BAB 1
Entah sudah berapa jam Steffanus berdiri disini, di atas pelaminan dan berusaha sebisa mungkin memasang senyum manis pada ratusan tamu undangan yang telah hadir. Rasanya mulut Steff, begitu biasa ia disapa, sudah kering dan kaku. Belum lagi kakinya yang mulai pegal dan kesemutan akibat terus berdiri sedari tadi. Tidak pernah terbayang oleh nya jika menjadi seorang pengantin rasanya akan secapek ini.
Setffanus mulai melirik wanita yang berdiri disampingnya. Seorang wanita berbusana pengantin berwarna putih, dengan ekor bajunya yang menjuntai di bawah kaki sepanjang lima centi. Kondisi wanita itu tak kalah mengenaskan darinya. Berdirinya saja sudah gelisah sedari tadi. Mungkin wanita yang tak lain adalah mempelai wanitanya , juga merasa capek , sama seperti yang dia rasakan.
" Capek … hmm. " bisik Steff ditelinga wanita yang juga sedang beridiri tepat di sampingnya.
Sontak wanita itu menoleh ke arah Steffanus dengan mata yang melotot tanda jika wanita itu kesal, mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Steff. Ucapan yang lebih menyerupai sindiran daripada sebuah pertanyaan. Dan itu sanggup membuat perasaan kesal di hati mempelai wanita.
Tanpa berniat menjawab atau menimpali ucapan Steffanus, selanjutnya wanita berwajah cantik itu membuang muka tanpa mau repot-repot menatap lagi lelaki yang berdiri disampingnya. Steff hanya bisa mengulum senyum melihat tingkah wanitanya. Bagi Steff , wanita itu tampak lucu dengan raut wajah gelisah menahan pegal di kakinya. Yang Steff lihat, sang mempelai wanita sudah tidak bisa berdiri tenang, juga tak bisa lagi menopang tubuhnya akibat kaki yang terasa kebas dan pegal. Sebentar menggoyang kaki kirinya lalu sebentar lagi kaki kanan nya. Steffanus sedikit kesal melihat nya, dalam hati ia merutuki tingkah wanita itu , tidak bisakah dia berdiri tenang tanpa bergerak-gerak seperti itu.
Tatapan mata Steffanus yang sedari tadi fokus pada pengantin wanita di sebelahnya, sekarang teralih begitu saja saat ekor matanya menangkap kehadiran seseorang yang merupakan tamu undangan nya. Bukan seseorang, tapi lebih tepatnya adalah dua orang. Sepasang suami istri yang terlihat begitu serasi. Yang lelaki terlihat sangat tampan dengan jas berwarna hitam yang melekat pas di tubuh tegap nya, sementara yang perempuan dengan tangan melingkar di lengan suaminya, tampak cantik dan anggun dengan kebaya berwarna kuning gading. Sangat cocok dipadu dengan bawahan berupa rok lipat bermotif batik. Sungguh pandangan Steffanus hanya terfokus pada perempuan itu. Mungkin tak hanya Steff saja yang terpesona, melainkan beberapa tamu udangan ada juga yang tak bisa mengalihkan perhatian dari sepasang suami istri itu.
Perempuan itu, siapa lagi jika bukan Aira Maharani. Mantan staff Steffanus di kantor tempat nya bekerja. Dan Perempuan bernama Aira itu tak lain adalah istri dari Malvino Revaldy, sahabat sekaligus atasan Steffanus di kantor. PT. Revaldy’s Company merupakan perusahaan kontraktor, tempat dimana Steffanus bekerja selama lima tahun ini. Perusahaan milik keluarga Malvino Revaldy, sahabat Steffanus sejak masih sekolah di bangku Sekolah Menengah Pertama. Di perusahaan itu Steffanus menjabat sebagai seorang Manager Accounting. Dan Aira, adalah salah satu perempuan yang pernah Steffanus suka. Siapa sangka jika ternyata Aira justru menikah dengan sahabatnya, siapa lagi jika bukan Malvino. Dan Steff harus berlapang d**a menerima semuanya. Hingga pada akhirnya Steff pun memilih untuk menerima keputusan perjodohan yang dilakukan Mama Rusa.
Seseorang menepuk pundak Steff dan membawanya kedalam pelukan nya. Mereka berdua sedang berpelukan saat ini. Lebih tepatnya lelaki itu yang memeluk Steff dan menepuk-nepuk punggung nya.
" Selamat brother, akhirnya kau menikah juga. Sumpah, aku ikut senang dengan pernikahanmu ini. Pada akhirnya sahabat terbaik ku menemukan wanita pujaan hati nya. Jadi nya aku tidak akan khawatir lagi karena tidak akan ada lagi orang yang suka gangguin istriku. " kalimat sarkatis itu keluar dari mulut pria yang sedang memeluk Steff. Yang sialnya pria itulah yang diakui sebagai sahabat terbaik oleh Steff.
" Hahaha... jangan seneng dulu . Meskipun aku sudah menikah, tapi aku akan tetap menghantui hidupmu ...." Steff menyeringai menggoda sahabatnya.
" Sialan .... " Malvino memukul pelan d**a Steff dan detik berikutnya, mereka berdua tertawa bersama tanpa menghiraukan beberapa orang yang terheran melihat tingkah dua sahabat yang memiliki ketampanan luar biasa.
" Selamat ya Pak Steff..."
Aira ganti menyalami Steff memberikan ucapan selamat pada mantan atasan nya dan wanita itu juga tersenyum teramat manis untuk Steff. Membuat Steffanus untuk sesaat melupakan keberadaan pengantin perempuan yang berada di sebelahnya.
" Thank ya , Ra " baru juga Steff ingin berlama-lama merasakan kelembutan tangan Aira, Malvino sudah menarik tangan istrinya yang ada di genggaman tangan Steff.
" Nggak usah pegang lama-lama. " Malvin melotot pada sahabatnya dengan tampang menyebalkan.
Steffanus mencebik tidak suka , " Dasar pelit .... " .
Steff hanya bisa mencibir melihat tingkah posesif sahabatnya.
Tanpa menghiraukan Steff, Malvin dan Aira beralih memberikan ucapan selamat pada mempelai wanita yang berdiri di samping Steff. Hingga kepergian dua sejoli yang telah turun dari pelaminan, Andara menatap lelaki di sebelahnya dengan wajah kesal nya.
Andara Ramadhani, wanita yang baru disebut namanya oleh Steff saat ijab qobul sore tadi. Jangan berpikir jika wanita itu adik atau kakak nya Nia Ramadhani. Wanita itu hanya wanita biasa yang kebetulan bisa berjodoh dengan Steffanus. Lebih tepatnya sengaja dijodohkan .
Steff merasa semakin tidak nyaman, punggungnya sudah memanas. Dilihatnya tamu undangan sudah banyak yang meninggalkan tempat resepsi. Mata tajam nya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri nya. Pukul Sembilan malam.
Tanpa menghiraukan siapapun termasuk sang mama, Steff turun dari atas pelaminan berniat mengisi perutnya yang sudah mulai keroncongan. Biasanya di jam seperti ini dia sudah menikmati makan malam nya. Akan tetapi karena tamu undangan yang tidak sedikit jumlah nya membuat Steff harus terpaksa menahan rasa lapar dan perut yang sudah melilit minta diisi.
Menuju dimana meja prasmanan berada, Steffanus mengambil piring dan berniat mengisi piringnya, akan tetapi dia teringat dengan Andara yang tadi ia tinggalkan di atas pelaminan. Mata Steff menyisir ke seluruh penjuru ruangan, tatapan matanya menangkap pelaminan yang kosong tidak ada siapa siapa disana. Berpikir sejenak kemana perginya Andara.
Dan Steff menangkap sosok Dara yang sedang duduk di kursi. Tubuh perempuan itu sedikit membungkuk. Steff masih mengawasi dengan piring yang masih berada di tangan nya. Oh, rupanya Dara sedang memijit kaki nya. Steff berdecak, bahkan bukan hanya wanita itu saja yang merasa kakinya pegal, tapi dirinya juga. Begitulah pemikiran Steff dalam hati.
Tanpa berniat menghiraukan Dara, Steff kembali pada tujuan awalnya, yaitu makan malam. Mulai memilih milih makanan yang ingin dia makan. Dan tak terasa piringnya sudah cukup penuh terisi oleh aneka jenis makanan yang terhidang untuk para tamu undangan.
Steff membawa piring berisi makanan dan berjalan menghampiri Dara, bertepatan dengan Mama Risa yang juga sedang menghampiri meja mereka.
" Kenapa Dara ? pasti capek ya. Sebentar lagi kita pulang. Nanti Dara bisa segera beristirahat di rumah, " Ucap Mama Risa khawatir pada Dara. Bahkan Steffanus memilih menyantap makanan nya tanpa memperdulikan keberadaan Dara juga Mama Risa.
Mama Risa sedikit berjongkok ikut memeriksa kaki Dara yang terliat bengkak dan Steff hanya berdecak sebal. Sebegitu perhatian nya Mama Risa pada sang menantu.
" Kaki kamu bengkak dan lecet. Sampai merah begini, " perkataan Mama Risa tertangkap di telinga Steff.
" Ini nggak papa kok, Bu ... mungkin lecet kena sepatu tadi. "
" Eh kenapa kamu memanggilku Bu ... oh tidak ... tidak ... panggil mama. Dara sudah menjadi anak mama sekarang. Jadi jangan panggil Bu lagi ya ...."
" Tapi ...." belum sempat Dara melanjutkan, mama Risa sudah menyelanya.
" Tidak ada tapi tapian ... ingat ya … panggil Mama ... oke sayang ...."
Mama Risa menatap Steff dan terbelalak mendapati anak lelakinya yang justru sedang makan dengan lahap. Pandangan mata Mama Risa terpaku pada piring berisi makanan yang sedang dilahap oleh Steffanus.
" Steff ! Bagaimana bisa kamu enak-enakan makan. Sementara istrimu lagi sakit begini kakinya. " Omelan Mama Risa tidak ditanggapi oleh Steff.
" Steff lapar, Ma. Daritadi tamu nya tidak ada habisnya ," jawab Steff masih fokus dengan makanan yang kini tersisa separoh isinya.
" Kamu kenapa makan sendirian. Ini istrimu kamu biarkan kelaparan. ". Mama Risa berdecak kesal.
“ Kalau dia lapar kan bisa ambil sendiri, Ma. “ protes nya pada mama.
" Tidak apa-apa ma, Dara bisa ambil sendiri kok. " Dara menengahi perdebatan antara Steff dan mama Risa.
" Enggak sayang. Biar suami kamu aja yang ambilin. Dara disini saja. Lagian kakimu juga bengkak begitu. Pasti susah buat jalan."
" Steff , Ayo sana ambilin istrimu makan. " Mama Risa mendelik membuat Steff dengan terpaksa segera beranjak menuju meja prasmanan. Tanpa berani protes pada mama dan hanya mengerutu dalam hati saja.
Setelah mengambil beberapa makanan, Steff kembali menemui Dara. Mama Risa sudah tidak bersamanya lagi, dan sepertinya mama sedang menemani pria tua itu.
Disodorkan piring berisi makanan pada gadis itu yang masih saja mengurut betisnya. Dara mengalihkan tatapan nya pada makanan yang sudah diletakkan di atas meja.
" Kenapa banyak sekali . Ini semua untuk ku? " Tanya nya dengan muka tak percaya.
"Hmmm ...." jawab Steff singkat.
" Tapi ini terlalu banyak untuk ku. Anda jangan bercanda. Mana mungkin aku bisa menghabiskan semua. "
" Sengaja aku mengambil porsi dobel biar aku tidak perlu bolak balik lagi. Bisa kenyang kan makan segitu. “
" Tapi juga tidak harus sebanyak ini . " Dara terus saja protes.
" Kamu ini memang jenis manusia yang tidak pandai bersyukur ya. Sudah diambilin masih saja ngomel."
Steff yang merasa kesal lebih memilih meninggalkan Dara dengan membawa piring makanan yang sudah kosong tak ada isinya.
Dara, gadis itu mendesah setelah kepergian Steff dari hadapan nya. Dia tahu jika Steff terpaksa mau menikah dengan nya. Akan tetapi Dara tak menyangka jika Steff begitu kentara menunjukan kepadanya rasa ketidak sukaan pria itu. Dara masih mengamati piring yang berisi penuh dengan makanan. Perutnya sudah lapar sepertinya, akan tetapi melihat isi piring dan membayangkan ketidak ikhlasan Steff saat mengambilnya, membuat selera makan Dara hilang begitu saja.
Perempuan itu menunduk dalam, bagaiamana kehidupan dia selanjutnya setelah bergelar sebagai Ny. Steffanus. Akankah dia sanggup menghadapi semua tingkah laku Steff yang sesuka hatinya.
Dara mengambil nafas dalam, lalu dihembuskan perlahan. Berusaha menata hati dan pikiran. Ya, Dara adalah wanita hebat dan kuat. Dia yakin bahwa semua ini akan berakhir dan pasti dia sanggup menjalani semua nya.
Selama ini dia terbiasa hidup susah dan buktinya Dara masih sanggup bertahan. Jika hanya menghadapi seorang Steffanus pun Dara berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia pasti sanggup.
Pandangan matanya kembali tertuju pada piring berisi nasi. Diulurkan tangan nya meraih sendok. Dengan perlahan Dara menyuap makanan ke dalam mulutnya. Dipejamkan matanya meresapi rasa makanan yang sedang ia kunyah.