10. Backstreet Relationship

1425 Words
Entah mengapa Ditha tak dapat melepaskan pandangannya dari arah Budi dan wanita yang sedang bersama kakaknya itu. Ditha mengamati lekat-lekat sang wanita. Dia terlihat kalem, cantik dan sopan, seperti wanita baik-baik. Jauh berbeda dengan sosok wanita ganjen dan berpenampilan menor yang bersama Tyo beberapa hari yang lalu. Natalie, si cewek Sandwich. Tapi kalau dilihat-lihat, wanita ini terlalu sederhana. Pakaian yang dia kenakan, tas dan sepatunya pun terlihat biasa saja. Barang dengan kualias kelas menengah yang biasa dijual di pasaran. Bukan barang branded kenamaan yang biasa dipakai oleh Ditha. Sepertinya dia bukan wanita yang terlalu memperhatikan penampilannya. Pasti bukan berasal dari golongan sultan yang sepadan dengan keluarga Sampoerna. Ditha tak mengira kalau kakak keduanya akan menjalin hubungan dengan seorang gadis yang berbeda kasta seperti ini. Bukankah nanti akan menjadi ruwet urusannya? Apalagi kalau sampai ketahuan papa mama mereka, kira-kira mereka bisa mendapat restu nggak ya? Kenapa gak cari cewek sederajat aja sih Mas Budi? Cari perkara ini namanya! Akan tetapi kalau mengingat sifat dan pembawaan Budi yang paling serius diantara kakak-kakaknya yang lain, Ditha malah jadi semakin khawatir saja. Kalau Mas Budi sudah berani bawa cewek kencan terang-terangan begini, berarti dia sudah berniat serius dengan cewek itu. Yah semoga aja lancar deh Mas. Biar cepet punya pacar, cepet nikah juga! Biar hilang satu Herder penjagaku yang resek dan menyebalkan! Ditha beranjak dari tempatnya berdiri, berjalan mendekati arah kedua orang lovie dovie itu dengan langkah sepelan mungkin. "Hai, Mas Budi!" sapa Ditha dengan tepukan agak keras di punggung untuk mengagetkan Budi. Budi yang merasa kaget karena tepukan keras di punggungnya, langsung berbalik memutar tubuhnya kearah sumber suara. Deg! Loh Ditha? Haduuhhh mampus, kenapa bocah ini bisa ada di sini siang-siang begini? Budi sempat tertegun sesaat sebelum akhirnya dapat menguasai dirinya, untuk balik menyapa. "Ditha?" Buru-buru Budi mengambil jarak, sedikit menjauh agar tidak terlalu menempel kepada wanita yang sedang bersamanya. "Lagi ngapain Mas?" tanya Ditha menyelidik. Hello kok malah nanyain itu sih? Udah jelas lagi kencan kan? Tapi Ditha ingin mendengar jawaban itu langsung dari mulut Budi. Tak ingin salah persepsi tentang siapa wanita yang sedang bersama dengan kakaknya itu. Siapa tahu dia hanya teman makan siang kayak Natalie, ceweknya Tyo kemarin kan? "Errrr, lagi pilih-pilih baju." Budi menjawab dengan sangat kikuk. Serasa ketahuan sedang selingkuh saja. Ditha dapat melihat sikap kikuk yang nyata dari gestur tubuh Budi. Wanita yang berdiri di sebelahnya juga sama saja, terlihat tidak nyaman dan gelisah. "Gak dikenalin nih ceweknya, Mas?" Lanjut Ditha bertanya dengan nada nakal dan menggoda lengkap dengan cengiran tengilnya. "Eh iya ... Ayo kenalin ini Sherin. Dan ini Ditha, adikku." Budi memperkenalkan saling memperkenalkan kedua gadis itu. "Halo, salam kenal Ditha. Namaku Sherina Mulyono." Sherin memberikan senyuman terindah dan menyodorkan sebelah tangannya untuk berkenalan. Ingin memberikan kesan baik kepada adik dari teman prianya. "Halo Mbak Sherin. Kamu ceweknya mas Budi ya?" Ditha menyambut uluran tangan Sherin, langsung menanyakan keingintahuannya tanpa basa-basi. "Aku ... Ehm ... " Sherin terlihat ragu dan kebingungan harus menjawab apa kepada pertanyaan Ditha. "Dith, kamu lagi sama siapa?" tanya Budi berusaha mengalihkan pembicaraan. Merasa bahwa pembicaraan mereka mulai merambah ke ranah tidak aman. Budi celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang yang mungkin bisa menambah runyam pertemuan tak terduga dengan Ditha ini. Takut ada seseorang lain dari Grup perusahaan Sampoerna yang akan mengetahui kalau dirinya sedang keluar bersama dengan seorang wanita. Wanita yang seharusnya masih menjadi rahasia, dalam backstreet relationship mereka. "Lagi sama Kak Yasmin." Ditha menunjukkan arah dimana Yasmin sedang berdiri menunggu dirinya. "Yaudah kamu balik lagi sama Yasmin sana, kasian dia nungguin kamu." Budi menghela napas lega, aman kalau cuma si sekretaris pribadinya Tyo. Paling parah juga Yasmin bakal lapor ke Tyo, dan tidak menjadi masalah besar karena Budi yakin bahwa kakaknya itu sudah tahu tentang hubungannya dengan Sherin. Karena tak ada yang dapat disembunyikan dari Tyo dan banyak sekali mata-matanya. "Biar Mas Budi bisa lanjut mesra-mesraan sama Mbak Sherin ya?" celetuk Ditha, keasikan menggoda Budi. "Aduh anak kecil gak usah ikut-ikutan kepo deh. Pulang sana!" Budi mulai jengah dengan sifat jahil Ditha. Dasar kamu ini, Dith! Gak bisa liat orang lain seneng sedikit apa? "Kak Yasmin, sini deh." Ditha bukannya menyingkir, malah memanggil Yasmin untuk mendekat ke arah mereka. "Lho Dith?" Budi semakin kebingungan dengan sikap adik bungsunya itu. Haduh, nambah satu lagi deh obat nyamuk pengganggu. Wah udah gak bener ini! Kayaknya lagi kumat deh si Ditha jahilnya. "Dith, kamu tadi kesini mau belanja kan? Gak kepengen beli apa-apa lagi gitu?" Budi mengamati tas plastik belanjaan di tangan Yasmin. Berharap untuk dapat mengusir kedua gadis pengganggu itu dengan sedikit sogokan. Ditha sudah tertawa cekikikan dalam hati. I got you Mas Budi! Benar dugaan Ditha kalau gadis ini pasti masih merupakan pacar rahasia Budi. Mungkin kakaknya itu belum ingin hubungannya diketahui oleh keluarga atau seluruh jajaran Sampoerna Group. Nah sekarang saatnya minta belikan sesuatu sebagai hadiah tutup mulut! "Mas, tadi aku lihat disana ada tas Hermes limited edition warna peach! Lucu banget lho! Beliin itu aja ya? Ya, ya?" Ditha mulai melancarkan aksinya memalak Budi. Lebih jauh dia juga mengedipkan mata, memberikan kode kepada Yasmin untuk meminta juga. "Saya juga mau lho, Pak. Bukan Hermes asli juga gak pa-pa deh. Tas Batam KW tiga juga gak masalah, hehe." Yasmin memberikan senyuman terindahnya biar tidak kena amukan dari Budi gara-gara mengikuti ulah jahil Ditha. Budi menghela napas panjang sebagai pelampiasan rasa kesalnya yang memuncak. Sialan bocah-bocah ini, pinter banget memanfaatkan keadaan untuk keuntungan mereka. "Yaudah ambil deh tasnya," Budi akhirnya mengalah dengan pasrah. Menuruti saja permintaan kedua preman cantik itu. Yes! Hore! Jadi begini yang namanya jatuh cinta? Ai ucink pun jadi rasa coklat? Bahkan Mas Budi yang cerdas juga jadi tak berkutik karena cinta hehe. Ditha bersorak kegirangan dalam hati. Dia langsung mengajak Yasmin pergi dan mengambil tas-tas incaran mereka sebelum Budi berubah pikiran. Budi menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal demi melihat kelakuan dua gadis muda itu. Yah mau bagaimana lagi, Ditha adiknya itu masih berusia dua puluh satu tahun. Sementara Yasmin paling juga cuma dua tahun lebih tua darinya. Sama-sama bocah nakal! Kemudian Budi teringat akan sesuatu, dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang, Wira. Bukannya hari ini seharusnya Wira yang bertugas menjemput Ditha? Kok malah dibiarin keluyuran begini sama Yasmin sih? Tanpa ada pengawalan sama sekali lagi. Gimana kalau terjadi sesuatu pada adik mereka itu? "Halo Wira? Kamu dimana sekarang?" tanya Budi begitu sambungan terhubung. "Mas Budi? Aku lagi perjalanan. Kenapa, Mas?" Suara Wira terdengar sedikit heran, kenapa Budi tiba-tiba menelpon. "Kamu kan dapat tugas buat mengantar jemput Ditha hari ini? Kok anak itu malah keluyuran di Mall sih?" Wira terdiam sejenak, bingung juga kok Mas Budi bisa tahu Ditha ada di Mall? Masa iya kakaknya itu juga sedang berada di sana? "Iya ini aku sebentar lagi sampai ke Mall. Tadi aku ke perkebunan tembakau, jadi agak telat buat jemput dia ke kantor. Daripada nungguin lama, akhirnya aku ijinkan Ditha ke Mall sama Yasmin." "Yaudah kamu buruan jemput dia di MC Do lantai satu ya. Bawa pulang langsung ke rumah." Perintah Budi sebelum menutup panggilannya kepada Wira. "Mas! Kami udah selesai nih milihnya, tinggal dibayar!" Ditha memanggil Budi dari kejauhan dengan lambaian tangan. "Kamu gak sekalian beli tas juga?" tanya Budi pada Sherin yang dari tadi hanya terdiam membisu. Merasa tak enak juga dengan keadaan yang terasa tidak menyenangkan bagi gadis itu. Yah bagaimanapun hubungan mereka berdua masih merupakan rahasia. Belum sampai pada tahap yang terlalu serius juga sebenarnya. Dan kenapa harus dirahasiakan begini? Tentu saja agar Sherin masih bisa hidup dengan normal seperti gadis biasa pada umumnya. Bukan sebagai kekasih dari putra kedua miliuner Sampoerna yang tentu akan mengundang segala perhatian publik kepada dirinya. "Gak usah ... " Sherin menjawab ringan. "Beneran?" Budi memastikan. "Iya, belikan untuk mereka saja." Tuh kan? Lagi-lagi! Sherin selalu saja menolak saat Budi ingin membelikannya sesuatu. Gadis itu sangat berbeda dari gadis lain yang banyak mendekat kepada Budi karena hartanya. Mungkin karena hal itu lah yang membuat seorang Pambudi Sampoerna bisa jatuh cinta kepada gadis sederhana itu. Budi menghampiri Ditha dan Yasmin, membayar, tagihan belanjaan mereka berdua. "Awas ya kalau kalian berdua ember," Budi mewanti-wanti kepada keduanya. "Tenang Pak, anda bisa pegang ucapan saya." Yasmin menyanggupi mantap. "Hehe pasti donk, Mas. Semoga sukses ya sama Mbak Sherin," Ditha juga ikut berjanji. "Yaudah kamu pulang sana, Wira sebentar lagi akan menjemput kamu di Mc Do lantai satu." "Eh? Mas Wira?" Ditha baru ingat kepada Wira yang tadi mau menjemput dirinya. "Iya, kamu langsung pulang ya. Jangan keluyuran lagi." Budi menepuk kepala Ditha dengan sayangnya. "Oke deh, aku pulang duluan!" "Makasih, Pak." Yasmin mengikuti langkah Ditha. Kegirangan karena mendapatkan rejeki nomplok dibeliin tas branded. Sering-sering aja begini Pak hehehe.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD