Lelaki itu pun menyipitkan matanya dengan sinis. “Kalau Anda bersikap seperti itu, sama saja Anda menuduh saya tanpa bukti yang kuat.”
Gadis itu pun menyedakapkan kedua tangan di dadanya. “Saya gak merasa menuduh Anda, itu kan hanya berlaku jika Anda merasa. Kalau enggak, ya sudah gak usah sewot gitu dong lihat saya,” elak Rheana.
“Hai, sudah-sudah kalian kenapa malah mau berantem sih. Apa yang dikatakan dokter Ari itu benar, kalau kamu seakan menuduh dia, Sayang. Sudah deh, besok biar Bunda bantu cari,” sambung Anissa.
“Ih, Bunda mah orang anaknya berpendapat selalu aja bela dia terus!” Rheana pun melangkah pergi ke atas.
Anissa pun sampai geleng-geleng kepala dengan sikap dan tingkah laku anaknya yang semakin tidak karuan itu.
Pagi harinya, Rheana sudah berada di kursi kebanggaannya sebagai calon CEO cantik muda. Hari ini hatinya sedang berbunga-bunga sebab ada pemeriksaan karyawan rumah sakit yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Dia sangat yakin, jika Ari akan segera menjadi kambing hitam dari rencana ilegalnya.
Bahkan, suara ketukan pintu dari asisten kerjanya sampai tak terdengar. Gadis itu masih senyum-senyum duduk bersilang kaki dengan kursinya yang terbalik dari arah komputer.
“Ya ampun, Bos muda kenapa senyum-senyum begitu? Kasmaran lo sama dokter Ari?” celetuk Hilda.
Rheana pun memutar bola matanya dengan malas lalu memuntahkan pujian yang tidak nyata dari asistennya itu.
“Sumpah ya, Hil. Gue tuh muak tahu gak sih denger ocehan lo itu!”
Gadis berambut panjang diikat hingga setengah bahu itu pun tertawa kecil. “Gimana rencana lo? Berhasil nggak?”
“Gue harap sih rencana ini berhasil. Tadi sore konflik demi konflik sudah menuai oleh kedua orang tuaku. Aku yakin, pulang ini Ayah bakalan marah besar dengan si duda itu,” elak Rheana.
“Rhe, lo serius mau batalin nikah sama dokter Ari? Ya, gue tahu sih status dia duda. Tapi kan, pernikahannya hanya satu minggu doang. Ya kali, dia masih bersegel,” seloroh Hilda.
Rheana beranjak dari duduknya. Dia pun menyonyor kepala asisten kerjanya itu. “Mau dia segel kek udah kawahan kek, gue gak peduli! Nih ya, gue sama dia itu bagaikan gunung dan laut yang pasti jarak dan tempat kita berbeda, Hilda!”
Hilda pun sampai menggigit bibirnya. “Biasanya kan kalau perumpamaan langit dan bumi. Ini kenapa jadi gunung dan laut?”
“Udah gue ganti! Dua ribu dua puluh empat harus beda dari yang lain untuk CEO cantik seperti Rheana Azzari. Kalau lo mau ambil aja tuh si duda,” tawar Rheana.
Kedua bola mata gadis itu pun terbelalak mendengar penawaran dari asisten kerjanya. Namun, dia pun tidak mungkin menerimanya sebab jika sudah menjadi keputusan bos besarnya tak akan ada yang mengubahnya.
“Nggak ah, nanti Pak Refal ngamuk lagi ke gue. Tapi kenapa sih, lo tuh kayak gak suka banget sama dokter Ari? Setahu gue, dia orangnya baik kok cekatan, rajin, sopan lagi kalau sama karyawan sini. Bulan kemarin aja teman gue yang pingsan ditangani sama dia di klinik. Dari mana sisi buruknya coba?” Hilda semakin penasaran dengan sosok Ari yang ditolak mentah-mentah oleh bosnya sendiri.
Rheana berkacak pinggang. “Asal lo tahu, gue tuh sejak kecil sama dia itu gak pernah akur. Pokoknya kalau gue main sama dia itu kalah terus. Makanya, dulu kalau gue main sama dia pasti ngajak Rasya soalnya dia yang belain gue. Udah gitu, dia udah bocorin kesalahan Vito ke orang tuaku. Jadi setelah pulang dari malam itu, dia pun udah kayak males banget anterin gue. Lo bayangin diri lo sendiri aja deh, jujur gue dendam banget tahu gak sih!”
Gadis itu pun mengambil air mineral dari galon. Dia pun duduk di sofa dengan santai sambil meneguknya. “Lo tahu gak benci sama cinta itu beda tipis. Yakin, setelah nikah lo bakalan benci sama dia?”
“Jangankan nikah, sekarang aja gue benci tujuh keliling. Ah udah deh, gue males bahas dia mulu! Lo keluar aja sekarang, males banget hari ini gue ketemu orang,” usir Rheana.
“Ck, ngusir gue lo?”
“Ya, gue usir lo! Buruan keluar sana!”
Hilda pun menunjuk dengan jemarinya, “Awas aja kalau habis ini butuh gue lagi di luar pekerjaan, gue minta persenan,” ancam Hilda.
“Udah sana keluar, atau mau gue undang satpam nih?”
Hilda pun segera keluar sebelum CEO muda itu marah dengannya yang bisa saja mempersulit izin maupun cuti.
Sepulang kerja, Rheana yang biasanya nongkrong dengan teman-temannya pun tidak mengikuti kebiasaannya.
Dia segera pulang ke rumahnya yang segera membersihkan diri sebelum menyambut ayahnya pulang.
Guyuran air shower yang menyejukan itu pun sampai membuat tubuhnya menjadi rileks.
“Aku udah gak sabar lihat si duda dimarahin sama Ayah. Aku yakin banget hari ini, dia pasti bakalan dipecat udah nyuri duit rumah sakit ratusan juta.” Gadis itu pun mengusap sabun ke tangannya dengan lembut.
Dia membayangkan jika Ari akan mendapatkan amarah dari ayahnya yang jika marah dengannya seperti singa jantan. Bahkan, Rheana sudah bosan sedari kecil selalu dimarahi ayahnya karena kenakalannya.
Berbeda dengan Rasya sebab dia sangat mirip dengan Anissa yang lebih santun, akan tetapi tetap tegas seperti ayahnya. Jika dibandingkan dengan kakaknya, dia yang sering membantah semua nasihat kedua orang tuanya.
Maka dari itu, Refal lebih mengajarkan bisnis kepada putranya sebab dia adalah calon terbesar dari perusahaan miliknya.
Setelah gadis itu usai membersihkan badan, dia pun mengintip dari sisi pintu untuk melihat ayahnya sudah sampai atau belum.
Kedua bola matanya melirik ke jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. “Sudah jam lima, kenapa mereka belum pulang?”
“Apa aku yang udah gak sabaran lihat si duda itu dimaki-maki sama Ayah?” Rheana pun menutup pintunya kembali.
Dia kan turun saat ayahnya sudah pulang.
Hanya membutuhkan waktu lima menit. Dia sudah mendengar khodam ayahnya telah keluar membuat gadis itu pun membukakan pintunya.
Refal pun menepuk tangan dengan keras agar seluruh isi rumah keluar dari sarangnya.
“Hai, ekspresi Ayah udah kelihatan banget kalau dia bakalan marah. Yes, semoga aja cara gue berhasil.” Rheana pun menuruni anak tangga yang mendengar komando dari ayahnya.
“SEMUANYA KELUAR!”
Anissa pun membuntuti suaminya dari belakang. Dia memegang lengan Refal yang nampak aura amarahnya sedang membludak tinggi. “Mas, sabar. Nanti darah tinggi kamu kumat lagi lo.”
“Bunda, Ayah gak bisa sabar kalau masalah tentang uang dan korupsi,” elak Refal.
Anissa pun hanya bisa mengelus punggung suaminya itu yang enggan untuk duduk di sofa.
“Ayah, ada apaan sih?” tanya Rheana dengan pura-pura.
“Ada berita penting! Dokter Ari sama Kakek kamu mana?”
Gadis itu pun menoleh ke belakang yang melihat kakeknya sedang didorong kursi rodanya oleh calon suaminya. “Tuh.”
“Baiklah, saya harap kalian semua karyawan di rumah saya kumpul di sini,” ucap Refal dengan tegas.
Seketika semua karyawannya pun tidak ada yang berani melihat wajah bos besarnya itu. Mereka pun hanya bisa menunduk pasrah.
Refal pun menghela napas sebentar untuk menetralkan suaranya. “Kemarin saya kehilangan pendapatan rumah sakit sampai ratusan juta, bahkan nyaris lebih dari tujuh ratus juta. Dan, setelah saya cari tahu sedari pagi di rumah sakit saya sudah menemukan siapa pelakunya.”
“Orangnya ada di sini. Saya harap kalian mengaku lebih dahulu, agar saya tetap mempertahankan kalian untuk bekerja di sini. Tapi, kalau kalian gak ada yang mau mengakui kesalahan kalian maka saya akan pecat dan membawa ke jalur hukum. Saya tidak peduli sekalipun itu keluarga saya sebab agar kalian lebih jera dalam hal yang bukan menjadi milik kalian!”
Mereka pun saling melirik dan menanyai satu sama lain. Terkecuali Ari, dia yang tidak merasa pun hanya berdiri dengan santai di belakang kursi Hartanu.
“Refal, apa kamu sudah yakin dengan siapa pelakunya? Masa sih, ada di rumah ini?” tanya Hartanu.
“Yah, aku sudah mencari dengan karyawan lainnya. Dan, duitnya itu di transfer ke rekening sendiri. Di situlah sangat terbukti untuk aku bawa ke jalur hukum,” sahut Refal.
Lelaki yang sudah sepuh itu pun mengangguk. Dia pun sudah sangat berpengalaman dalam masalah bisnis keluarganya. Cara itu adalah cara yang diterapkan Hartanu kepada menantunya. Bukan mereka itu kejam, akan tetapi hanya cara jera agar mereka kembali ke jalan yang benar.
“Sudah, tidak ada yang mau mengaku?”
“Oke, saya akan buka suara siapa dalang dalam penggelapan uang pendapatan rumah sakit saya.”
Refal pun melirik dokter muda itu yang masih berdiri dengan santai. “Orangnya adalah … kamu, dokter Ari,” ucap Refal yang membuat lelaki itu pun ternganga.
Ari pun menggeleng sebab dia tidak merasa dari tuduhan tersebut. “Om, bukan saya pelakunya. Saya tidak pernah bertindak jahat seperti itu.”
“Sekarang buka rekening kamu, kalau sampai saldonya nambah lebih dari tujuh ratus juta siap-siap polisi akan menjemput kamu,” sahut Refal dengan tegas.
“Oke. Om bisa lihat sendiri isi saldo rekening saya.” Ari pun melangkah menuju ke arah Refal.
“Sebelumnya saldo kamu isi berapa?” tanya Refal yang begitu penasaran.
“Sekitar dua puluh jutaan, Om,” sahut Ari.
Dia pun membuka aplikasi mobile banking lalu memasukkan username dan password. Dengan sekejap, isi saldo rekening itu pun menembus angka lebih dari tujuh ratus juta.
Sontak kedua bola mata Ari pun hendak melompat sebab isi saldo rekeningnya melonjak tinggi. “Hah? Kok bisa banyak begini sih?”
“Kamu mau ngelak apalagi, Dok? Kalau kamu butuh uang kenapa gak bilang kepada kami? Kami siap kok, jika kamu mau pinjam. Tapi, bukan dengan cara kamu korupsi di rumah sakit saya!” bentak Refal.
Ari pun menggeleng. Dia pun meraih tangan Refal. “Om, sungguh bukan aku pelakunya.”
“Halah, mana ada maling ngaku! Ayah, aku pokoknya gak mau ya nikah sama maling! Yang ada, rumah Ayah ini bakalan dibawa kabur sama dia!” hina Rheana.
Ari pun menoleh ke arah gadis itu. Ini pasti ulah dia. Kamu pasti sengaja kan supaya pernikahan ini gagal? Aku gak bakalan menggagalkan kamu menjadi milikku! Aku akan buat kamu bertekuk lutut padaku, Rheana! batin Ari dengan muak.
“Refal, sebaiknya kamu jangan terlalu gegabah dengan Ari. Dia itu lelaki baik pilihan Ayah untuk menikahi cucu kesayangan Ayah. Jadi, tidak akan ada yang memenjarakan Ari dan pernikahan Rheana akan tetap berjalan dengan semestinya!” elak Hartanu.
“Kek, gak lihat dia itu maling. Masa kakek tega sih, mau nikahi cucu kakek sendiri dengan maling berkedok dokter?” sambung Rheana dengan tegas.
“Jaga ucapan kamu! Kamu gak usah nyalahin orang lain, kalau kamu sendiri dalang dari masalah ini!” bentak Hartanu yang membuat gadis itu pun terperanjat.