MAB 06

1081 Words
Pintu ruangan terbuka, David langsung mengatur siswa-siswi agar segera duduk di kursi yang telah disediakan. Semua patuh, kecuali Arka, Ryan dan Gilang, ketiga cowok itu masih tetap memainkan alat musik mereka. Dan yang terakhir masuk ke ruangan itu adalah Pak Joni, guru itu langsung berkacak pinggang melihat Arka, Ryan dan Gilang yang belum duduk di tempat mereka. "Arka, Ryan, Gilang, duduk di kursi kalian masing-masing!" Ketiga cowok yang ditegur itu lantas patuh dan segera duduk di kursi paling belakang karena semua kursi sudah diduduki. Pak Joni duduk di kursi kebesarannya dan mulai menerangkan pelajaran, semua tampak fokus ke depan dengan menatap Pak Joni yang tengah berbicara, tetapi tidak dengan Arka dan kedua temannya, mereka bertiga tampak tidak bisa tenang seperti cacing kepanasan. "Duh, panas nih gerah gue," ucap Arka seraya mengibas-ibaskan tanganya, Ryan dan Gilang juga melakukan hal yang sama. David yang menjabat menjadi ketua kelas saja geleng-geleng kepala melihat tingkah ketiga cowok itu yang tidak bisa tenang. "David," panggil Pak Joni kepada Davin, yang dipanggil pun berdiri dari duduknya. "Iya, Pak?" "Kamu awasin teman-teman kamu, terutama tiga biang onar itu, Bapak mau angkat telpon di luar sebentar," ujar Pak Joni seraya berdiri dari duduknya. "Siap, Pak." Setelah Pak Joni keluar dari ruangan, siswa-siswi mulai ribut, kebanyakan ada yang bergosip terutama untuk kaum hawa dan ada pula yang sedang bernyanyi tidak jelas. "Pindah tempat kuy, kagak nyaman gue di sini," ucap Ryan. "Iya, kayak di neraka. Ntar gue bau ketek lagi karena keringat," sahut Gilang. Ketiga cowok itu berdiri dari duduknya, mereka menemukan tempat yang cocok dan nyaman. "Woi pindah lo, gue mau duduk di situ," ucap Arka sambil menepuk bahu James. "Yaelah, gue udah pewe di sini, lo duduk di tempat lain aja deh," sahut James yang duduk di menyandar pada dinding. "Ryan!" panggil Arka, Ryan pun menunjukkan tampang garangnya kepada James, mau tidak mau James dan kedua temannya pun berdiri dan pindah ke tempat duduk yang diduduki Arka tadi, karena tidak mau bermasalah dengan Arka. "Nah di sini kan adem," ucap Gilang seraya menyandarkan badannya ke sandaran kursi. Arka sibuk memainkan ponselnya sedangkan Ryan dan Gilang tengah bercerita, entah apa yang mereka ceritakan, Arka tidak mempedulikan hal itu. Arka merasa risih melihat rambut panjang yang di kucir kuda yang berada dihadapannya. Arka memang tidak menyukai jika ada cewek-cewek yang mengucir kuda rambut mereka, terkadang Arka melakukan razia dadakan untuk menyita semua ikatan rambut dari siswi di kelasnya. Dan ikatan rambut itu akan diberikannya kepada Ryan dan Gilang untuk bahan permainan mereka, konyol emang. Semua siswi yang berada di tempat itu rata-rata mengurai rambut mereka, tetapi tidak dengan cewek yang berada di depannya kali ini. Dengan kesal Arka menarik ikatan rambut cewek itu. Cewek itu menoleh ke belakang, ternyata cewek itu adalah Ayatha. "Lo apa-apaan sih? Kembaliin ikat rambut gue," ucap Ayatha seraya menahan rambutnya agar tidak terurai. "Nggak," balas Arka seraya menyembunyikan ikatan rambut Ayatha di sakunya. Ayatha menghela nafas kesal. "Kembaliin upil dugong, gue gerah kalau nggak ngucir rambut gue." "Kan peraturannya memang begitu, nggak ada yang boleh ngikat rambut di sekolah ini," jawab Arka dengan santainya. "Kembaliin nggak!" Ayatha semakin kesal. "Nggak bakal gue kasih, sampai lo mewek-mewek juga nggak bakal gue kasih." Dengan kesal Ayatha pun menjitak kening Arka, terdengarlah gelak tawa dari mulut Ryan, Gilang, Fiona dan Fanya yang melihat hal itu. Ayatha pun membiarkan rambut panjangannya terurai indah, cewek itu memang memiliki rambut yang sangat bagus, maka tidak banyak siswi iri melihatnya ditambah lagi dengan wajahnya yang cantik serta memiliki lesung pipi menambah daya tarik tersendiri bagi Ayatha. Ayatha pun kembali menoleh kearah kedua temannya dan mendengarkan Fiona yang tengah menceritakan sosok cowok yang disukainya. "Ar, lo anak siapa sih? Jahil nya nggak ketulungan, kayaknya lo anak dapatan dari kolong jembatan deh." Arka langsung mendaratkan jitakan di kepala Ryan. "Gue anaknya Fianto Jumawan dan Sonya Maharani, pemilik sekolah ini. Lo catet itu baik-baik," ucap Arka dengan tampang cool nya. "Sifat lo itu beda, bapak lo dingin-dingin tapi ngangenin, emak lo cantik bisa buat gue nge-fly, lah lo? Brutal kagak tentu arah." Ryan dan Gilang tertawa bersama-sama. Arka tersenyum miring. "Tapi gue ganteng kan? mirip Fianto yang ngangenin itu?" "Serah lo." --- "Arka," panggil Fianto kepada anak laki-lakinya. Keluarga Jumawan tengah menyantap makan malam mereka dengan tenang, hanya suara dentingan sendok yang bergesekan dengan piring yang terdengar. Arka menoleh kearah Fianto mengalihkan tatapannya pada layar ponsel yang di sembunyikannya di paha. "Iya, Pa?" "Matikan Ponsel kamu atau Papa bakar?" Arka langsung gelagapan dan memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celananya. Alya dan Sonya hanya terkekeh geli melihat sikap Bapak dan Anak itu. "Bagaimana sekolah kamu?" tanya Fianto. "Yah gitu lah Pa, baik-baik aja kok," ucap Arka sambil memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. "Nggak suka bolos lagi kan, Ar?" Kini Sonya yang bertanya. Arka menggeleng, sejak Fianto dan Sonya murka ia tidak berani lagi membolos jika pelajaran tengah berlangsung. "Besok kamu nggak perlu sekolah." Arka membelalakkan matanya mendengar ucapan Fianto. "Kenapa Pa? Arka nggak sakit, Arka juga nggak berulah kok di sekolah." "Besok kita harus menyambut kedatangan Dino dan Nisa, karena besok mereka akan berkunjung ke sini." Arka membulatkan matanya. "Alika juga datang loh Ar, besok mereka bakal mampir dulu ke sini," timpal Sonya. Arka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Alya nggak sekolah juga Pa? Ma?" tanya Alya. "Kamu tetap sekolah, kamu kan sudah kelas 9 harus fokus belajar." Alya mengerucutkan bibirnya kesal mendengar ucapan Fianto. "Pa, Arka sekolah aja ya? Ntar siapa yang jaga Aya kalau di sekolah?" pinta Arka. "Jagain atau gangguin?" Arka cengengesan mendengar ucapan Fianto. "Udah, besok kamu temenin Alika aja. Ajak dia jalan-jalan, kasian dia kalo kamu nggak ada besok." Arka menghela nafas kesal. "Nanti Buk Beta,-" "Udah Papa bilangin ke Bu Beta," sela Fianto. Setelah makan malam bersama kedua orang tuanya serta adiknya, Arka langsung pergi ke kamarnya, ia tidak mengubris ucapan Fianto yang menyuruhnya untuk belajar. Arka yang tadinya tengah memetik gitarnya kini meletakkan gitarnya di tempat tidur ketika ia mendengar suara ponselnya berdering dan mengambil benda pipih itu lalu mengangkat telepon dari seseorang yang tidak ia kenali nomor ponselnya. "Halo?" Hening, tidak ada yang bersuara di seberang sana. Arka berdecak kesal, apa ia sedang dikerjain sekarang? Seminggu yang lalu Arka juga pernah mendapat telepon dari nomor asing dan sialnya ia malah dikerjai oleh orang-orang yang kurang kerjaan. "Halo?" ucap Arka dengan nada kesal. "Woi, lo bisu kali ya?!" "Sekarang lo seneng kan?" Arka menaikkan alisnya kebingung namun sepertinya mengenali suara si penelepon. "Revan?" "Lo juga lupa sama gue? Nggak pa-pa seenggaknya lo masih kenal sama teman masa kecil yang lo suka itu." "Alika?" gumam Arka. "Yah Alika, pacar gue yang lo rebut! Lo jangan seneng dulu kalau Alika balik lagi sama lo. Gue bakal hancurin hubungan lo sama Alika-" "Halo?! Halo?!" ucap Arka dengan nada yang meninggi. Teleponnya dimatikan sepihak, Arla berdecak kesal lalu melemparkan ponselnya ke tempat tidur. "Revan sama Alika kenapa?" gumam Arka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD