"Della, bisa jelaskan apa yang barusan telah saya jelaskan?"
Della yang mendengar namanya dipanggil tentu saja tersentak pelan. Ia menatap dosen yang baru saja memanggil namanya dengan malu dan tersenyum canggung saat tak bisa melakukan apa yang diminta oleh dosen pengajar. Della kembali menggumamkan maaf, karena sudah sekian kali ditegur karena tak fokus selama jam kuliah. Untung saja dosen yang menjagar kali ini tidak memiliki kekejaman ekstrem pada para mahasiswa.
Della menghela napas. Akhir-akhir ini, Della memang kesulitan untuk berkonsentrasi saat kelas berlangsung. Della tidak bisa menahan diri untuk memikirkan kakaknya. Ah, sebenarnya ini bukan kali pertama Della memikirkan kakaknya. Sejak pertama kali melihat kakaknya, Della memang tidak bisa melepaskan diri untuk mengingat wajah tampan dan sikap dinginnya pada Della.
Tapi sekarang, pikiran Della itu selalu ditemani oleh degupan aneh yang sungguh membuat Della kebingungan. Degupan ini terasa menyenangkan dan membuat hatinya senang. Sayangnya, di sisi lain, Della merasa takut. Ketakutan tanpa alasan yang selalu Della rasakan. Ah, Della tidak bisa menjelaskannya dengan baik. intinya, Della selalu berdegup saat mengingat dan menggumamkan nama kakaknya itu.
"Cukup untuk kelas kali ini, kalian bisa bubar. Kecuali untuk Nona Della, tolong ikut ke ruangan saya, ucap dosen tersebut."
Dengan wajah muram, Della merapikan bukunya dan bangkit mengikuti dosen muda bernama Geon itu. Sepanjang perjalanan dari kelas hingga menuju ruangan Geon, Della tidak henti-hentinya merutuki dirinya sendiri. Akhir-akhir ini karena kehilangan fokus, Della selalu saja bertindak bodoh. Jika hal ini terus berlanjut, bisa-bisa Della akan mengecewakan ibu dan ayah angkatnya. Ya, Della sebentar lagi ujian, jika dirinya terus kehilangan fokus dan nilai ujiannya hancur, sudah dipastikan jika kedua orang tua angkat yang sangat ia sayang akan merasa sangat kecewa. Dan Della tidak mau sampai mereka kecewa seperti itu.
Tiba di ruangan Geon, Della baru saja akan duduk tapi Geon berkata," Maaf Della, sepertinya kita tidak bisa berbicara di ruangan. Aku harus segera pergi karena ada acara yang menunggu, mungkin kita bisa berbincang selama perjalanan pulang saja."
"Ya?" tanya Della bingung.
"Rumahmu satu arah dengan tempat yang aku tuju. Jadi lebih baik sekarang kita pulang bersama, bagaimana?" tanya Geon lagi.
Della terdiam beberapa saat. Ia ingat jika Ryan saat ini tengah berada di luar kota, jadi Chrissalah satu anggota klan Potente Re, yang Della kira adalah sopir pribadi Leaakan kembali mengantar jemputnya untuk sementara waktu. Sejak saat ini pun, Della memang belum tahu jika dirinya hidup di tengah-tengah klan mafia yang terkenal dengan kesadisan dan keberbahayaannya.
Della mengangguk, dan pada akhirnya kini Della dan Geon sudah berada di dalam mobil yang sama. Sebelumnya, Della sudah menghubungi Chris agar tidak menjemputnya. Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Saat ini Della mulai merasa cemas. Tentu saja Della merasa takut, jika dirinya akan mendapatkan teguran keras karena tingkahnya selama kelas tadi. Della menunduk dalam, tak berani menatap langsung pada dosennya.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Kenapa selama kelasku kamu tidak terlihat fokus?" tanya Geon pelan, seakan berusaha untuk tidak menakuti anak didiknya itu. Hal itu tentu saja membuat Della terkejut. Rupanya Geon memang dosen yang sangat baik. ia bahkan tidak marah atas sikap Della selama di kelas.
Della menggigit bibirnya. Tidak mungkin jika ia menjawab jujur, bukan? Karena alasan Della kehilangan fokus tak lain adalah Ryan. Kakaknya itu sudah tiga hari berada di luar kota karena urusan pekerjaan. Ryan pergi setelah selama dua minggu ini, Ryan bertindak semakin intim padanya. Setelah sebelumnya mencium, kini Ryan beralih pada hal lain yang selalu membuat Della merasa panas dingin. Setiap malam Ryan akan menyusup ke kamarnya dan tidur bersama setelah puas bermain dengan tubuhnya, dan membuat Della tersiksa dengan kenikmatan yang tidak dimengerti olehnya.
Meskipun terasa begitu memalukan, Della tetap tidak bisa menolak Ryan. Karena Della ingin dicintai oleh kakaknya itu, dan cara untuk dicintai oleh Ryan hanya satu yaitu menurut. Jadi semalu apa pun dan setidak masuk akal apa pun, Della akan berusaha untuk bertahan serta terbiasa akan hal itu. Hanya demi cinta dari kakaknya. Dan jika boleh jujur, Della sedikit menyukai saat Ryan dengan lembut memberikan cintanya pada Della.
"Della?" panggil Geon lagi saat melihat Della yang kembali melamun.
"Della tersentak dan tersenyum canggung pada Geon. Maaf Miste-"
"Cukup Geon saja. Usiaku dan anak didikku tidak terpaut jauh, aku juga tidak suka dipanggil seperti itu. Aku merasa sudah terlalu tua. Panggil aku seperti di kelas saja. Jadi, apa ada yang mengganggumu? Jika ada masalah kau bisa mengatakannya padaku, mungkin aku bisa membantu mencari solusinya."
Della menggeleng." Tidak Geon, aku tidak memiliki masalah apa pun. Aku hanya sedikit kurang enak badan saja," ucap Della sembari sedikit menyibak rambut cokelatnya yang terurai.
Geon mengangguk, tapi matanya tertuju pada bercak ungu kebiruan yang menghiasi leher Della. "Ah sepertinya aku yang terlalu khawatir. Tapi jika kau memang tengah ada masalah, semacam mendapat kekerasan atau ditekan oleh seseorang, aku akan siap menjadi tempatmu bercerita. Kedepannya aku harap kau bisa lebih fokus dalam kelas."
Della menoleh dan tersenyum." Terima kasih, Geon. Sepertinya kau cukup mengantarku sampai di sini," ucap Della menghentikan mobil Geon yang bahkan belum sampai di depan gerbang rumahnya.
"Kenapa?" tanya Geon, tapi tak ayal menghentikan mobilnya.
"Orang rumah sangat sensitif dengan orang asing. Terima kasih sudah mencemaskanku, terima kasih juga sudah memberikan tumpangan."
"Tidak perlu berterima kasih. Karena ini hal wajar bagiku," ucap Geon penuh arti.
Della sendiri tidak merasakan ada yang janggal. Sekali lagi dirinya mengucapkan terima kasih lalu turun dari mobil Geon. Della tetap berada di tepi jalan hingga mobil Geon melaju. Della berbalik dan masuk saat merasa mobil Geon sudah melaju cukup jauh, ia tak tahu jika kini Geon tengah mengamati dirinya melalui kaca spion mobil. Sorot mata Geon tampak aneh. Seakan-akan ada hal besar yang tengah ia sembunyikan dengan rapat dari siapa pun.
***
"Fla, Madre dan Padre ke mana?" tanya Della saat Flapelayan seniormembantunya melepas mantel.
Nyonya dan Tuan sedang menghadiri acara amal, Nona. Mereka berpesan agar Nona makan malam dan segera tidur tanpa menunggu mereka pulang.
Della menganguk dan tersenyum. Setelah mengucapkan terima kasih, Della memilih untuk naik ke kamarnya. Meskipun dirinya merupakan anak pungut, tidak ada satu pun pelayan atau pengawal yang bertindak kurang ajar padanya. Hampir semua orang tampak begitu menyanyanginya. Ah tidak, sekarang semua orang di rumah ini sudah menyayanginya, karena Ryan juga sudah menyayangi Della seperti yang lainnya.
Della menutup pintu kamarnya dan sontak terkejut saat melihat Ryan yang tengah duduk tegap di tepi ranjang, tepat menghadap dirinya yang kini memunggungi pintu kamar. "Kakak kapan pulang?" tanya Della berusaha untuk menyembunyikan rasa bahagianya karena bisa kembali melihat Ryan yang selama dua hari ini bertugas di luar kota. Tentu saja bahagia, kini Della sudah bisa kembali melihat wajah kakaknya itu.
"Kenapa? Kau tidak suka melihatku sudah kembali? Apa aku mengganggumu dengan si berengsek itu?"
Della mengerutkan keningnya. "Berengsek? Maksud Kakak?" tanya Della bingung. Ia melepas tasnya dan meletakkannya di atas meja belajar.
"Kemari Della!" perintah Ryan dengan nada rendah yang mengerikan.
Della melangkah mendekat pada Ryan. Seperti biasanya, Ryan dengan mudah membuat Della duduk di atas pangkuannya. "Apa kutinggal selama tiga hari saja sudah membuatmu lupa dengan semua peraturan yang aku buat?" tanya Ryan sembari memberikan sentuhan seringan bulu di sepanjang pipi lembut Della.
"Della masih ingat, Kak. Buktinya Della langsung pulang dan tidak pergi ke mana-mana tanpa seizin Madre atau Padre. Della berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang mungkin akan membuat Padre, Madre, dan Kakak marah.”
Manik mata Ryan menggelap. Ia mencengkram rahang Della dengan kasar dan berbisik, "Sepertinya akhir-akhir ini aku memang terlalu memanjakanmu, Della. Kau bahkan melupakan hal yang paling penting."
Della tergagap, ia mencoba mengingat hal apalagi yang mungkin ia lupakan. Tapi dirinya tetap bisa mengingat apa-apa lagi. Ryan yang melihat wajah berpikir Della tak bisa menahan diri untuk berdecak. Ia menarik wajah Della agar semakin mendekat dan berkata, "Aku sudah memperingatkanmu untuk menjaga jarak dengan para lelaki, kecuali orang-orang Padre, bukan? Lalu kenapa kau malah pulang dengan dosen sialan itu?!"
"Ge-Geon memiliki sesuatu yang harus dibicarakan dengan Della, Kak. Karena kebetulan dia memiliki acara di tempat yang searah dengan rumah, jadi Geon memutuskan untuk mengantar Della pulan sekalian," jawab Della dengan sesekali meringis karena cengkraman Ryan yang terasa semakin kuat.
"Geon? Wah tampaknya kalian begitu akrab hingga saling menyebut nama.”
Della semakin gugup. Ia sadar jika dirinya memang salah memanggil dosennya hanya dengan nama, tapi Della hanya melakukan apa yang diminta olehnya." Geon sendiri yang meminta Kak, Della awalnya juga tidak mau tapi Geon memaksa. Lagi pula, tadi Della sedang takut, jadi Della tidak memiliki kesempatan untuk menolak."
"Takut? Apa dia mengancammu?"
"Ti-tidak!" seru Della tanpa sadar mennggikan suaranya di hadapan Ryan.
"Turunkan nada bicaramu Della! Ryan menyipitkan matanya karena Della meninggikan suaranya di hadapannya. Jelas saja Ryan tidak suka Della bersikap seperti itu padanya. Della harus patuh dan bersikap manis padanya, hanya padanya.
Della menggigit bibirnya lalu kembali membuka suara. "Maksud Della, Geon sama sekali tidak mengancam Della."
"Lalu kenapa kau merasa takut?"
Della merasa enggan menjawab pertanyaan kali ini. Bisa-bisa kali ini Ryan benar-benar akan memarahinya jika tahu Della tidak belajar dengan benar. "Della, aku masih menunggu jawabanmu."
Dengan enggan Della menjawab, "Tadi Della ditegur oleh Geon. Itu karena Della tidak berkonsentrasi saat di kelas."
"Kenapa bisa seperti itu? Kau membuang uang Padre dengan sia-sia."
"Ta-tapi Della punya alasan."
"Mari kita dengarkan apa alasannya, jika tidak memuaskan maka kau akan mendapatkan sebuah hukuman. Dan jika sebaliknya, maka kau akan mendapatkan hadiah."
"Della tidak berkonsentrasi karena Kakak."
"Karena aku?" tanya Ryan bingung. Mengapa kini dirinya menjadi kambing hitam Della yang tidak bisa berkonsentrasi?
"Iya, selama kelas, Della tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan Kakak."
Mendengar penuturan Della, Ryan mematung untuk beberapa detik sebelum menyeringai mengerikan. Melihat hal itu, Della tak bisa menahan diri untuk menciut ketakutan. Della merasa sesak saat Ryan memeluknya dengan begitu erat.
“Ah, kau merindukanku,” ucap Ryan dengan nada yang terseret. Seakan-akan menegaskan jika dirinya tengah menggoda Lea secara terang-terangan.
Della ternganga. Tanpa bisa ditahan pipinya telah merona dengan indahnya. "Ti-tidak."
“Oh kau tidak merindukanku, tapi merindukan cinta dariku? "
Kini pipi Della terlihat semakin memerah. Ia baru saja akan kembali mengelak, tapi Ryan kebih dahulu membungkam Della dengan sebuah ciuman yang dalam. Meskipun ini bukan ciuman pertama Della dengan Ryan, sayangnya Della masih belum terbiasa dalam kegiatan intim ini.
"Karena jawabanmu sedikit membuatku puas, maka kali ini aku akan memberikan sebuah hadiah padamu. Yaitu cinta tahap ketiga."
Dalam sekali kedipan, Della sudah ditindih oleh Ryan. Della menolak saat Ryan akan membuka pakaiannya. Della mungkin bisa sedikit menekan rasa malunya saat dicium atau saat Ryan memainkan dadanya yang masih terlapis pakaian, tapi jika harus membuka pakaiannya, Della tidak mau. Della rasa jika ini sudah keterlaluan.
"Kakak, sepertinya ada yang salah. Seharusnya tidak seperti ini. Cinta yang Kakak beri, seharusnya tidak seperti ini."
"Kau tau apa? Biar aku ingatkan satu hal Della. Dulu kau tidak mengenal dunia luar bukan? Selama tujuh belas tahun hidupmu, sebagian waktu itu kau habiskan di dalam rumah tanpa celah sedikit pun untuk mengenal mengenai kebenaran dunia ini, bukan? Dua tahun kebelakang kau memang hidup bebas dalam naungan keluarga ini, tapi kau juga belum sepenuhnya mengenal dunia.
"Jadi, aku rasa sebagai kakakmu aku memiliki sebuah kewajiban untuk mengajarkan semua hal yang belum kau ketahui. Dan salah satunya tentang cinta. Cinta yang kuajarkan, adalah cinta yang harus kau ketahui sebagai seorang wanita. Dan sekarang, waktunya kau belajar satu tahapan lagi dalam mencintai Della."
Ryan dengan mudah melucuti pakaian Della. Karena Della yang masih merasa malu dan terus berusaha berontak, Ryan dengan sengaja mengikat kedua tangan Della pada kepala ranjang. Sekarang Ryan bisa dengan leluasa melihat bagian tubuh Della yang mulus tanpa cela.
Entah kenapa meskipun ini bukan kali pertama Ryan melihat tubuh polos seorang wanita, Ryan tak bisa menahan diri untuk berdecak kagum melihat tubuh Della yang separuh telanjang. Kulit putih Della mulai memerah karena rasa yang teramat. Apalagi kini Ryan dengan tak tahu malunya mulai menunduk dan menciumi leher Della.
Kini Della rasa malunya berubah menjadi rasa takut yang teramat. Ia merasa jika kini dirinya tengah terancam. Dan ancamannya tak lain adalah Ryan. Della menjerit saat Ryan mencucup putingnya dengan kuat. Ryan meraih sesuatu dari laci nakas dan menutup bibir Della menggunakan solatip. Ryan tidak mungkin membiarkan suara jeritan Della terdengar hingga luar.
Setelah Della terbungkam, Ryan segera membuka pakaian yang masih tersisa membalut tubuh Della. Kini wajah Della telah basah oleh air matanya. "Hmpt ubht mph!" Della menggeleng histeris saat Ryan mulai membelai tubuhnya yang sensitive dan masih polos.
Ryan menyeringai senang karena melihat reaksi Della yang begitu jujur. Dengan lihai Ryan kembali memberikan sentuhan ringai yang pasti akan sulit dilupakan oleh Della. Kini bukan hanya leher serta bahu Della yang dihiasi ruam kemerahan, d**a serta perut Della telah dihiasi oleh tanda yang sama. Ryan tampak antusias melihat perubahan warna kulit Della yang baru saja ia hisap. Yang tadinya berwarn aputih s**u, seketika berubah menjadi merah menggoda.
Jika Ryan tampak bahagia, maka berbeda hal dengan Della. Gadis polos itu merasakan kegelisahan yang teramat. Tubuhnya yang ramping seakan tengah dibasuh oleh sensasi baru yang terasa aneh. Della benar-benar ingin menolaknya, tapi kondisinya saat ini sama sekali tidak memungkinkan. Tiba-tiba tubuh Della menegang dan kepalanya sedikit terangkat ketika bagian tubuh paling sensitifnya dikecup dalam sentuhan ringan. Sekujur tubuh Della merinding bukan main. Keringat membanjir membuat rambutnya yang terhampar di atas bantal basah. Della menggeleng panik saat merasakan belaian di area sensitifnya.
Gadis itu menjerit sekuat tenaga saat merasakan sensasi asing yang membuat kepalanya berdentum pusing. Della berusaha menggeliat dan menjauhkan diri dari godaan Ryan, tapi Della tidak mungkin lepas dengan mudah. Ryan memeluk kedua kakinya untuk membatasi pergerakan Della. Kini Ryan semakin gencar memberikan sentuhan-sentuhan yang membuat Della merinding bukan main.
Della merasakan bagian bawah perutnya tegang. Ada sesuatu yang asing dan memaksa untuk dikeluarkan. Sayangnya Della tidak yakin dan memilih untuk menahan halasing itu. Ryan yang menyadari gelagat aneh Della, Ryan semakin semangat menggoda Della. Dengan sekali sentuhan terbaik, Della menjerit dengan punggung melengkung.
Tubuhnya jelas berkeringat banyak. Manik matanya tampak berkabut. Suhu dingin Italia tampak tak berpengaruh pada Della. Gadis itu terengah, begitu lelah seperti baru saja berlari berkilo-kilo. Sayangnya Ryan yang tengah menyeka keringat dan air mata yang membasahi wajah mungil Della, tak mau membiarkan Della begitu saja. Dengan seringai tampannya Ryan berbisik, "Reaksi yang bagus. Sepertinya aku harus kembali memberikan hadiah lagi. Bagaimana jika kita masuk pada cinta tahap keempat? Jadi, jangan tidur Della. Malam baru akan dimulai."