12. Best Guardian

1400 Words
"Jadi gimana ceritanya Mas Budi bisa tahu kalau kamu sedang berada di Mall?" Wira menanyakan rasa penasarannya sejak tadi kepada Ditha. "Eh iya, tahu gak Mas Wira? Tadi aku ketemu sama Mas Budi di lantai atas lho." Ditha bersemangat menceritakan pertemuannya dengan Budi tadi. "Mas Budi? Emangnya dia lagi pulang ke Kedori?" Wira balik bertanya keheranan. Perasaan kakak keduanya itu sedang sibuk mengurusi cabang perusahaan mereka yang ada di kota Pasuruan. "Nah aneh banget kan? Aku juga kaget waktu lihat dia tadi. Tumben dia pulang tanpa kasih kabar, terus lebih aneh lagi siang bolong udah keluyuran di Mall aja." Ditha semakin menambahkan hipotesis selayaknya seorang detektif. Wira terdiam sejenak, berpikir sambil meneruskan menghabiskan burger dan meneguk minuman colanya. "Terus yang lebih menghebohkan lagi, Mas Budi tadi aku pergokin lagi jalan sama cewek lho ... " "Cewek? Ah yang bener?" Wira langsung memotong ucapan Ditha dengan tidak sabar, terlihat tak percaya. Karena setahu Wira, kakak keduanya itu terlihat adem ayem saja selama ini tanpa pernah membahas tentang seorang wanita. "Iya, cewek. Siapa tadi ya namanya? Hemm ... Sherin! Iya mbak Sherin!" Ditha menjelaskan kepada Wira. "Sherin ... Sherin." Wira menyebutkan nama itu berulang-ulang, berusaha untuk menggali ingatan di dalam otaknya. "Iya Sherin. Emang kenapa? Mas Wira pernah kenal nama itu?" Ditha bertanya menyelidik, semakin penasaran dengan wanita yang tadi bersama Budi. "Kalau memang bener Sherin yang itu sih. Sherina Mulyono, dia adalah temen SMA-ku." Wira menjawab dengan sedikit ragu. Nama Sherina ini cukup banyak yang pakai kan di negara Indonesia? "Iya bener, nama lengkapnya Sherina Mulyono. Tapi kok malah temennya Mas Wira?" "Berarti mungkin bener Sherin yang itu. Aku yang ngenalin mereka berdua. Dan aku sekarang sedikit menyesal ngenalin dia ke Mas Budi." "Kok nyesel sih? Kayaknya dia wanita baik-baik kok? Cantik dan kalem lagi, cocok banget sama Mas Budi." Ditha semakin penasaran dengan cerita dibalik perkenalan Budi, Wira dan Sherin. "Justru karena dia sangat baik ...." Wira terlihat menerawang jauh mengingat masa lalu sebelum melanjutkan untuk bercerita. "Sherina Mulyono adalah temanku sejak di bangku SMP, bisa dibilang sahabat lah. Kami sering main bareng, les bareng, sampai masuk SMA yang sama pula. Nah waktu aku kelas satu SMA kan Mas Budi kelas tiga. Kami semua satu sekolahan." Wira mulai menceritakan kisah masa SMA mereka. "Waktu itu Mas Budi kan bawa mobil sendiri kalau ke sekolah, nah aku nebeng juga sama dia. Terus karena ada peraturan 3 in 1 untuk mengurangi kemacetan kota, jadilah kami mencari satu penumpang lagi. Nah si Sherin ini kebetulan rumahnya berada di satu jalur dari rumah kita ke sekolah. Jadilah kami menjemput dia untuk berangkat dan pulang sekolah bareng." "Wah udah lama banget donk berarti kalian bertiga berteman?" Ditha takjub mendengar kisah pertemanan mereka. Enak bener kalian punya temen deket cewek. Sementara aku? Boro-boro punya temen deket cowok, temen deket cewek aja gak ada? Gimana ada yang berani mendekat, kalau Ditha selalu saja dijaga kemanapun oleh orang tua dan kakaknya? Sekolah diantar jemput, saat main atau kerja kelompok ditungguin, untuk les Ditha bahkan dipangilkan guru private ke rumah. Sementara kakak-kakaknya malah bebas berangkat pulang-pergi sendiri bahkan nyetir mobil sendiri ke sekolahnya. Sungguh ketidakadilan dunia ini namanya Ferguso! Apa gunanya Ibu Kita Kartini menyuarakan emansipasi wanita kalau nasibku masih seperti ini? Batin Ditha sudah menjerit menyuarakan ketidakadilan yang nyata dia rasakan. "Aku kira hubungan mereka berdua sudah berakhir beberapa tahun yang lalu. Kenapa harus tetap dilanjutkan kalau hasilnya sama saja?" Wira mendengus kesal menanggapi hubungan percintaan Budi dan Sherin yang masih berlanjut. "Berakhir? Berakhir bagaimana?" tanya Ditha semakin penasaran. "Kamu tahu lah bagaimana orangnya Mas Budi itu. Karena dia sudah serius dengan Sherin, dia pernah membawa dan mengenalkan gadis itu kepada mama dan papa. Kamu bisa menebak apa jawaban orang tua kita waktu itu?" Wira membalikkan pertanyaan kepada Ditha. "Ditolak," Ditha dapat menebak jawaban pasti akan hubungan berbeda kasta ini. "Sebaliknya, mama dan papa malah sama sekali tidak keberatan mereka berdua untuk berpacaran ... Tapi kalau untuk pernikahan, itu perkara lain." Wira menghela napas panjang, seakan dapat merasakan juga beban berat untuk memilih calon istri bagi dirinya sendiri kelak di masa mendatang. Ditha terdiam sejenak, ikut memikirkan nasib Budi dan Sherin yang terdengar sangat sedih dan mengenaskan. Mereka berdua sudah lama saling mengenal dan mencinta, bahkan sejak mereka duduk di bangku SMA? Dan sampai saat ini pun sepertinya rasa itu masih ada di hati mereka, serta jelas terlihat di mata Ditha. Akan tetapi segala peraturan ruwet akan perbedaan status dan kasta menjadi penghalang. Keduanya boleh menjalin hubungan asmara tetapi tidak boleh untuk menikah? What the hells going on? Aturan dari negara elemen apa lagi ini? "Sebelum aku berangkat ke Australia buat kuliah sama kamu, aku pernah dengar Sherin akhirnya memutuskan Mas Budi. Karena hubungan mereka yang sudah mentok dan menabrak tembok ... Aku gak tahu kalau mereka ternyata masih berhubungan lagi sampai sekarang ini." Wira mengakhiri ceritanya tentang kakak kedua mereka. Pantas saja tadi baik Mas Budi ataupun Mbak Sherin terlihat kebingungan seperti takut akan ketahuan kalau sedang bersama. Batin Ditha teringat dengan kekikukan nyata yang dilihatnya tadi. "Kalau melihat dari sifat Mas Budi sih sepertinya dia sangat serius dengan Mbak Sherin." Ditha mengambil kesimpulan dari pembicaraan mereka. "Mas Budi kan memang selalu serius orangnya," Wira tertawa miris, tahu benar sifat Budi yang tenang pembawaannya, serta selalu serius dalam segala sesuatu. Kedua kakak beradik itu terdiam sejenak untuk berpikir. Mencoba mencerna segala kenyataan pelik yang baru saja mereka ketahui ini. "Terus Mas Wira sendiri gimana?" Ditha jadi kepikiran tentang kisah asmara dari kakak ketiganya ini. Jangan-jangan Mas Wira juga mempunyai gadis sandwich atau kekasih backstreet juga? "Aku? Mana ada." Jawab Wira tegas. "Lho kok gak ada sih? Jangan-jangan Mas Wira gak suka sama cewek ya?" Ditha jadi ngeri sendiri untuk membayangkan kakaknya yang ganteng ternyata sedikit belok dan menyimpang. "Enak aja!" Sewot Wira tidak terima dikatai sebagai pria tidak normal. "Lha terus? Kalau kamu gak cepet-cepet nyari keburu abis stok cewek cantik di kota ini lho ya." "Kok bisa habis?" "Dihabisin Mas Tyo hahaha." Ditha tergelak demi membayang berapa banyak jumlah cewek yang sedang dikencani oleh kakak pertamanya itu. Benar-benar Lananging Jagad dia, kapan seriusnya sih sama satu wanita saja? Dengan wanita yang bisa dijadikan istri? "Kalau sama Mas Tyo sih jelas kalah telak aku." Wira ikut tertawa lepas bersama Ditha. "Haaah? Kalah apanya?" "Kalah segalanya. Kalah umur, kalah body, kalah modal, kalah pengalaman." "Tapi aku tetep menang tampang kan?" Wira mengedipkan sebelah mata kepada Ditha, meminta persetujuan dan pengakuan. "Duh narsis! Tapi emang Mas Wira lebih ganteng kok. Cuma sayang jomblo, hahaha." Ditha membernarkan bahwa Wira lebih tampan menurut pendapatnya pribadi. "Eits sesama jomblo dilarang saling menghujat!" Wira mengingatkan Ditha akan statusnya sebagai sesama jomblo. "Iiiihhhh ngeselin! Aku kan jomblo karena kalian semua! Para sister compleks abnormal!" sanggah Ditha kesal. "Hahahaha," Wira semakin ngakak mendengar sanggahan Ditha. "Aku gak bakalan nikah sebelum kamu nikah duluan Dith." Wira tiba-tiba berkata dengan nada dan raut wajah sangat serius. "Aku yang akan jagain kamu bahkan setelah Mas Tyo dan Mas Budi menikah kelak. Akan kupastikan bahwa kamu menemukan seseorang yang tepat yang bisa menjagamu menggantikan kami. Akan kupastikan kamu bahagia bersama dengan orang yang kamu cintai." "Mas ... " Ditha benar-benar terharu demi mendengar ucapan Wira untuknya. "Gak perlu sampai begitu, aku sudah dewasa lho. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Ditha mengingatkan Wira bahwa dirinya bukanlah anak kecil lagi. "Bagiku kamu tetap adik kecilku yang manis. And I'll always be your best Guardian. Aku yang akan selalu menjadi penjaga terbaikmu, Dith." "Jadi kamu gak usah ragu lagi, kalau kamu ada masalah apa saja. Kalau ada orang yang nyakitin kamu atau bikin kamu nangis. Kamu bisa cari aku." Wira memberikan kesanggupan kepada Ditha. "Mas ... tapi kalau aku sudah nikah nanti, Mas Wira gak bisa ikut campur lho." Ditha mengingatkan Wira akan batasan yang seharusnya tidak dilewati sebagai saudara. "Huh kata siapa? Kalau sampai ada yang berani bikin kamu nangis atau bersedih pasti akan kutonjok dan kuhajar dia. Gak perduli dia itu pacarmu, tunanganmu atau bahkan suamimu." Wira menunjukkan bogemnya kepada Ditha. "Duh kasihan sekali calon suamiku nanti. Bisa-bisa dia jadi samsak hidup." Keluh Ditha ngeri membayangkan Bogeman mentah Wira mendarat di wajah calon suaminya kelak. "Ya makanya kamu harus bisa mencari pria yang baik sebagai pendamping hidupmu. Pria yang bisa mencintai kamu apa adanya serta menjaga dan melindungi kamu dengan baik." Wira mengungkapkan kriteria suami Ditha yang dia inginkan. "Tentu!" Ditha menyanggupi dengan mantap. Kriteria yang diminta ada semua kan pada Mas Ardi? Yosh ayo semangat buat Pepet Mas Ardi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD