Jingga menangis sejadi jadinya. Ia tak sanggup menahan semua gejolak perasaan yang ada di dirinya. Surat ayahnya ia peluk erat. Jemma memeluk sahabatnya. Ia sangat merasakan perasaan Jingga. Lima tahun ini, ia hidup dalam perangkap para penjahat itu. Bagaimana tidak sedih? Bagaimana perasaannya tidak meledak tidak jelas? Suaminya, ternyata penjahat! Ayah mertuanya sudah menyakiti ayah kandungnya. Ayah yang begitu Jingga sayang dengan segenap hatinya. Jemma membelai punggung Jingga berulang kali. Hingga tangis Jingga perlahan berhenti dan menyisakan isak pelan. Umi bergerak ke dapur dan membuatkan teh manis untuk Jingga. "Mbak, tenangkan diri. Minum dulu teh manis ini," Umi menyodorkan teh manisnya. "Te-terima kasih Umi," Jingga mengambil cangkir dari tangan Umi dan meminumnya.