Episode 8
Dalam Islam pacaran sebelum menikah memang dilarang, karena sama saja dengan mendekati Zina.
Tidak ada alasan pacaran hanya untuk saling mengenal, pastinya ada seperti saling bergandeng tangan saat jalan berduaan, berpelukan bahkan berciuman dan itu semua dilakukan sebelum menikah, alasan itulah yang menyebabkan larangan pacaran.
Tetapi pacaran setelah menikah itu tidak masalah, karena apapun yang dilakukan pria dan wanita yang sudah sah menjadi Suami dan Istri selain kekerasan, maka semua sah -sah saja.
Ibarat kata, dosa menjadi pahala ketika dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menikah.
“Bu Indri benar sekali, saya dan Fira …” Maulana ingin mengatakan bahwa mereka sudah menikah tapi disela terlebih dahulu oleh Fira.
“Telah tidur bersama.”
Maulana tersenyum maklum mendengar ucapan sang Istri, ia yakin sekarang Indri akan berpikir kalau mereka telah berzina.
“Astaghfirullah, Pak. Saya sungguh tidak menyangka kalau Bapak yang terkenal alim ternyata melakukan perzinahan,” kata Indri syok.
“Sekarang Bu Indri sudah tahu bukan? Jadi harap jangan lagi menginginkan Suami saya,” kata Fira keceplosan.
Maulana tersenyum manis mendengar ucapan sang Istri yang mengakui pernikahan mereka, ternyata gadis itu bisa cemburu juga.
Indri mengalihkan perhatiannya pada Fira, ia mengerutkan kening seakan tidak percaya dengan ucapan murid barunya tersebut.
“Kalian berdua sudah menikah?”
Maulana menunggu jawaban dari Fira, ia penasaran jawaban apa yang akan diberikan gadis itu.
Fira terpaksa mengangguk, ia terlanjur mengatakan bahwa mereka sudah menikah, setidaknya dengan begitu Indri tidak akan lagi berharap pada sang Suami.
Maulana sangat senang melihat Fira bersedia mengakui pernikahan mereka.
“Mohon maaf, Bu Indri. Seperti yang sudah dikatakan Istri saya tadi, sekarang mohon Bu Indri mengerti. Saya tidak ada niat menikah lagi.”
Dengan perasaan kecewa, Indri mengangguk, namun ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan perhatian dari pria tampan bermata safir itu.
“Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, Assalamualaikum.”
“Wa'alaikumussalam,” jawab Maulana ramah.
Fira menatap punggung Indri tidak suka lalu menggerutu,”Dia tidak mencerminkan sikap seorang Guru, bisa-bisanya menggoda Suami orang.”
Maulana tersenyum simpul, ia kembali mengernyit menahan nyeri di perutnya.
“Sayang, jangan bicara seperti itu. Bu Indri hanya mengungkapkan perasaan saja, dia tidak melakukan apapun bukan?”
Fira mengalihkan perhatian pada sang Suami, menatap pria itu jengkel.
“Kenapa Paman membela Bu Indri?!”
“Mana ada, Istri ku. Aku hanya tidak ingin kamu buruk sangka saja pada orang, terutama dia adalah Gurumu,” jelas Maulana sabar, ia meremat perutnya yang terasa sakit.
Fira mengerutkan kening melihat ekspresi kesakitan di wajah sang Suami.”Paman, Paman kenapa?”
“Hmm, tidak ada. Mungkin tadi aku salah makan, jadi sakit perut,” jawab Maulana berusaha untuk tetap tersenyum.
Fira memperhatikan sang Suami, kening pria itu berkeringat padahal dalam ruangan ber AC, wajah putih yang biasanya selalu ada rona merah di pipinya kini nampak sangat pucat.
“Paman, aku rasa Paman sakit beneran. Aku belikan obat, ya?”
Gadis itu sangat panik melihat ekspresi pucat sang Suami, meski selalu jutek tapi sangat tidak ingin melihat pria yang telah menikahinya itu sakit.
“Tidak perlu, di ruang kesehatan ada obat pereda nyeri. Bisakah kamu ambilkan?” balas Maulana sambil menahan sakit.
Fira mengangguk, ia pun segera berlari ke luar mencari UKS.
Panik dan cemas serta putus asa mencari keberadaan ruang kesehatan, ia tersenyum lega ketika melihat papan nama UKS di depan pintu.
Fira segera berlari menuju ruangan tersebut lalu mengetuk pintu.
Tok …
Tok …
Tok …
“Ya, silahkan masuk.” Terdengar suara sahutan dari dalam.
Fira segera mendorong pintu tersebut, terlihat seorang pria berambut blonde dengan kacamata baca bertengger di hidung menatap dirinya penuh tanda tanya.
“Ada apa?”
“Pak, saya butuh obat sakit perut. Tolong berikan saya obat sakit perut,” jawab Fira sambil terengah-engah.
“Kamu sakit?” tanya pria blonde itu tidak percaya.
“Bukan, Pak. Saya tidak sakit, Pak Ivan yang sakit,” jelas Fira sedikit kesal pada pria tersebut.
Pria berambut blonde itu terkejut, tanpa mengatakan apapun dia langsung berlari keluar dengan ekspresi wajah panik dan cemas.
Fira melongo melihat sikap pria blonde itu, ia menoleh ke arah larinya si blonde tapi pria itu sudah tidak terlihat.
“Bukannya memberi ku obat, malah kabur. Dasar aneh, lebih baik aku cari sendiri saja.”
Fira melangkahkan kaki ke dalam ruang kesehatan tersebut lalu mencari tempat penyimpanan obat.
Sementara itu pria blonde itu berlari menuju ruang kerja Maulana, ia langsung membuka pintu dengan keras sambil berteriak.
“Ivan!”
Maulana menoleh ke arah pintu, menatap sahabatnya itu malas.
“Bisakah kamu tidak berteriak, Fransis?”
Pria yang dipanggil Fransis itu perlahan melangkahkan kaki mendekati Maulana, menatapnya dengan raut penuh tanda tanya.
“Murid mu mengatakan kalau kamu sakit perut, apakah itu benar?”
Maulana mengangguk.
“Sekarang bagaimana? Apakah masih sakit?” tanya Fransis khawatir.
“Masih sakit, apakah kamu datang membawakan obat untuk ku?” tanya Maulana berharap.
Fransis mengangguk, ia pun meraih tangan Maulana kemudian menariknya ke sofa panjang lalu mendorong pria tersebut hingga terjatuh dan terbaring di atas sofa.
“ Diam! Aku akan memeriksamu,” perintah Fransis.
Maulana ingin protes tapi diurungkan mengingat alasan pria blonde itu bersedia menjadi penjaga uks.
“Van, cara makanmu tidak teratur ya? Sering telat makan? Bahkan sering tidak makan?” tanya Fransis setelah memeriksa kondisi sahabatnya.
“Benar, ada apa?” tanya Maulana penasaran.
“Jadi lambungmu bermasalah, jangan lakukan kebiasaan buruk ini. Aku akan menuliskan resep untuk mu, nanti kamu tebus di apotek,” kata Fransis.
“Hmm,” jawab Maulana sambil memejamkan matanya.
Fransis mengangguk, ia pun mengeluarkan suntikan.”Tengkurep.”
“Jangan sembarangan, ini di sekolah. Sudahlah, aku tidur sebentar. Ini juga masih jam istirahat,” tolak Maulana merasa tidak enak hati kalau harus disuntik.
Fransis mengangkat kedua bahu tidak peduli.”Baiklah, aku akan kembali ke uks. Aku ingin lihat apa yang sedang dilakukan murid mu itu, dia terlihat sangat mencemaskanmu.”
Maulana hanya diam mendengar ucapan Fransis, dalam hati sangat senang mendengar sang Istri khawatir padanya.
Sementara itu…
Di UKS, Fira tersenyum lega ketika mendapat obat sakit perut, ia pun segera membalikkan tubuh.
Saat hendak mengulurkan tangan membuka pintu, ternyata pintu itu sudah dibuka dari luar oleh Fransis.
Pria dengan kulit putih bersih itu tersenyum tipis melihat ekspresi Fira kemudian bertanya,” Apakah kamu juga pengagum Ivan? Ya, seperti kebanyakan siswi di sini.”
Fira mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu, ia tidak suka ketika dirinya disamakan dengan mayoritas murid perempuan di sini, dirinya adalah seorang Istri jadi sudah sewajarnya mengkhawatirkan kondisi sang Suami.
“Tidak, aku tidak sama dengan mereka. Aku juga bukan pengagum Pak Ivan, baiklah Pak. Aku permisi dulu.”
Fransis mengangguk, ia sedikit menggeser tubuhnya memberi ruang pada gadis itu untuk lewat.