Episode 6

1054 Words
Episode 6 "A…" "A, apa? Baca ta'awudz lalu hafalkan surat al Baqarah." Maulana duduk di kursi kebesarannya sambil memeriksa dokumen yang dikirim oleh CEO di perusahaan Mizuruky, di depannya terlihat Antonio berdiri tegak sambil berusaha membaca ta'awudz. Sudah hampir 10 menit pemuda itu berdiri tanpa boleh duduk sebelum berhasil membaca ta'awudz tanpa melihat teks. "Pak, kenapa Bapak menyuruh saya menghafal Al-Qur'an?" tanya Antonio kesal gara-gara tidak bisa, bagaimana dirinya menghafal kalau membaca saja tidak bisa. Maulana menaruh berkas dokumen di meja kemudian memandang sosok siswa di depan meja. "Kamu muslim bukan?" "Tentu saja saya muslim," jawab Antonio kesal. "Lalu … kenapa membaca ta'awud saja kamu tidak bisa? Sebagai umat muslim, bukankah sudah seharusnya bisa membaca al Qur'an? Apalagi usiamu sudah dewasa." Maulana menyandarkan punggung pada kursi, memejamkan matanya sejenak ketika merasakan nyeri kembali menyerang perutnya. "Tapi …" Antonio sangat sebal dengan Wali Kelasnya itu, rasanya sangat ingin mengajar sosok pria yang lebih tua darinya. Maulana membuka matanya kembali, menegakkan tubuhnya lalu meraih kertas hps di atas meja lalu menaruh di atas mesin printer dengan posisi siap mencetak. "Antonio, membawa sajam di sekolah itu melanggar aturan. Aku akan membuatkan surat pemanggilan Wali Murid, kamu harus memberikan surat itu pada orang tuamu." "Pak, orang tua ku itu tidak akan peduli. Lagipula… ini urusan kita, dan …" Antonio memandang remeh sang Wali Kelas. "Tadi bapak sangat hebat bisa menangkis serangan ku." Maulana tersenyum kecil mendengar ucapan muridnya itu. "Tentu saja, Bapak bahkan pernah menerima serangan lebih darimu." Pria itu mengambil surat hasil cetakan lalu menuliskan nama Antonio di atasnya, kemudian memberikan tandatangan pada kertas bertuliskan nama Mizuruky Ivan. Maulana melipat surat peringatan tersebut lalu memasukkan ke dalam amplop putih dengan logo SMA Dirgantara. "Ambillah." Antonio tidak segera mengambil amplop berisi surat tersebut, enggan dan malas setiap kali menerima surat seperti itu dan hasilnya juga orang tuanya akan memberikan ancaman balik pada pihak sekolah. "Pak, saya beritahu Bapak. Percuma saja Bapak memberikan surat itu, orang tua saya akan orang yang sangat berpengaruh di lingkungan. Mereka bukan orang sembarangan seperti Bapak, saya berasal dari keluarga terpandang." Maulana tertawa mengejek."Terpandang? Tapi menurutku, justru terhina. Seorang manusia terpandang tidak akan melakukan perbuatan tercela, apalagi sampai menyerang Gurunya di kelas." “Kau…!” Dengan tanpa rasa sopan dan hormat Antonio menunjuk wajah Maulana menggunakan jari telunjuk. Pria 30 tahun itu bangkit dari tempat duduknya lalu mengangkat kepala dan memegang jari telunjuk Antonio, perlahan ia menekuk jari itu. Mata Antonio melebar merasakan tekanan kuat di jari telunjuknya, panik dan takut ketika rasa ngilu mulai merambat pada jari telunjuk itu. “Arrg!” Maulana menyeringai mendengar teriakan kesakitan dari Antonio, ia tidak mematahkan jari telunjuk itu namun hanya memberi murid tersebut pelajaran agar tidak bersikap tidak hormat pada seorang guru. “Tidak pantas bagi seorang murid bersikap tidak hormat pada gurunya.” كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ Artinya: Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Qur'an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang diminta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus untuk menjadi guru (HR Ibnu Majah). وقال النبي صلى الله عليه وسلم: من أكرم عالما فقد أكرمني، ومن أكرمني فقد أكرم الله، ومن أكرم الله فمأواه الجنة Artinya: Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barangsiapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barangsiapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga, Kitab Lubabul Hadits.” Maulana melepaskan genggaman pada jari telunjuk Antonio, bibir itu tersenyum manis kemudian membalikkan tubuh dan kembali duduk di atas kursi. Antonio memegangi telunjuk miliknya, ngilu seperti patah membuat dirinya ketakutan membalas ucapan Wali Kelasnya tersebut. “Ambillah, berikan pada orang tuamu. Kamu bisa pulang sekarang, jangan datang ke sekolah tanpa kedua orang tuamu,” kata Maulana dengan mempertahankan senyum di bibir. Dengan marah Antonio mengambil amplop tersebut lalu keluar meninggalkan ruang sang Wali Kelas. Maulana menggelengkan kepala melihat sikap muridnya, ia kembali mendesis merasakan nyeri semakin terasa. “Astaghfirullahal adzim, apa tadi aku salah makan? Tapi perasaan tidak.” *** Kembali ke Maya dan Fira Kedua gadis itu masih saling berpandangan di depan ruang guru. “Fir, sebenarnya kenapa kamu mencari Pak Ivan?” tanya Maya penasaran. Fira terdiam sejenak, dalam hati ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya khawatir pada sang Suami dan tidak ingin banyak orang tahu bahwa mereka sepasang suami istri. “Tidak apa-apa, aku hanya ada hal penting saja yang ingin kutanyakan.” “Memang apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Maya penasaran. “Tentang pelajaran pokoknya,” dusta Fira. Maya mengangguk.”Baik, ayo aku akan mengantarkanmu.” Fira mengangguk, mereka pun berjalan menuju ruangan Maulana dengan Maya sebagai pemandu. Tak lama kemudian mereka sampai, Fira menatap tak yakin pada pintu ruangan tersebut, terbuat dari kayu jati dengan ukiran naga di pintu tersebut. “Sepertinya Pak Ivan masih di dalam,” kata Maya memecahkan lamunan Fira. Fira mengintip dari balik pintu, ia dapat melihat sang Suami terlihat menahan sakit, wajah pria itu nampak pucat dan keringat dingin di keningnya. “Aku akan masuk, terimakasih sudah mengantarkan ku ke sini.” Maya mengangguk, setelah itu dia meninggalkan Fira sendiri. Fira membuka pintu ruangan tersebut lalu berjalan tanpa bicara atau memberi salah mendekati sang Suami, pupil kecoklatan itu bergulir ke arah tangan Suaminya. “Paman.” Maulana sedikit terkejut mendengar suara sang Istri, ia pun menarik kembali tangan miliknya lalu menaruh di atas meja. Pria itu mengalihkan perhatian pada Istri kecilnya. “Sayang, kenapa kamu masuk tanpa memberi salam?” Fira membalikkan tubuhnya lalu berjalan kembali ke pintu, setelah itu kembali membalikkan tubuh dan mengangkat tangan mengetuk pintu ruangan. Tok … Tok… Tok…. “Assalamualaikum.” Maulana tercengang melihat kelakuan gadis itu, ia pun tersenyum lalu melambaikan tangan memberi isyarat agar Istrinya itu mendekat. Dengan malas Fira berjalan mendekati sang Suami, seperti sudah mendapatkan sebuah pencerahan ketika gadis itu tiba-tiba duduk di atas pangkuan sang Suami. Maulana tidak menolak, tapi ia merasa heran dengan sikap manja yang datang secara tiba-tiba dari sang Istri. “Istri ku, ada apa? Apakah kamu ada masalah?” tanyanya lembut. “Satu-satunya masalah ku adalah menikah denganmu,’’ jawab Fira jutek. Maulana terkekeh pelan, ia menggerakkan tangan memeluk pinggang ramping sang Istri, menaruh dagu di bahu Istrinya. “Ada apa dengan gadisku ini? Apakah kamu mendapat masalah di hari pertama?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD