7. Luka menganga.

1048 Words
Hari berganti, Minggu berlalu, bulan Terus berputar. Kini, Dhini telah merealisasikan rencananya dalam mendirikan sebuah booth stand di halaman parkir sebuah pusat perbelanjaan, yang berseberangan dengan wahana wisata. Dengan mengusung konsep rice bowl, dan tempatnya yang memakai bahan dasar bermaterial aluminium, Andhini memulai usahanya dengan tekad kuat dan niat baik demi kelurga. Di bantu adik dan juga ibunya, Andhini kini telah resmi meninggalkan rumah yang dulu Akmal belikan untuknya. Mobil yang dulu juga pemberian Akmal, Andhini tinggal begitu saja di rumah itu. Setelah menimbangnya dengan cukup matang, akhirnya di sinilah Andhini berada. Membuka stand booth bersama adiknya saat waktu menjelang makan siang. Semua itu bermula dari ide Andra, adik Andhini yang masih menduduki bangku SMA di kelas XI, dan benar saja, berbagai macam menu terjual habis dan laku keras. Tanpa terasa, ini adalah bulan ke lima Andhini tanpa Haidar. Wanita itu tetap tegar di usia yang masih sangat muda. Di pisahkan dari seorang putra, percayalah itu sangat menyakitkan. "Mbak Andin, aku pesen beef barbeque dua ya mbak?" Seorang kasir dari wahana wisata memesan menu makan siang. Semenjak keluar dari rumah pemberian Akmal, Andhini mengubah nama panggilannya menjadi Andin. Kini, di tempat ini lah Andhini memulai hidup yang baru bersama keluarganya. Tak jarang, ketika banyak wanita menggendong bayi mungil mereka, Andin merasa rindu terhadap Haidar. Sudah bisa apa putranya itu? "Ya, mas. Di tunggu sebentar." Senyum terus tersungging di bibirnya. Di seberang sana, tak jauh dari tempat Andin berjualan, Akmal berdiri dengan tubuh yang gagah tengah memperhatikan. Hari ini, Akmal berniat menghampiri Andin. Mempertanyakan mengapa Andin meninggalkan semua harta pemberian Akmal termasuk rumah dan mobil? Bukankah itu sudah menjadi hak Andin secara mutlak? Sebenci itukah Andin saat ini? Langkah Akmal mantap menuju stand milik Andin. Sesaat, sorot mata Andra menegang ketika netranya menangkap siluet pria yang selama ini Andin hindari. "Kak Andin, itu ...," Lirih Andra seraya memaku tatapannya terhadap sosok Akmal. Ada rasa tak suka yang Andra tunjukkan saat itu. Dulu, sosok Akmal adalah sosok yang menjadi idola Andra karna kepintaran dan kemampuannya. Namun kini, tak lagi sama. Akmal yang terdahulu telah pergi entah kemana. Yang ada di sini saat ini adalah sosok lain. "Andhin," suara Akmal yang khas dan dalam, membuat dunia Andhini terasa berhenti berputar. Sekuat tenaga Andin menggerakkan kepalanya menghadap Akmal. Ia sama sekali tak ingin terintimidasi apa lagi terperangah oleh sikap Akmal yang angkuh. "Ada apa tuan Akmal yang terhormat. Mohon maaf, saya rasa anda tidak pantas menginjakkan kaki di tempat saya berdagang yang kecil ini. Jadi saya mohon dengan sangat anda bisa tinggalkan tempat ini segera!" Ungkap Andin dengan nada suara sarkas. Akmal bukannya marah, pria itu justru terkekeh geli dengan penolakan Andin padanya. Seperti saat pertama kali mereka bertemu. "Aku kesini bukan untuk makan, melainkan untuk bertemu dengan pemilik booth stand ini. Apakah nyonya muda Akmal ini bersedia?" Akmal tersenyum angkuh. Kedua lengannya ia lipat di depan d**a. Menelisik reaksi murni yang akan keluar dari Andin. Sungguh, Ia rindu..... sungguh rindu dengan nada bicara Andin yang merajuk dan sebal padanya. "Apa maksudmu ingin menemuiku? Katakan!! Aku bahkan tak memiliki waktu banyak untuk meladeni omong kosongmu itu". Andin balas menatap sengit ke arah Akmal. Akmal merendah . Dirinya menyimpan kedua kepalan tangannya di saku celana, berjalan pelan ke belakang booth stand untuk menghampiri Andhini. Tak jauh dari mereka, beberapa wanita pelanggan Andini berdecak kagum ke arah keberadaan Akmal. "Kembalilah padaku, Andhini. Terimalah tawaranku untuk mau menikah denganku. Mari kita mulai segalanya dari awal. Aku kemari semata karna ingin mendengar ketulusan maaf darimu untukku. Demikian juga diriku. Aku mohon maafkan aku," ungkap Akmal lirih dengan langkah yang semakin mendekat ke arah Andhini. Andra yang merasa pembicaraan mereka sangat privasi, memilih menjauh pergi dari pada harus ikut campur dan terlibat. Meski sebenarnya enggan karna ia memikirkan kerapuhan hati kakaknya, Namun Andra tau bahwa kakaknya adalah wanita yang kuat dan tegar. Andra memilih untuk memasuki booth stand mereka untuk melayani pelanggan. "Huh, lucu! Kini, kau datang menawarkan pernikahan dan meminta maaf dariku. Lupakah kau, tuan Akmal? Aku mengemis, mengiba dan memohon tapi para pengawalmu yang sangar itu kau perintahkan untuk mengusirku. Aku hancur, terluka dan meratapi nestapa seorang diri, akan tetapi mantan suami siriku yang tirani itu tak pernah memikirkan perasaanku. Pulanglah, dan bahagialah bersama nyonya mu. Aku tak mau menyakiti hati wanita itu lebih dalam lagi. Antara kita tak ada apapun lagi. Aku lelah bila kau harus kembali menyakitiku baik secara fisik, maupun psikis!" Ungkapan kesakitan Andhini bak anak panah yang menghujam tajam tepat di jantung Akmal. Rasa bersalah itu kembali muncul hingga membabi buta, bersamaan rasa kerinduan dan keinginan untuk memiliki. Andhini bergetar. Dirinya seolah lupa bahwa ia harus kuat dan tegar di hadapan Akmal agar tak di pandang rapuh dan tak berdaya. "Ku mohon maafkan aku. Aku tulus dan aku benar-benar telah menyesali perbuatanku di masa lalu. Bila kau bersedia, hukum dan balas aku Andhini. aku bersedia hancur di tanganmu." Kedua kepalan tangan Akmal terulur di hadapan Andhini, menyerahkan diri layaknya kriminal yang telah di gerebek aparat kepolisian. "Pergilah tuan Akmal. Jangan membuatku kehancuranku semakin dalam lagi. Aku tak sanggup bila harus mengusik kebahagiaanmu dan istrimu. Aku juga telah membiarkan Haidar kau bawa paksa. Bukankah dulu, kau tak suka aku datang meminta pernikahan padamu? Jadi kumohon, jangan membangkitkan lagi keinginanku untuk bersamamu yang telah susah payah aku leburkan ke dalam lautan kenyataan yang tidak ku kehendaki." Andhini terisak pilu. Tubuhnya limbung ke belakang hingga dirinya meluruh ke lantai. Hati Akmal seperti teremas seketika saat itu. Bayangkan saja, kau di tolak, dan yang menolakmu benar-benar tak memberimu kesempatan. Beginikah rasa yang Andhini miliki dulu? Terluka karna terhempas kenyataan dengan penolakan keras dari orang tercinta. "Andhini aku ...." "Pergilah ... pergilah. Keberadaanmu semakin membuat rasa sakit ku berlipat ganda tuan Akmal. Bukankah aku bagimu adalah wanita lacur berselera tinggi seperti waktu itu yang kau katakan? Bahkan kau melakukan kekerasan padaku yang waktu itu mengandung darah dagingmu. Kau juga bahkan mengambil Haidar dariku. Haidar yang sempat kau bilang anak sialan seperti yang kau katakan. Anak haram yang kau sebut sebelum kau benar-benar menjatuhkan talak padaku dengan sangat kejam. Kau telah merebut paksa anak haram itu. Aku terluka, aku kecewa. Dan aku berani bertaruh kau tak akan pernah menyesali keputusanmu dan perbuatan mu. Pergilah ... pergilah!!" Andhini menunduk, seiring seorang wanita cantik yang datang dengan luka kembali menganga di hatinya. "Mas Akmal ...." Gumamnya tak percaya. **

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD