO nan tampan yang juga menjadi incaran para wanita tentunya. “Sean Zaviro Xander, seperti yang kita ketahui bahwa di—” Saat pembawa acara menyebutkan nama itu, pria yang tengah asik menonton, segera mematikan televisinya. Helaan napas kasar terdengar jelas dari dia yang menjadi penghuni ruangan itu. “Ck, apa tidak ada bahan berita lain selain aku? Dasar payah.” Ya. Pria yang sedang menonton televisi tadi bernama Sean Zaviro Xander. Pria yang tengah menjadi bahan perbincangan media karena kepiawaiannya dalam mengelola bisnis yang ayahnya wariskan serta mampu membawa perusahaannya dalam kejayaan. Tentu saja semua orang kagum dengan prestasi yang Sean capai itu. Belum sampai satu tahun memimpin perusahaannya, ia mampu menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan industri terbesar di dunia. Sean baru saja menginjak umur dua puluh satu tahun dan tujuh bulan yang lalu baru saja menamatkan sarjana pertamanya di Universitas Oxford. Ia terpaksa harus mengambil alih perusahaan yang ayahnya pimpin. Sean tentu saja menolak saat ditawarkan posisi sang ayah, namun karena sang ayah yang terus mendesaknya, mau tidak mau akhirnya Sean rela menggantikan jabatan sang ayah menjadi CEO dari perusahaan bernama Xander's Company. “Ada apa, Kak?” Seorang gadis cantik tiba-tiba datang dari arah tangga lalu mendekati Sean yang merebahkan tubuhnya di sofa. Gadis itu memiliki wajah yang oval dan terlihat simetris, sangat cantik. Hidung kecil yang mancung, bibir tipis serta mata sipitnya itu membuat kesan imut pada wajahnya. Ia tak tinggi semampai bak model papan atas, jika dibandingkan dengan Sean maka ia akan setinggi d**a pria itu. Begitu pendek untuk ukuran gadis usia dua puluh tahun. Namun, siapa peduli? Bagi Sean, gadis itu terlihat sangat imut dengan tingginya yang terbilang cukup pendek. Sean segera membenahi posisinya menjadi duduk tegap. Saat gadis itu duduk di sampingnya, raut Sean berubah menjadi begitu memelas. Pria itu bersikap manja sembari menidurkan kepalanya di atas paha sang gadis. Gadis itu mengusap rambut Sean penuh sayang. Sean terlena, lalu memejamkan matanya untuk meresapi usapan di kepalanya. “Mereka membawakan berita yang begitu melebih-lebihkan, aku tidak suka itu!” adu Sean layaknya anak kecil. Tingkahnya selalu saja berubah menjadi manja layaknya anak kecil jika dihadapkan dengan gadis ini, tapi akan berbeda lagi jika di tempat umum. Sean akan bertingkah layaknya singa yang menjaga makanannya agar tak ikut dimangsa hewan lain. Ya, begitulah sifat Sean jika berhadapan dengan gadis itu. Mendengar rengekan Sean, gadis itu terkekeh geli. “Menurut Rara, apa yang mereka katakan itu benar tentangmu, Kak.” Gadis yang menyebut namanya Rara itu tersenyum lembut. Sean membuka matanya dan menatap tajam sang gadis. Ia kembali membenahi posisinya menjadi duduk seketika. “Tidak! Itu tidak benar,” gerutu Sean. “Benar, Kak.” “Tidak, Ra!” sanggah Sean yang mulai kesal. “Tapi menurut Rara itu benar. Lihat? Kak Sean adalah pria tampan dan begitu genius. Mampu mengelola perusahaan Daddy dengan sangat baik. Oh, dan jangan lupakan bahwa kakak juga menjadi idaman para wanita di luar sana. Aish, Rara iri tau!” Sean menatap gadis itu dengan tatapan berbinar-binar, lalu tersenyum angkuh setelahnya. “Tentu saja kakakmu ini menjadi pria idaman, seorang Sean Zaviro Xander pastilah bibit unggul yang dihasilkan dari paduan kedua insan manusia, Tuan Alex dan Nyonya Mega.” Dengan bangganya, Sean membusungkan d**a dan memukulnya dengan tampang begitu angkuh. Suasana menjadi hening. Sean tersadar akan apa yang ia ucapkan, ia menatap pada gadis itu karena takut menyinggung perasaannya. Dan benar saja, gadis itu tampak murung di sampingnya. Sean menggaruk tengkuknya karena salah tingkah, dan segera memeluk gadis itu sembari menggumamkan kata maaf. “Tidak perlu minta maaf, Kak. Rara sadar diri. Rara kan hanyalah adik angkatmu yang Daddy dan Mommy ambil dari jalanan karena terlantar.” Gadis itu semakin merendahkan dirinya sendiri. “Tidak, Vierra! Bagaimana pun juga, kau tetap adik kesayanganku. Entah itu adik angkat sekalipun. Aku, Daddy, dan Mommy begitu menyayangimu. Apa kau paham itu? Jangan merendahkan dirimu lain kali, aku tidak suka.” Sean mengelus kepala adik angkatnya itu. Vierra Nathania Xander adalah nama dari gadis itu. Gadis yang menjadi adik angkat Sean sejak umur gadis itu tujuh tahun. Pertemuan tak disengaja antara Vierra dan kedua orang tua Sean itu berawal saat kedua orang tua Sean yang tengah pergi mengurus bisnis di Indonesia. Kedua orang tua Sean menemukan Vierra di pinggir jalan dengan tampang kusutnya. Gadis kecil itu menangis pilu sendirian di pinggir jalan sehingga menggetarkan hati kedua orang tua Sean. Dengan tanpa pertimbangan, Alex dan Mega segera membawa gadis itu bersama mereka, dan mengadopsinya. Ada rasa senang dan sedih saat Mega mengangkat Vierra menjadi anaknya. Ia senang karena Sean bisa mendapatkan adik seperti yang anak itu inginkan dan ia sedih karena hanya mampu memberikan adik angkat untuk anaknya itu. Sejak kecelakaan kala itu dimana Mega yang tengah mengandung anak keduanya sedang melintasi jalan raya, namun entah kenapa tiba-tiba datang sebuah mobil yang melaju kencang menuju Mega. Wanita itu sempat menghindar dan selamat dari tabrakan yang akan terjadi, namun naas ia malah terjatuh dengan perutnya sebagai tumpuan. Mega mengalami pendarahan hebat hingga menyebabkannya keguguran. Mega bahkan dikabarkan tak mampu lagi memiliki keturunan karena hal itu. Sebab itulah, Alex dan Mega tanpa ragu mengadopsi Vierra menjadi anak mereka. Mereka bahagia saat melihat Sean yang saat itu berusia delapan tahun sangat senang dengan kedatangan Vierra. Kehidupan baru Vierra dengan keluarga barunya dimulai saat itu juga. “Hah, sepertinya hari ini begitu panas. Bagaimana jika kita pergi menuju cafe favoritku?” tanya Sean untuk mengajak Vierra sedikit menghirup udara segar pagi itu. “Apa Kakak yakin? Kak Sean bukan lagi orang biasa, Kakak adalah seorang CEO terkenal sekarang. Bagaimana nanti jika Kak Sean dikerumuni oleh banyak wanita, lalu Rara yang terabaikan? Aish, Rara tidak mau. Lebih baik kita berdiam diri saja di sini,” ucap Vierra dengan mimik muka cemberut, tersenyum sinis, lalu berubah menjadi raut kesal. Ciri khas seorang Vierra jika ia sedang berbicara maka raut wajahnya itu akan berubah-ubah sesuai kondisi yang ia bicarakan. Bahkan ketika membicarakan seekor anak kucing yang terlantarkan pun, ia menggunakan mimik muka layaknya kucing yang tengah memelas. Sungguh menggemaskan, bukan? “Hey, Sayang. Apa kau lupa? Mereka hanya tau bahwa seorang pria bernama Sean Zaviro Xander adalah CEO sukses. Mereka hanya tau namaku, bukan wajahku. Ck, lagi pula Daddy merahasiakan wajahku dari segala media untuk meminimalisir serangan rival bisnis kita. Dan hanya karyawan tertentu yang tahu siapa aku sebenarnya. Lalu apalagi yang perlu kita khawatirkan?” ucap Sean. Pria itu menaik turunkan alisnya untuk membujuk sang adik. Dan benar saja, tanpa menunggu lama akhirnya Vierra mengiyakan hal itu. “Aku lemah dengan tatapanmu, Kak. Dan kuharap kau tak menunjukkan itu lagi lain kali,” gumam Vierra sembari terus menatap wajah sang kakak. Tak bisa dipungkiri bahwa Vierra begitu kagum dengan wajah yang dimiliki Sean. Wajah dengan rahang tegas serta hidung mancung dengan alis dan bulu mata yang lebat semakin membuat pesona Sean terkuar menyesakkan sekitarnya. Vierra akui jika ia juga jatuh dalam pesona sang kakak angkat. “Hey! Kau menatapku seperti singa yang ingin menerkam mangsa! Apa-apaan kau, gadis kecil!” Sean menepuk-nepuk sedikit kasar pada pucuk kepala Vierra. Membuat adik angkatnya itu segera tersadar dari lamunannya. “Dih, kepercayaan diri itu perlu tapi kalau terlalu over, itu narsis namanya!” balas Vierra dengan ketus. Bahkan ia seolah mengibarkan bendera perang pada kakaknya. “Daripada kau, gadis pendek!” Hening sejenak. “Kak...” Deg! Sean tahu dengan kondisi ini. Ia merasa deja vu. “A-apa kau sedang datang bulan, Ra? Kenapa kau begitu garang?” Dan segera dibalas anggukan oleh Vierra. Senyum beraut datar memenuhi wajah cantik Vierra hingga membuatnya menjadi sedikit menyeramkan ditambah semakin imut. Sean menegang seketika. Pria itu segera mengumpulkan segala bakat aktingnya untuk meluluhkan sang adik yang terlihat marah. Sean dengan puppy eyes nya segera memeluk lengan Vierra dengan manja. “Kak...” “Hm?” Sean mendongak menatap wajah Vierra yang datar menatapnya. Sean semakin dibuat was-was olehnya. Ia merutuki kebodohannya yang menyinggung seorang Vierra Nathania Xander yang sedang dalam keadaan menstruasi. Bisa dipastikan jika persentase kesempatannya untuk kabur dari amukan Vierra begitu sedikit. “Ka—” Sean berdiri tegap tanpa menoleh pada Vierra yang masih duduk tenang. “Ka-kakak mau... um.... mau ke anu. Ke kamar dulu, mau ganti baju. Kau juga gantilah bajumu itu. Bye! Sa-sampai jumpa di dalam mobil. Lima menit lagi, kakak akan menyusul!” Sean bergegas pergi menuju kamarnya tanpa menoleh menatap Vierra. Dan benar saja, tak semudah itu untuknya lolos dari amukan Vierra. “KAK SEAN! KEMARI KAU, PRIA TIANG LISTRIK!” teriak Vierra dengan sepenuh tenaga. Sementara itu, Sean baru saja memasuki kamarnya dan tak lupa mengunci kamar itu segera. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tak beraturan. Sean berjalan pelan menuju ranjangnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang itu. Sean menatap langit-langit kamar sembari membayangkan wajah Vierra yang tadi marah besar. Sean terkekeh sejenak dan kembali bergidik ngeri. “Kenapa bisa dia menjadi imut sekaligus menyeramkan diwaktu bersamaan?” Sean bermonolog sembari terus mengingat wajah adik angkatnya tadi. Sean menguap sejenak karena tiba-tiba rasa kantuk menghampirinya. Matanya tertutup perlahan. TOK! TOK! TOK! “KAKAK!” TOK! TOK! TOK! “SUDAH DUA JAM RARA MENUNGGU DI MOBIL! KENAPA BELUM KELUAR!” Napas Vierra memburu karena rasa kesal dan jengahnya. Emosi itu semakin membara saat tak ada sahutan dari dalam kamar Sean. Sementara Sean yang masih dengan rasa kantuknya segera berjalan gontai menuju pintu kamarnya. Saat pintu itu dibuka dan tepat saat itu juga, wajah Vierra terpampang jelas di depannya. “Kenapa, Ra?” tanya Sean dengan suara seraknya. Teramat kentara jika pria tampan itu baru saja bangun dari tidurnya. “Kak Sean tidur?” balas Vierra balik bertanya. “Hm,” deham Sean dengan rasa kantuk yang masih menyelimuti. “Kak Sean bilang akan pergi ke cafe favoritmu, lalu menyuruh Rara untuk menunggu di dalam mobil. Dan lihat? Dua jam Rara tunggu, ternyata Kak Sean tidur? Aish! Sana masuk, tidur lagi saja!” jelas Vierra dengan menggebu-gebu. Matanya berkaca-kaca kala menjelaskan hal itu. Vierra memiliki hati yang lembut, maka dari itu ketika ia memarahi orang lain dan setelahnya ia akan menangis. Bahkan ketika ia dimarahi oleh orang lain pun, ia akan menunjukkan sikap diamnya namun ketika sendirian, ia akan menangis diam-diam hingga membuatnya tanpa sadar melukai dirinya sendiri. Trauma di masa lalu membuat dirinya yang sekarang menjadi begitu rapuh. Sean sadar dari rasa kantuknya karena mendengar suara Vierra yang sedikit bergetar. Saat ia menatap Vierra yang sedang memalingkan wajah darinya, Sean terkejut. Sudut mata Vierra terlihat digenangi air mata. Rasa kalut menghinggapi Sean. “Ra...” panggil Sean begitu lembut sembari meraih pipi kanan Vierra agar wajah gadis itu menatap padanya. “Maaf ya, kakak ketiduran. Sumpah demi apapun, kakak tidak bermaksud membuatmu menunggu lama.” Vierra hanya mengangguk kecil. Sean menatap arlojinya dan ia segera menutup pintu kamarnya. “Ayo berangkat sekarang, satu setengah jam sepertinya cukup untuk kita pergi ke luar.” Sean menatap Vierra yang mendongak menatapnya. Manik mata gadis itu berubah berbinar dan seutas senyum mengembang di bibir tipisnya. “Yeay!” sorak Vierra dengan gembira. Sean bingung yang dihadapannya ini gadis berusia 20 tahun atau seorang gadis berusia 10 tahun? Kenapa begitu menggemaskan dan polos? Sean ikut tersenyum dan merangkul pundak Vierra dan berjalan beriringan menuju mobil pria itu. *** Pintu cafe terbuka dan menampilkan dua sosok manusia yang berjalan beriringan dengan senyum yang mengembang. Penghuni cafe dengan pria yang lebih mendominan menatap Vierra dengan tatapan takjub dan penuh damba. Raut ceria Vierra membuat atmosfer di dalam cafe seolah menjadi sejuk layaknya di pegunungan. Mata para pria terus saja berpusat pada Vierra. Bahkan ketika Vierra tak sengaja bersitatap dengan salah satu pria di sana, gadis itu memberikan senyum manisnya. Tanda kesopanan yang ibu angkatnya ajarkan. Namun, hal itu membuat sang pria yang menerima senyuman Vierra menjadi melayang bak di awan. Jantungnya seolah menggebu ingin keluar. Vierra berhasil membuat para pria itu jatuh cinta pandangan pertama. “Jangan senyum!” ketus Sean dengan raut datarnya menatap penuh permusuhan pada semua pria di situ. “Kenapa?” dengan raut lugu dan polosnya, membuat Sean bahkan pria di dalam sana semakin gemas. “Ck!” decak Sean malas. Sean menarik mundur salah satu kursi di sana dan mempersilahkan Vierra agar duduk. Vierra menurut dan tak menunggu waktu lama, Sean segera memesan menu favoritnya. “Kak, boleh Rara beli es krim?” tanya Vierra. “Boleh, tapi hanya porsi kecil.” Vierra bersorak senang seperti anak kecil yang dibelikan mainan oleh orang tuanya. Gadis itu segera menambah es krim dalam menu pesanannya. Dan ketika pelayan di sana sudah pergi menjauh, Vierra segera mengeluarkan ponselnya. Gadis itu memotret isi cafe, lalu memotret dirinya sendiri. Gadis itu segera mengunggahnya ke dalam akun sosial media miliknya. Tentu saja itu semua tak luput dari para pria yang terus saja mengamati Vierra tanpa gadis itu sadari. Sean yang merasa tatapannya tak mempan untuk membuat para pria di sana berhenti menatap adiknya, segera menggeser kursinya untuk semakin dekat dengan Vierra. “Ra,” panggil Sean pelan. “Kenapa?” tanya Vierra tanpa mengalihkan fokus kegiatan pada sang kakak. “Aku cemburu,” Deg! Kalimat singkat yang Sean ucapkan membuat tubuh Vierra menegang kaku. Dengan rasa kikuknya, Vierra segera mengalihkan wajahnya yang memerah dari pandangan Sean. “Ra—” Belum sempat Sean menyelesaikan kalimatnya, seorang pria tiba-tiba datang dan menghampiri Vierra. “Hai,” sapa pria itu. Vierra menengok ke kanan dan ke kiri. Lalu setelahnya menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. “Aku?” ucap Vierra. “Iya, Nona cantik. Boleh aku duduk di kursi sampingmu?” ucap pria itu. Sean hendak melarang namun Vierra lebih dulu mengizinkan. Kini raut wajah Sean berubah masam. Ia semakin kesal. “Kalau aku boleh tau, siapa dia di sampingmu itu?” tanya pria itu dengan sopan. Ia takut jika gadis yang tengah ia dekati ini ternyata telah memiliki tambatan hati. “Ka—” “Aku kekasihnya, ada apa? Lagi pula di dalam cafe ini ada banyak kursi kosong, kenapa kau harus mengganggu waktu berduaku dengan kekasihku? Pergi sana!” potong Sean dengan nada ketusnya. Vierra dan pria itu terkejut. Dengan tampang tak enaknya, pria itu izin duduk di tempat lain. “Akan ku beritahu pada Mom kalau kau tidak sopan,” ucap Vierra mengancam. “Ra, jangan pakai aku-kau. Kau terlihat beda dengan biasanya,” ucap Sean yang merasa asing dengan cara bicara Vierra. “Kak Sean bisa, kenapa Rara tidak?” tanya Vierra mendengus kesal. “Karena aku sudah dewasa dan kau itu masih anak-anak? Paham, adik kecil?” ucap Sean gemas. Vierra menggembungkan kedua pipinya. Membuat tingkat keimutan seorang Vierra semakin meningkat. Sean gemas dan segera menggigit pipi gadis itu. “Kau sangat menggemaskan,” aku Sean. Vierra berusaha menatap Sean dengan sinis, namun bukan tatapan sinis yang Sean rasa. Tatapan itu lebih ke arah tatapan anak kecil yang menatap sengit pada temannya yang hendak mengambil mainan kesayangannya. Sean menahan sikap gemasnya pada Vierra dan mengalihkan tatapannya pada minuman yang tersaji. Ia menyesapnya perlahan. Tatapan Sean berubah menjadi berseri-seri saat melihat seseorang baru saja memasuki cafe. “Kak, setelah ini kita mau ke ma—” “Bella!” panggil Sean dengan begitu semangat. Pria itu melambai-lambaikan tangannya untuk seorang perempuan bernama Bella yang baru saja memasuki cafe itu. Vierra yang menyaksikannya terus menatap binar mata yang Sean tunjukkan. Ia mendengus dan mengalihkan tatapannya dari Sean. Entah kenapa rasa tak sukanya pada Bella, sahabat sang kakak, semakin bertambah tiap harinya. Vierra beberapa kali memergoki Sean dan Bella yang saling pandang-pandangan dengan sirat mata yang tak Vierra suka. “Eh? Kalian kemari hanya berdua? Wah, kebetulan sekali aku sendirian ke sini. Boleh aku ikut bergabung?” tanya Bella dengan senyumannya. “Iya, kami hanya sekedar singgah minum di sini. Jika kau ingin gabung, silahkan. Dan kenapa kau keluar tak bilang lebih dulu padaku? Jika tau kau akan pergi keluar juga, maka kita bertiga bisa pergi bersama.” Sean memusatkan seluruh perhatiannya pada Bella hingga melupakan keberadaan adiknya, Vierra. Merasa diabaikan, Vierra mengalihkan pandangannya dari kedua sahabat itu. Sesuatu mengganjal di hatinya, tetapi ia tidak tahu itu apa. Vierra mendengus kasar tanpa disadari gadis itu. Sean menoleh pada Vierra, dan merasa bersalah karena telah mengabaikan adiknya. “Maaf, Ra. Kakak tidak bermaksud mengabaikanmu, hanya saja Bella—” “Kak Bella ke sini mau apa? Lalu, setelahnya mau kemana?" Vierra bertanya pada Bella, tak peduli jika baru saja ia bersikap tak sopan pada sang kakak karena memotong ucapan pria itu. “Sepertinya aku mengganggu waktu kakak adik kalian, ya? Oh sayang, maafkan kak Bella ya, adik kecil. Ah, pesanan kakak sudah siap, sampai jumpa.” Bella berdiri dan segera meninggalkan mereka. Vierra yang tadinya tidak bermaksud seperti apa yang dikatakan Bella pun menjadi sedikit kebingungan. Apa maksud perkataan Bella? Apa gadis seumuran kakaknya itu salah paham padanya? Atau bagaimana? “Ra, aku ingatkan sekali lagi padamu. Bertindaklah sopan pada orang yang lebih tua,” ucap Sean dengan tampang datarnya. Vierra menatap raut wajah sang kakak dengan begitu lama dan intens. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, yang pasti kakaknya serta Bella sudah salah paham padanya. “Bukan seperti itu Kak, astaga! Rara bertanya pada kak Bella, agar nanti bisa mengajaknya untuk ikut bersama kita. Jangan salah paham,” ucap Vierra menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Sean menghembuskan napasnya pelan. Pria itu kembali menyesap minumannya. Suasana diantara adik dan kakak itu menjadi canggung. Sean terus menatap pintu cafe, tempat terakhir Bella lewati tadi. “Apa menurutmu Bella baik?” tanya Sean dengan mata yang terus menatap pada pintu cafe. Vierra berdeham sejenak dan membalas pertanyaan sang kakak, “Menurut Rara, dia baik. Kak Bella pengertian dan mudah peka.” Terdengar helaan napas dari Sean. Vierra menatap lamat pada wajah sayu itu. Tiba-tiba Sean mengangkat kepalanya dan tatapan mereka terkunci satu sama lain. Vierra mampu mendengarkan detak jantungnya sendiri. Sean mengusap sudut bibir gadis itu. “Kau itu dua puluh tahun, tapi kenapa cara makanmu seperti anak usia lima tahun? Dasar ceroboh,” gerutu Sean sembari membersihkan sisa es krim yang ada di sudut bibir Vierra dan setelahnya menyentil pelan dahi adik kesayangannya itu. Vierra tak sengaja menatap seseorang yang duduk sendiri di sudut cafe. Mata Vierra berubah suram. Ia teringat masa lalunya lagi. Membuatnya bergeming cukup lama. “Kau tidak sendiri, Ra.” Vierra tersadar dari lamunannya, ia meresapi ucapan Sean barusan dan matanya membola. Gadis itu menatap Sean dengan mata yang masih melotot terlihat berseri-seri gembira. “Rara sayang Kak Sean!” Gadis itu mengucapkan kalimatnya dengan senyuman tulus dan tawa bahagianya. Relung hati Sean menghangat kala melihat kebahagiaan yang Vierra pancarkan. “Sampai kapanpun, Vierra akan selalu menjadi kesayangan Kakak. Jadi, jangan pernah merasa sendiri lagi. Okay?” Sean mengelus pipi Vierra penuh sayang. “Hm!” Vierra mengangguk semangat. “Berjanjilah untuk tidak akan meninggalkan Vierra, ya Kak?” “Ya, aku berjanji.” ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook