“Habis Pasar Imogiri itu lurus terus, Pak. Nanti kalau ada pertigaan belok kiri.” Lagi-lagi aku menginteruksikan ke arah mana Hutan Pinus Mangunan. Pak Davka tampaknya memang sama sekali tidak tahu karena beberapa kali dia hampir salah arah. Mood-ku yang tadinya sempat anjlok, kini perlahan-lahan mulai membaik. Tidak ada gunanya juga aku terus-menerus murung. Nasi sudah terlanjur jadi bubur, kini aku tinggal bikin bumbu supaya lezat. Selama perjalanan, tidak banyak yang aku bicarakan dengan Pak Davka kecuali seputar jalan dan desa-desa yang kami lewati. Ada yang aku tahu, ada pula yang aku tidak tahu. “Pak, habis tanjakan yang itu, pelan-pelan aja jalannya. Saya mau berhenti beli tiwul.” “Tiwul?” Pak Davka bertanya heran. “Iya, Tiwul. Tiwul di sini mah agak beda dari tiwul keban