Viola rasa ada yang tidak beres!
Namun, kakinya terus melangkah memasuki gedung yang akan menjadi tempat dilaksanakan resepsi pernikahannya dengan Bram. Pria berusia 30 tahun yang akan menjadi suaminya. Pria yang Viola cintai meskipun mereka baru beberapa bulan ini saling mengenal dan menjalin hubungan spesial.
Ya, meskipun hanya mengenal Bram dalam hitungan bulan, Viola sudah yakin dan menaruh rasa percaya sepenuhnya bahwa Bram adalah pria yang tepat untuk menjadi suaminya, pun dirinya merupakan wanita yang tepat pula untuk Bram.
Memang tidak mudah menemukan kecocokan dengan seseorang dalam waktu singkat. Hanya saja, beginilah kenyataannya. Viola merasa cocok bersama Bram.
Sekarang waktu menunjukkan pukul enam pagi. Viola sengaja datang lebih awal karena harus merias wajahnya sekaligus memakai gaun yang beberapa waktu lalu dicobanya bersama Bram saat fitting. Ah, Viola rasa penata rias sudah menunggunya.
Gedung ini masih sepi, belum ada tamu karena memang pernikahan jadwalnya akan dilaksanakan pukul sepuluh pagi. Hanya ada beberapa tim WO yang sedang melakukan persiapan acara.
Sampai kemarin, terakhir kali Viola datang ke gedung ini, persiapan masih dilakukan. Ia tidak menaruh curiga sedikit pun meski jadwal yang seharusnya gladi resik dibatalkan dengan alasan tidak jelas. Jangankan gladi resik, Viola bahkan tidak diperkenankan masuk atau melihat persiapan lebih dekat.
Kemarin pun Viola masih berpikiran positif. Hanya saja, bagaimana dengan sekarang? Rasanya sulit untuk berpikiran seperti kemarin. Apalagi semenjak tadi malam Bram sulit sekali dihubungi.
Astaga. Viola berusaha mengenyahkan segala pemikiran negatif yang terus memenuhi otaknya.
Kaki Viola terus berjalan meski langkahnya terasa berat. Satu detik, dua detik, tiga detik ... setelah melewati pigura besar yang berisi foto kedua mempelai, kakinya perlahan mundur untuk memastikan foto yang terpajang di sana. Bagaimana tidak, pose dan fotonya tampak sangat asing. Dirinya dengan Bram memang melakukan sesi pemotretan untuk pre-wedding, tapi ia yakin tidak ada pose dan dengan kostum seperti pada gambar.
Benar saja, Viola menajamkan penglihatannya saat menyadari foto dalam pigura besar di dekat pintu masuk itu bukanlah foto dirinya dengan Bram, melainkan foto orang lain. Kenapa ini bisa terjadi? Apa pihak WO salah memajang foto? Atau mungkin Viola salah gedung?
Namun, Viola yakin dirinya tidak salah tempat. Ini adalah gedung tempat dirinya dengan Bram akan menikah. Tunggu, apa ini prank? Terlebih Bram sampai detik ini masih belum bisa dihubungi. Ya ... ini pasti prank!
"Maaf, Mbak siapa ya?" tanya seorang pria yang memakai seragam tim WO.
"Kamu serius nanya saya siapa? Saya ini calon pengantin wanita," jawab Viola. "Dan tolong jelaskan ini. Kenapa foto yang dipajang bukan foto saya dan Bram? Kenapa malah foto orang lain?" Nada bicara Viola terdengar kesal.
"Maaf, saya rasa Mbak salah tempat. Ini foto calon pengantinnya sudah benar. Dan maaf juga, saya selaku owner WO ini bahkan tidak mengenal Mbak."
"Kamu pasti bercanda. Kamu mau nipu saya?!"
"Saya serius, Mbak. Mbak tidak ada dalam list klien kami. Jadi saya rasa Mbak salah tempat, atau mungkin salah tanggal? Coba Mbak hubungi pihak WO yang komunikasi sama Mbak untuk meminta penjelasan lebih lanjut."
Dengan tangan sedikit gemetar, Viola mengambil ponselnya dalam tas. Ia lalu menghubungi pihak WO yang selalu berkomunikasi dengannya selama ini. Sebagian dari perasaannya merasa tidak enak, seolah ada firasat buruk. Namun, ia berusaha tetap tenang sebelum mengetahui fakta sebenarnya.
Selama beberapa saat Viola mencoba menelepon perwakilan WO tersebut, tapi nihil. Nomornya tidak aktif. Bahkan, foto profil w******p-nya pun hilang. Viola pun mengirimkan chat, dan centang satu. Apa nomor Viola diblokir?
Tangan Viola semakin gemetar. Bram pun sama, masih belum bisa dihubungi, centang satu dan foto profilnya ikut hilang.
Viola seketika lemas. Apa dirinya ditipu? Tapi ini sulit dipercaya, terlebih Bram mustahil melakukan ini padanya.
"Gimana, Mbak?"
Akhirnya Viola hanya menggeleng lemah. Pikiran negatifnya semakin kuat.
"Apa mereka tidak bisa dihubungi?"
Kali ini Viola mengangguk. Tepatnya mengangguk lemah.
"Maaf Mbak, sulit rasanya mengatakan ini. Tapi kemungkinan Mbak ditipu pihak WO."
Bukan ... begitu mendengar kata 'ditipu', pikiran Viola tidak langsung tertuju pada uang. Ya, yang Viola pikirkan adalah ... apakah Bram juga terlibat? Juga, bagaimana dirinya akan mengatakan pada seluruh keluarga lalu para tamu undangan yang pastinya Viola akan sangat malu.
Bagaimana ini? Seketika dunia Viola serasa runtuh. Ia pernah melihat berita viral tentang penipuan yang dilakukan WO. Hanya saja, apakah ini nyata semua hal buruk itu terjadi pada seorang Viola Alexandra?
Kepala Viola serasa ingin pecah memikirkan berbagai hal buruk terus menari-nari dalam benaknya. Tubuh Viola lunglai, rasanya lemas seolah kehilangan seluruh energinya. Bahkan, untuk menangis pun rasanya Viola sudah kehabisan tenaganya.
Sampai pada akhirnya ... tubuh Viola benar-benar ambruk. Viola sempat mendengar pria di hadapannya berusaha meraih tubuhnya yang hampir jatuh. Namun, hanya itu ingatan terakhir Viola karena setelahnya wanita itu tidak ingat apa-apa lagi. Semuanya gelap. Ya, Viola pingsan.