BAB 13 - Explain

2125 Words
Clary mencoba melepaskan cekalan tangan Gideon dipergelangan tangannya namun Gideon terus saja menyeretnya keluar dari rumah sakit. Mobil Gideon berhenti di depan rumah sakit ketika Gideon datang. Pria itu membuka pintunya dan mendorong Clary masuk ke dalam mobil. Ketika Gideon sudah masuk mobil itu bergegas pergi dari sana meninggalkan rumah sakit. Supir Gideon memberikan tas Clary, yang ia ambil sebelum menyiapkan mobil. Clary mengambilnya dan menaruhnya di atas pangkuan. "Sudah ku katakan padamu tunggu aku dan kita pergi bersama." Clary nampak geram, ia tak menoleh ataupun melirik Gideon sama sekali. Kedua tangannya diam-diam terkepal di atas pangkuannya. Rahangnya mengeras menahan amarah. Ini keterlaluan tidak ada salahnya ia pergi bukan, lagi pula Clary ingin memiliki waktu dimana tidak ada Gideon di sekelilingnya. "Aku hanya mengunjungi nenek, kau tidak perlu terus-menerus mengikutiku, dengan terus berada di sebelahku. Ini memuakkan. Aku bukan anak kecil Gideon." Clary menatap ke jendela pintu di sebelahnya, ia dapat merasakan aura ketegangan menyelimuti mereka berdua, ia sadar Gideon menatapnya dari bayang-bayang pria itu dari sudut matanya. Gideon membetulkan punggungnya yang bersandar pada punggung kursi, matanya yang sempat beralih menatap jalan kini kembali  menatap Clary. "Jika aku berkata tidak maka tidak. Kau harus mendengar apa yang ku katakan."ucapan Gideon bagaikan peringatan yang tidak bisa dibantah. Ketika sampai di rumah Clary buru-buru pergi ke dalam kamarnya dan membanting pintu itu hingga menimbulkan suara keras. Ia melempar tasnya ke atas tempat tidur. Clary menjadi uring-uringan Gideon melarangnya ini itu, bersikap seolah ia adalah suaminya saja. Ini melelahkan dan memuakan. Clary berdiri menghadap ke arah jendela, menatap jembatan yang mulai dihiasi lampu kalap-kelip yang terlihat sangat cantik. Clary melihat kedua tangannya di depan d**a, memikirkan apa yang mungkin terjadi jika dia bertahan begitu lama di sini. Sebulan terasa seperti satu tahun, rumah ini seperti penjara dan Gideon adalah sipirnya yang sangat menganggu. Clary memutuskan untuk mandi air hangat. Pikiran dan tubuhnya terasa begitu lelah. Wajahnya mendongak dengan kedua mata terpejam, merasakan terpaan air hangat dari pancuran yang mengenai wajahnya. Ketika ia selesai dan memakai baju kaus dan celana training hitam. Clary kembali ke kamarnya dan langkahnya terhenti seketika ketika melihat Gideon tengah berbaring di atas tempat tidurnya. Sebelah tangannya menopang kepalanya, sebelah tangan lainnya memainkan ponselnya. Wajahnya menoleh pada Clary yang masih berdiri di ambang pintu ruang pakaian. Pakaiannya sudah berubah, sweater abu-abu dengan celana bahan berwarna putih yang sudah melekat di tubuhnya. Rambutnya nampak lembab, sepertinya ia sudah mandi dan langsung datang kemari. Clary terlihat tidak senang ketika mendapati Gideon menyentuh ponselnya. Gideon menaruh ponselnya di atas meja nakas, lalu menepuk sisi kosong di sebelah kirinya. Menyuruh Clary untuk berbaring di sana. Clary melipat kedua tangannya di depan d**a dan menatap Gideon marah. "Kenapa kau menyentuh ponselku!." Gideon nampak acuh, kedua tangannya terlipat di belakang kepala untuk menopang kepalanya, lalu matanya terpejam. "Memastikan kau tidak selingkuh dariku." "Apa!,"ucap Clary terkejut. "Kau bukan kekasihku. Kita hanya--." "Kalau begitu kau kekasihku sekarang."Gideon kembali menatap Clary yang kini juga sedang menatapnya. Clary hanya terdiam menatap Gideon yang bangkit berdiri dari ranjang tempat tidurnya dan berjalan menghampirinya. Ketika pria itu berada di hadapannya, sebelah tangannya terangkat menyentuh pipi Clary dengan lembut. Wajahnya begitu dekat hingga membuat Clary dapat merasakan deru nafasnya yang hangat. "Kau milikku." Gideon mendekatkan wajahnya, keningnya menyentuh kening Clary. Memejamkan mata ketika ujung hidung mereka saling bersentuhan. "Aku tidak suka ada laki-laki lain yang menyentuh apa yang menjadi milikku." Clary memejamkan matanya, merasakan gesekan hidung Gideon di wajahnya. "Tubuh ini milikmu tapi hatiku tidak." Gideon menjauhkan wajahnya ketika mendengar itu, tubuhnya merespon dengan kaku. Matanya menatap Clary tajam, rahangnya mengeras ketika bibirnya tertutup mengetat. Pria itu merespon dengan marah, ditariknya Clary ke dalam dekapannya, membawanya ke atas tempat tidur dan menidurinya dengan marah. Clary mencoba memberontak, ciuman itu terlalu kasar, Gideon mendekapnya terlalu erat dan memperlakukannya tanpa ada kelembutan. Tak henti-hentinya berkata akan kepemilikannya atas tubuh Clary, dan Clary hanya akan diam, menahan sakit di tubuhnya karena perlakuan kasar Gideon. *** Menyakitkan. Tentu saja.. Clary merasakan tubuhnya remuk, Gideon menidurinya lebih kasar di bandingkan hari pertama, dan lebih lama hingga rasanya sakit sekali dan tubuhnya sangat pegal-pegal. Ketika Clary membaringkan tubuhnya menghadap ke arah langit-langit. Ia merasa jika ya, Gideon hanya menginginkan tubuhnya untuk di tiduri, dan akan terus seperti itu. Sekarang apa yang akan Andrian katakan setelah kejadian kemarin. Bagaimana dia bisa berdekatan dengan Gideon. Apakah ada hubungan diantara mereka. Clary merasa kepalanya di serang migrain, karena kini kepalanya terasa sangat sakit dan berdenyut-denyut. Entah pikiran-pikiran itu atau memang tubuhnya sedang dalam kondisi yang tidak baik. Tubuhnya berendam pada bathtub air hangat dengan lilin aroma yang aromanya memenuhi ruangan. Clary memejamkan mata menghirup aroma itu dalam-dalam. Ketika ia pergi bekerja, Gideon hanya diam di sepanjang perjalanan dan hanya dua kata yang keluar dari bibirnya. "Tunggu aku." Clary tak menggubrisnya, berjalan masuk tanpa menoleh ke belakang dan repot-repot melihat mobil itu pergi. Ketika sampai di ruangan Clary mulai berkutat pada pekerjaannya, ketika akhirnya wajahnya mendongak dan menemukan Andrian berdiri di depan mejanya. Clary melirik ke arah jam di dinding sebelum kembali menatap Andrian yang masih menatapnya begitu intens. "Kau lebih pagi. Wow.. Aku terkejut."ucapan Clary membuat Andrian menyipitkan kedua matanya, melemparkan tatapan sengit yang berbahaya. "Dia bukan pria baik Clary. Ku pikir kau mendengar saranku ketika di ruang meeting, namun sepertinya kau tidak peduli dengan perkataanku."Helaan nafas berat keluar dari bibir mungil itu. Clary tahu, tapi masalahnya ia sudah terperangkap di dalam sana dan kini tidak tahu bagaimana caranya untuk melepaskan diri. Bisakah Clary bercerita tentang hal ini pada Andrian. Seseorang yang mungkin bisa ia percayai untuk mendengar keluhannya. Clary mengalihkan tatapannya, tidak sanggup menatap pria itu lebih lama. "Aku bisa menjaga diriku."hanya itu yang bisa Clary katakan. Andrian terlihat lebih kesal ketika Clary kembali menatapnya. Bibirnya mengetat menahan amarah. "Terserah kau."ucapnya sebelum pergi dari hadapan Clary menuju ke mejanya sendiri. Clary merasa bersalah pada Andrian. Pria itu baik, memperhatikannya dan mencoba melindunginya. Tapi ini di luar kendali Andrian. Tidak ada yang bisa ia lakukan, bahkan mungkin Andrian. Hidupnya memang tidak terlalu berwarna tapi kini semuanya menjadi abu-abu. *** Ketika jam pulang kantor selesai Fredy pulang lebih dulu di susul Dion dan menyisakan Clary dan Andrian di sana. Andrian berjalan melewati nya begitu saja, tidak ada kata-kata konyol, hal yang membuat mereka berdebat seperti biasa. Hal itu membuat Clary semakin merasa bersalah. Andrian menenteng helmnya pergi meninggalkan Clary begitu saja. Clary merasa sesak di hatinya, kenapa barus seperti ini. Ketika ia membereskan pekerjaannya di atas meja ia melihat waktu sudah hampir jam 6. Gideon pasti sudah di bawah. Clary buru-buru merapikan dokumen dan mematikan komputernya. Wajahnya tertunduk menatap sepasang sepatu hak berwarna putih yang dipakainya. Ketika pintu lift terbuka ia bergegas masuk, dan menemukan mobil Gideon sudah berada di depan kantornya. Ketika ia menghampiri mobil itu, tidak ada Gideon di dalam sana. Hanya ada supirnya. "Selamat pagi.”sapa Clary mencoba untuk akrab dengannya. Ekspresinya masihlah dingin tapi tatapannya mulai menghangat tidak seperti ketika pertama kali mereka bertemu. Ia membalas Clary dengan bungkukan badan dan senyum kecil di bibirnya yang masih dapat Clary lihat. Mobil itu melaju pergi meninggalkan kantor. Anehnya mobil ini tidak pergi menuju ke rumah Gideon, melainkan ke sebuah Club malam di daerah Gangnam. Heri mengatakan jika Gideon ada di dalam sana. Clary masuk ke dalam sendirian dan pergi menuju ruang VVIP, seperti yang Heri katakan tentang dimana keberadaan Gideon. Ketika ia masuk ke dalam Gideon sedang duduk di atas sofa seraya berciuman dengan wanita lain. Wanita itu berambut pendek dan berdiri memunggunginya. Tubuh Clary mematung di ambang pintu ruangan menatap hal tersebut. Ciuman mereka begitu panas, ketika mata mereka akhirnya bertemu Clary hanya diam. Anehnya ia merasa tidak suka melihat hal itu, tidak tahu perasaan macam apa ini. Tapi berkali-kali Clary meyakinkan dirinya jika ini bukanlah perasaan cemburu. Kedua tangannya mengerat, menggenggam tali tas slempang yang dipakainya. Gideon menghentikan ciumannya, menyuruh wanita itu pergi dari hadapannya. Ketika wanita itu menatapnya, ekspresinya nampak kesal dan sinis. Clary melirik wanita itu ketika berjalan melewatinya dan ketika ia kembali menatap Gideon, pria itu sedang menatapnya. "Ahh... Jalangku yang lain rupanya, kemarilah." Ada tiga pria di dalam sana duduk di sofa di sudut ruang, masing-masing bersama dengan dua orang wanita berpakaian minim di sisi tubuh mereka. Clary tak berniat untuk mengenal siapa mereka lebih jauh. Gideon memanggilnya untuk mendekat. Clary akui tubuhnya sudah dibeli, sama halnya dengan wanita jalang lainnya. Tapi kenapa sangat menyakitkan ketika Gideon menyamakannya seperti itu. "Kemarilah.. Dan cium aku." Clary baru saja mengambil satu langkah, ia sudah berhenti untuk lebih jauh lagi mendekati Gideon. Aroma menyengat dari alkohol tercium tajam dari tempatnya berdiri. Gideon sedang mabuk. Clary menjadi takut untuk berjalan lebih dekat lagi. Ekspresinya yang menunjukkan jika kewarasannya telah di telan dalam alkohol, namun aroma itu terlalu tajam hingga membuatnya tak bisa mendekat lagi. "AKU BILANG KEMARI!."teriak Gideon hingga membuat tubuh Clary tersentak kaget. Ketika orang itu terkekeh, salah satu di antara mereka menunjukan senyum licik yang sangat menyeramkan. Clary berjalan perlahan menghampiri Gideon, sebelah tangannya ditarik hingga tubuh mereka menempel. Gideon mencium bibir Clary paksa, kedua tangannya bergerak nakal menggerayangi tubuh Clary. Clary merasa takut dan tentu saja sangat malu. Bukan hanya dia dan Gideon yang berada di dalam ruangan ini. Kedua tangan Gideon menelusup ke dalam blouse pendeknya, menyentuh kulit tubuhnya, memeluk pinggangnya dan mencium bibirnya begitu dalam. Clary mencoba melepaskan diri, menghentikan ciuman liar Gideon. "Kau yang bilang tubuhmu adalah milikku, kau yang menginginkan aku bersikap kepadamu seperti aku memperlakukan wanita-wanita yang ku beli tubuhnya bukan." "Ini belum seberapa! Aku bisa bersikap kasar."bisik Gideon tepat di telinga Clary. Gideon kembali menciumnya dengan sangat kasar, dan Clary tidak tahan lagi. Ia mendorong tubuh Gideon dengan keras dan mengambil dua langkah mundur untuk menjauh darinya. Sebelah tangan Gideon menyeka bibirnya ketika air liur akibat ciumannya tadi, dan karena Clary melepaskan ciumannya dengan paksa. "Ada yang mau tidur dengan wanita ku!."tawaran Gideon membuat salah seorang pria di antara tiga orang pria itu mengangkat sebelah tangannya. Choi Tae Jin memamerkan senyum sinisnya ketika Clary meliriknya. "Aku. Tidak sabar untuk itu."ucapnya yang membuat Clary melemparkan tatapan tak percaya atas apa yang Gideon katakan padanya. "Sampai jumpa di rumah."ucap Clary dengan penekanan pada setiap kata-kata nya. Sebelum berbalik pergi meninggalkan Gideon begitu saja. Ketika Clary pergi dari hadapannya Gideon tersenyum sinis. "Dia cukup seksi, aku penasaran bagaimana dia mendesah di atas ranjangku dengan sifat keras kepalanya itu."ucapan Tae Jin membuat senyum Gideon seketika menghilang. Tatapan sinisnya berubah menjadi sangat tajam dan berbahaya. "Jika kau berani melakukannya... Aku akan membunuhmu."ancam Gideon penuh dengan penekanan pada kalimat akhirnya yang terdengar begitu menakutkan. *** Clary berlari menuju pintu keluar agar segera pergi dari dalam Club dengan cepat. Tangisannya pecah, sepatu hak ini sangat tidak membantu karena hanya memperlambat laju larinya dan menyakiti kakinya saja. Clary berlari dengan kencang ketika salah seorang bodyguard Club memperhatikannya, setelah sebelah tangannya menyentuh earphone yang terpasang di sebelah telinganya. Seolah baru saja mendapatkan perintah. Clary semakin mempercepat langkahnya ketika pria itu memamggil namanya. "NONA MADISON TUNGGU."teriak nya kencang. Clary berlari keluar dan pergi menuju trotoar agar bisa menyetop taksi dan pergi dari sana secepat mungkin. Namun kakjnya tersandung karena hak sepatu sebelahnya patah hingga membuatnya jatuh terdusuk. Sebuah motor Ninja berhenti tepat di hadapannya. Clary tertunduk, tubuhnya bergetar akibat menangis. Si pembawa motor itu turun dari motornya dan datang menghampiri Clary yang tertunduk menatap kedua tangannya yang terkepal erat. Tiba-tiba saja seseorang memakaikan nya jaket. Wajahnya mendongak dan menemukan Andrian di hadapannya. Berlutut seraya memakaikan jaket di tubuhnya. "Ayo berdiri, ku antar kau pulang." Butuh beberapa detik bagi Clary menyadari pria itu adalah Andrian. Ia menganggukkan kepalanya dan berdiri ketika Andrian menariknya seraya membantunya untuk berdiri tegap. Ketika Andrian menarik tangan Clary untuk berjalan menuju motornya tiba-tiba saja tangan Clary ditarik paksa hingga membuat genggaman tangannya pada Andrian terlepas. Dan ketika Andrian menoleh sebuah hantaman keras mengenai wajahnya hingga membuatnya jatuh tersungkur. "Ku peringatkan jangan menyentuh wanita ku!." Gideon kembali menghantam tubuh Andrian tapi pria itu berhasil menghindar di pukulan kedua. Andrian dan Gideon terlibat dalam perkelahian. Clary tak tahu harus bagaimana. Ia mencoba menarik tubuh Gideon dari Andrian, memisahkan mereka dengan kebingungan. "Apa tidak ada yang mau membantuku memisahkan mereka!."geram Clary pada bodyguard Club yang juga ada di sana. Bukannya membantu, mereka semua malah menjadi penonton rasanya pasti menyenangkan bukan. Melihat adegan perkelahian di depan mata kepala kalian. Tidak dengan Clary. Bodyguard itu menarik tubuh Andrian sementara Clary memeluk tubuh Gideon dan mendorongnya agar menjauh dari sana. "Hentikan kumohon. Ini sangat memelukan. Ini di pinggir jalan tolong sadarlah."geram Clary. Nafas Gideon memburu penuh emosi, matanya dipenuhi kilatan amarah. Gideon menatap Clary dan melepaskan jaket Andrian dari tubuhnya, lalu melemparkannya kembali pada Andrian. Sebelum menarik pergelangan tangan Clary dengan kasar, menyeretnya pergi dari sana. Clary menjadi takut, wajah Gideon sangat menakutkan ketika sedang marah. Ia diseret paksa ke pinggir trotoar dimana mobilnya sudah ada di sana untuk membawa Clary dan Gideon pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD