Pertunangan

1163 Words
Kediaman Evelyn telah dipenuhi oleh para saudara dari dua keluarga besar —Narendra dan Kusuma, sebab hari itu akan diselenggarakan pesta pertunangan antara Evelyn cucu dari Tuan Harsa Narendra dan Ziel cucu dari Tuan Rifki Kusuma.  Acara pertunangan memang sengaja dikhususkan untuk keluarga saja tanpa mengundang pihak luar, baik teman ataupun kolega kedua keluarga. Semua merupakan kesepakatan bersama setelah menimbang beberapa hal.  Ternyata keputusan itu membuat Ziel dan Evelyn senang. Karena dengan begitu, tidak banyak orang yang tahu bahwa keduanya telah terikat tali pertunangan, sehingga mereka bebas mencari pasangan masing-masing nanti.  "Nancy, apa Eve sudah siap?" Amelia menghampiri putri sulungnya yang tengah di make over oleh sang tante —Nancy.  "Sudah, Mba. Udah siap dari tadi." "Putri Bunda emang selalu cantik. Coba kalau tiap hari kamu berpenampilan seperti ini, yang tadinya Ziel enggak suka juga bakal langsung jatuh cinta deh sama kamu." "Mom! Aku enggak mau cowok itu suka sama aku, dan aku juga enggak mau suka sama dia." "Iya, iya. Udah ah protesnya, nanti make up-nya luntur. Kasian Tante Nancy, udah capek-capek dandanin malah berantakan." "Biarin aja. Aku juga enggak mau pakai baju ini. Terlalu dewasa, Mom!" "Dewasa apanya sih, biasa aja kali," potong Nancy.  "Iya nih! kamu berlebihan deh, Eve!" ujar sang bunda.  "Ini kelihatan gini, Mom, aku malu," sungut Evelyn menunjuk ke arah dadanya.  "Itu ada bahan luarnya juga, Eve," ucap sang tante lagi.  "Tapi tipis, Tante!" "Ya ampun putri Bunda ini, ribet banget sih. 'Kan awalnya juga baju ini kamu yang milih, gimana sih?" sahut Amelia.  "Iya, tapi waktu itu aku kira enggak kaya gini modelnya." "Ya, salah kamu sendiri kenapa enggak dicoba waktu beli." "Terus gimana ini, Mom?" "Udah enggak ada waktu lagi, Eve, bajunya udah bagus, dan menurut Bunda bagian d**a enggak terbuka kok, kamunya aja yang enggak pernah pakai gaun kaya gini, jadi terkesan ribet." "Bener, Eve. Pilihan kamu ok, kok. Tante salut sama kamu, meskipun kamu jarang berpenampilan feminim kecuali acara pesta, tapi selera fashion kamu bagus termasuk pemilihan gaun ini." "Bener nih, Tan?" "Iya," jawab Nancy tersenyum.  "Aku cuma sedikit enggak PD!" "Enggak apa-apa, itu karena enggak terbiasa. Nanti lama-lama juga enggak kok." Tok! Tok! Tok!  "Tuh, udah dijemput lagi. Yuk, turun!" ajak Amelia pada sang putri sambil menghampiri pintu yang diketuk. Ketika dibuka, nampak kepala Athila —adik lelaki Evelyn dan juga Bella —putri Nancy, nongol dari luar.  "Mom, udah ditungguin tuh. Acaranya udah mau dimulai!" kata Athila.  "Oh, ok. Ini Bunda udah mau turun. Yuk, Eve!" Berbalik menatap putri sulungnya yang terlihat gugup.  "Ayo!" ajak sang tante.  Evelyn memandang wajah Nancy dan mendapat anggukan dari wanita di sampingnya itu. Dengan mengumpulkan tekad yang kuat, akhirnya ia melangkahkan kaki menuju tempat diselenggarakannya pesta pertunangan dirinya dan Ziel.  "Tunangan lo ganteng banget, Mbak!" seru Bella saat Evelyn melewatinya. Wajah gadis itu terlihat berbinar menatap kakak sepupunya. "Lo juga cantik banget malam ini. Gua iri deh lihat lo berdua. Ah, apa nanti gua bisa dapetin cowok setampan Mas Ziel yah?" seru Bella tampak antusias.  "Enggak usah mimpi!" seru Raka, saudara kembar Bella sambil menoyor kepala sang adik, adik yang berbeda lima menit.  "Ish! Mas Raka! Rambut gua acak-acakan nih!" Bella manyun mendapati saudara kembarnya iseng memainkan kepala dan juga rambutnya.  "Hei, kalian ini. Kenapa senang sekali ribut, pusing Ibu lihatnya!" seru Nancy yang berjalan di depan mereka, yang mendapat cengengesan dari putra putrinya.  "Mbak, emang bener lo enggak mau dijodohin sama Mas Ziel?" tanya Bella.  "Iya," jawab Evelyn.  "Kenapa? Mas Ziel 'kan ganteng!" "Mukanya emang ganteng, tapi kegantengannya dia pakai buat ngegombalin cewek-cewek di sekolah." "Lo cemburu, Mbak?" tanya Athila —adiknya.  "Idih, ngapain gua mesti cemburu sama playboy cap cicak begitu." "Oh, jadi Mas Ziel itu playboy. Masa sih? Coba nanti gua tanyain sama orangnya." "Enggak ada kerjaan lo?" seru Raka. "Biar aja sih! Iri aja lo, Mas!" Ketegangan Evelyn sedikit memudar akibat tingkah laku adik dan sepupunya yang membuat ia terhibur.  Menuju tempat berlangsungnya acara yang diselenggarakan di area taman depan hingga samping, seluruh keluarga besar telah memenuhi spot-spot yang telah disediakan.  "Tuh 'kan, Mbak, tunangan lo emang ganteng," seru Bella saat menatap ke tempat di mana Ziel dan keluarganya berada.  "Masih calon!" timpal Evelyn.  "Iya, calon. Lo kayanya beneran enggak suka sama Mas Ziel yah, Mbak." "Kan gua udah bilang tadi!" "Kalo lo enggak mau buat gua aja deh?" "Ya sana, bilang gih sama Opah, tukeran gitu! Gua ikhlas, Bel." "Ah, Opah enggak asik, Mbak. Gua baru kelas 3 SMP gini, si Mas Ziel bakal nunggu gua berapa tahun." "Nah, lo tahu!" Athila ikut nimbrung.  "Eve, duduk sebelah sini!" pinta Nyonya Ninta, sang Omah.  "Baik, Omah!" Evelyn dan yang lainnya menghampiri area tempat duduk yang telah disediakan khusus untuk keluarga Narendra, berhadap-hadapan dengan barisan bangku keluarga Kusuma.  "Mata lo coba kondisikan, Bel!" seru Raka, di sebelahnya.  "Ish, Mas Raka ini. Bisa enggak sih kali ini aja enggak ikut campur?" "Shut! Bella, Raka! Kalian berdua ini bisa enggak sih akur sebentar saja." Juna —sang ayah, memelototi putra putri kembarnya.  "Iya, Yah!" Kompak Bella dan Raka. Evelyn dan Athila terkekeh melihat saudara sepupu mereka kena marah ayahnya.  "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam kepada dua keluarga yang saat ini dapat meluangkan waktunya untuk hadir dalam acara pesta pertunangan antara cucu dari Opah Harsa Narendra dengan cucu dari Kakek Rifki Kusuma." Seorang MC telah memberikan salam pembuka sebagai salah satu rentetan acara malam itu.  Ziel yang hadir dengan kemeja batik, tampak terlihat tampan dan berkelas. Ia diapit oleh kedua orangtua dan kakek-neneknya. Sejak tiba di kediaman Narendra, ia sudah penasaran dengan penampakan calon tunangannya —Evelyn. Kini, setelah ia duduk berhadap-hadapan dengan gadis itu, kedua matanya tak henti menatap. Ziel seolah tak ingin memalingkan wajahnya dari wajah cantik di depannya. Lelaki itu terpesona akan kecantikan Evelyn malam itu.  Evelyn yang menyadari tengah dipandangi oleh Ziel, mendadak jadi salah tingkah. Beruntung ada hiasan rangkaian bunga yang di taruh di atas meja yang menjadi pembatas keluarga, membuat gadis itu bisa sesekali menyembunyikan wajahnya.  "Kenapa sih tuh cowok ngeliatin aku mulu!" "Apa karena gaun yang aku pakai yah?" "Duh, gimana dong, aku jadi makin enggak PD gini 'kan!" suara-suara hati Evelyn terus bersahutan.  "Kamu kenapa?" tanya Amelia —sang bunda.  "Mom, baju aku baik-baik aja 'kan?" tanya Evelyn ragu-ragu.  "Iya, 'kan tadi Bunda udah bilang. Emang kenapa sih?" tanya Amelia lagi.  "E-eh, enggak apa-apa kok! Aku cuma takut ada yang aneh aja sama baju ini." Amelia tersenyum menanggapi ucapan sang putri. Ia mengira bahwa Evelyn tengah grogi menghadapi pertunangannya.  Evelyn berusaha untuk kembali tenang. Gadis itu mencoba menghirup udara dan melepaskannya perlahan. Terus berulang beberapa kali sampai dirasa cukup.  Ziel, yang melihat perubahan wajah Evelyn, merasa yakin jika gadis itu tengah dilanda gugup, sama seperti dirinya. Lelaki itu terus saja menggenggam kedua telapak tangan untuk menghilangkan ketegangan di hatinya.  "Tenang, semuanya akan berjalan dengan lancar." Tiba-tiba suara dari neneknya —Nyonya Lingga, memasuki telinga dan tembus menuju pikiran dan hatinya.  "Terima kasih, Nek!" ucap Ziel berganti menggenggam tangan sang nenek. Dibalas oleh genggaman yang sama dari wanita tua itu dengan senyum yang menyejukkan hati Ziel tentunya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD