HIDUP BARU

1216 Words
Setelah satu jam perjalanan, Shanum pun tiba di lokasi rumah tersebut. Rumah sederhana dengan halaman nan hijau. Ah, suasananya segar.. Ia suka.. Meski rumah sederhana tapi terlihat asri dan bersih. Ia pun membunyikan bel pintu. Sampai seorang ibu yang cukup berumur membukakannya. "Ya.." Ibu itu tersenyum. "Ibu, perkenalkan nama saya Shanum. Saya melihat kalau rumah ibu ini menyewakan kamar kos. Apa betul?" Shanum balas tersenyum. "Ya betul.. Ko mbak bisa tahu?" Ibu itu mengerutkan keningnya. "Saya lihat iklan kos secara online bu.." Shanum menjawabnya. "Oh.. Pasti anak saya yang mengiklankannya.." Ibu itu tersenyum. "Masuk masuk.." "Nama saya Inaya. panggil saja saya Umi.. Kamu sepertinya seusia dengan anak saya..." Umi dengan ramah mempersilahkannya masuk. "Jadi, sejak enam bulan lalu, anak saya pindah dari rumah karena mendapatkan pekerjaan. Dan lokasi kantornya jauh dari sini. Akhirnya anak saya tinggal di sebuah apartemen tak jauh dari lokasi kantornya.." Umi bercerita. "Saya kesepian di rumah ini karena tinggal sendirian. Anak saya memberi saran untuk menyewakan kamarnya. Setidaknya saya tidak sendiri di rumah," Umi kembali bercerita. "Baru kemarin anak saya ke sini dan melihat kalau ternyata kamarnya belum juga ada yang menyewa. Sepertinya itu yang membuat anak saya akhirnya mengiklankan di online.." ungkapnya. "Iya.. Saya jadi yang pertama umi?" Shanum merasa kalau ini jodoh. Umi mengangguk.. "Kamar anak saya ada tangga terpisah, jadi jangan khawatir untuk akses masuk ada jalur sendiri. Mau lihat?" "Mau.." Shanum tersenyum lebar. Ia mengikuti Umi naik ke tangga khusus, dan melihat ada satu ruangan yang tidak terlalu besar, tapi cukup untuknya. Ukurannya mungkin hanya tiga kali tiga meter saja. Tapi, ada kamar mandi dalam. Selain itu, lengkap dengan perabot standar seperti tempat tidur dan lemari. Cukup untuknya! Meski.. Setelah memperhatikan, Shanum tersadar kalau tidak ada AC di ruangan itu. Pantas saja murah. Tapi, ia tidak peduli.. Toh ada jendela. Ia pun berbalik menatap Umi.. "Saya mau di sini. Umi, apa saya bisa segera menempatinya?" "Tentu saja.. Tapi, harus dibersihkan dulu, jadi tidak bisa ditempati hari ini.." Umi menjelaskan. "Tidak apa apa, saya bersihkan sendiri..!" Shanum tersenyum lebar. "Untuk pembayarannya seperti apa?" Shanum dengan hati hati bertanya. "Tiap bulan saja, tidak apa apa. Tapi di awal setidaknya p********n dua bulan.." Umi tersenyum. Shanum langsung tersenyum lebar. Ah, hanya bayar dua bulan di awal? Uangnya masih tersisa. Bisa untuk biaya hidupnya sementara belum mendapatkan pekerjaan. "Umi terima kasih banyak. Saya transfer ya.. Boleh minta rekening?" Shanum dengan antusias meminta nomor rekeningnya. "Saya catat ya, maklum orang tua. Tidak bisa lewat HP..." Umi tersenyum lebar. "Mbak Shanum kerja?" Umi pun bertanya. "Belum. Tapi saya pasti mendapatkan pekerjaan," Shanum memamerkan senyum cantiknya. "Oh.." Umi terlihat ragu ingin bertanya. Tapi, ia melihat ketulusan di mata Shanum, jadi Umi pun ikut tersenyum. Perempuan ini menyimpan kesedihan, tapi senyumnya memang menyiratkan kebahagiaan. Shanum sepertinya orang baik. Umi mengangguk, "Semoga cepat dapat pekerjaan ya.." "Terima kasih umi.." Shanum dengan reflek memeluknya. "Saya akan meninggalkan barang barang saya di sini. Dan, biar saya saja yang membersihkannya sendiri Umi. Mungkin dalam dua hari, saya akan kembali lagi ke sini. Tidak apa apa?" Shanum melepaskan pelukannya. "Iya boleh.." Umi tersenyum. Mereka berdua turun ke lantai bawah. Umi kemudian memberikan catatan untuk rekening transfer. Shanum pun dengan cepat mentransfernya. Ia tidak mau ada orang lain yang mendahuluinya. "Umi saya sudah bayar untuk dua bulan. Tolong titip dulu barang barang saya.. Itu semua penting bagi saya.." Shanum kembali memeluknya. "Iya pasti.." Umi tersenyum. "Umi tunggu kamu datang lagi." "Sekarang, saya akan pergi dulu, setidaknya kembali dalam dua hari lagi.." Shanum membungkuk dan melangkah pergi. Ia memesan taksi online dan kembali ke rumah. Saat memasuki rumah, ternyata sudah kosong. Bibik yang bersih bersih rumah dan mencuci sudah pergi. Shanum memanfaatkan kesempatan untuk membuat curriculum vitae dan surat untuk melamar pekerjaan. Ia menge-print sebanyak banyaknya. Hingga akhirnya ada lebih dari tiga puluh lima lembar. Shanum bergegas menyembunyikannya. Jangan sampai Fathir mengetahuinya. Sejak menikah, Fathir melarangnya untuk bekerja. Ia mengikuti kata kata suami karena menurutnya itu adalah bukti perhatian dari Fathir. Tapi, saat ini, setelah berpikir lagi... Sejak menikah, ia bahkan tidak lagi pernah bergaul dengan teman temannya. Fathir tidak menyukai kalau ia menemui mereka. Dan, sejak menikah, sahabat dekatnya, Jemma pun tidak pernah lagi menghubunginya. Ya, hidupnya berubah sejak menikah.. Ia selalu berpikir, untuk menjadi istri yang baik dan menurut pada suami. Tapi, ternyata, ia tersakiti.. Di era seperti ini. Kala kebebasan berpendapat dan bersuara menjadi hak setiap orang, kenapa dia tidak??? Shanum merasakan matanya berkaca kaca. TIDAK! Hentikan Shanum! Tidak ada lagi air mata.. Kamu harus tersenyum menatap masa depanmu! Ayah ibu pasti akan bahagia kalau kamu bahagia.. Shanum tersenyum lebar... Mulai hari ini, hidupnya akan menjadi lebih baik! Ia pun duduk di depan sofa, dan menyalakan televisi. Matanya membelalak melihat berita yang muncul di layar televisi. Pembaca berita membacakan : "Hari ini resmi menjadi hari pertama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Keenan Rasyid menginjakkan kaki di Sapta Pesona Building, setelah pengangkatannya oleh presiden dalam kabinet kerja baru ini. Keenan merupakan lulusan S2 dari Columbia University Jurusan Ilmu Politik, setelah sebelumnya menyelesaikan S1 di Universitas Indonesia Jurusan Manajemen. Sebelum menjadi menteri, Keenan Rasyid dikenal sebagai pebisnis handal yang berkecimpung dalam industri retail, e-commerce dan financial technology. Ia juga pemegang saham dan CEO dari PT Rasyid Nusantara Makmur. Usaha yang telah ia jalankan selama lima tahun terakhir..." Demikian pembawa berita itu membacakan narasi teksnya. Shanum terlalu shock untuk mendengar kelanjutannya.. Ia menyentuh bibirnya.. Lelaki di televisi barusan telah menciumnya kemarin. Apa itu sungguh nyata? Atau dia bermimpi? *** Pagi hari di kantor berlangsung dengan cepat. Keenan berkenalan dengan para deputi yang ada dan mendengar pemaparan program yang sudah dijalankan. Setelah pagi yang panjang.. Tak terasa hari telah siang. Waktunya makan siang.. Ya, meski ia seorang menteri. Tentu butuh waktu untuk mengisi perut bukan? Sekretarisnya yang bernama Riko menghampirinya, "Bapak mau makan siang ke luar?" "Iya, dan, mmm.. Saya mau janjian dengan teman saya.. Apa bisa bantu reserve ruangan private?" Keenan bertanya pada Riko. Hidupnya berubah sekarang. Ia tidak lagi bisa bersikap sesuka hati. Bahkan, tidak bisa memunculkan dirinya dengan bebas. "Bisa pak.. Berapa orang?" Riko bertanya. "Teman saya mungkin satu orang. Tapi, saya mau coba hubungi dulu. Nanti saya kabari lagi.." Keenan mencoba menghubungi Jemma. Jemma, "Halo.. Aku tak percaya.." Keenan, "Halo.. Tak percaya apa?" Jemma, "Seorang menteri menghubungiku!" Keenan tertawa, "Kamu tahu ini aku?" Jemma ikut tertawa, "Tahu.. Aku menyimpan nomormu. Entah kenapa, perasaanku mengatakan kalau kamu memang akan menjadi orang penting. Jadi aku menyimpannya." Keenan tersenyum, "Apa siang ini kamu kosong? Ada yang ingin aku bicarakan. Pribadi.." Jemma, "Keenan, aku sudah memiliki kekasih. Just info!" Keenan tertawa, "Ah bukan soal itu.. Aku ingin bertanya soal.. Mmm.. Soal Jingga.." Jemma terdiam beberapa saat... "Kenapa soal dia?" Keenan, "Kenapa kamu terdengar tidak suka?" Jemma, "Ah. Long history!" Keenan, "Bisa aku membicarakan soal itu? Boleh aku tahu? Ada yang mengganjal.." Jemma, "Apa?" Keenan, "Nanti aku bicarakan.. Bisa siang ini?" Jemma, "Ok.." Keenan, "Nanti aku kirimkan lokasinya. Jemma, "Ok... See you.." Keenan menutup teleponnya dan memanggil Riko untuk mengkonfirmasi reservasi di sebuah restoran. Ia pun bersiap untuk pergi.. Tak lama lagi, ia akan tahu, apa yang terjadi pada Jingga dan Jemma. Siapa tahu ini membuka kesedihan yang Jingga alami. Ah, hatiku... Keenan menyentuh dadanya. Ada sakit dan sesak ia rasakan setiap mengingat tangis Jingga. Pertemuan kemarin membuatnya semakin sulit melupakan perempuan cantik itu.. Ia pun menarik nafas panjang... Tenang Keenan, tenang... ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD