19 ~ PELITA ASA

1682 Words
Kalau bisa memilih, Liona ingin kabur dari perbicangan malam itu. Jangankan untuk bisa berbaur, tersenyum saja rasanya sangat sulit. Liona tahu ia tidak berhak merasakan rasa seperti ini, rasa cemburu mendalam saat pria di depan matanya seakan tengah berbahagia. Padahal baru satu minggu ini Aga menawarkan segala hal menyenangkan dan membuat semua berjalan tanpa kendali. Perasaan itu muncul seiring sikap hangat muncul ke permukaan. Liona tahu ia salah telah masuk ke dalam perangkap perasaan semu yang terjadi. Baik Aga atau pun Liona juga tidak mampu untuk sekadar menahan gejolak rasa yang terpendam selama sepuluh tahun. Wanita itu tidak akan pernah menyalahkan Aga, ia mengaku bahwa perasaannya sendiri lah yang menciptakan semua rasa nyaman itu. "Jadi ini calon yang kamu ceritain itu ya, Ga?" Meylira dengan antusias bertanya dan selalu tersenyum kala Aga mengenalkan Jessica pada keluarganya . "Iya ini orangnya, Kak. Aku juga kaget dia bisa ke sini sendirian." "Habisnya lama, kan aku kangen," sahut Jessica. "Kak Mey pasti tau deh rasanya LDR padahal sebelumnya sering bareng." Meylira menyetujui itu, setelahnya ada iringan gelak tawa yang kembali menggema. Jessica bahkan tidak ragu untuk menunjukkan bagaimana cara ia mencintai Aga. "Pantes aja kemarin absen kemari, padahal hampir tiap hari mampir ke sini," sahut Evanders. Ada tawa canggung dari Aga. Seluruh hal yang tampaknya sangat akrab dan hangat tidak berbanding lurus dengan suasana hati seseorang yang berada di seberangnya. Aga mencuri pandang ke Liona yang menatap lurus ke depan, tetapi ke arah bawah. Tidak ada senyum atau apa pun itu daei bibirnya. "Kak, aku ke belakang dulu. Mau minum, kalian lanjutkan saja," ujar Liona di tengah perbincangan yang semakin seru saja. Liona melesungkan senyum tipis dan mulai berjalan ke arah dapur. Kepalanya memberat saat rasa sedih itu memunculkan emosional dalam diri yang berusaha ditahan sedemikian rupa. Ada sebuah cahaya harapan yang kemudian mulai redup lagi. Ada taman bunga yang kemudian layu lagi. Semua Liona rasakan hari ini saat melihat Aga membawa sosok yang ia sebut sebagai kekasih hati. "Jangan bodoh, Liona. Kamu tau dia udah punya pasangan, kan? Tapi malah jatuh cinta lagi sama orang yang sama, huft," keluh Liina yang mulai mengambil minuman dari dalam kulkas. Hingga beberapa menit memilih minuman dingin dan setelah menutup pintu kulkas itu, ia dikejutkan oleh sosok yang membuatnya menganga saat itu juga. "Je--Jess? Kok kamu di sini? Mau ke mana?" "Nemuin kamu." "Me?" Jessica mengangguk dan tersenyum lagi. Ada rasa gugup yang menyergap sejak peristiwa tadi. Rasa tidak enak di dalam hati Liona membuatnya sulit untuk menatap mata Jessica. "Kamu mau ngomong apa? Memangnya yang lain nggak nungguin kamu?" "Enggak, barusan aja Kak Evan nerima telepon dan berkahir minta Aga buat bantuin dia sebentar gitu. Nggak tau apa, terus Kak Mey lagi sibuk urusin anaknya. Ya aku temuin kamu aja sekarang ...." Liona tanpa banyak protes mengajak Jessica ke halaman belakang rumah kakaknya. Menurutnya, di sana tempat ternyaman untuk mengobrol baginya. "Di sini aja ya, Jess. Enak suasananya." "Ah iya juga, sayang ya udah malem aku ke sininya. Kayaknya di sini kalau pagi gitu pasti udaranya seger banget." Liona mengangguk dan tersenyum, masih canggung. "Jadi ada perlu apa ke aku, Jess?" Jessica menggeleng samar. "Enggak, sih, emm ... aku denger kamu ada masalah sama Alvin? Aga cerita cuman itu aja sih, emangnya kamu ada masalah apa? Alvin nyakitin kamu?" Liona terdiam, haruskah ia menceritakan pada sosok yang mengenal Alvin secara dekat? Apakah orang terdekat Alvin justru pro terhadap pria itu, seperti Grace. Apakah Jessica akan mewajarkam semua sikap Alvin padanya? "Ngomong aja, Li, aku nggak bakal bocor kok. Aku cuman mastiin kelakuan Alvin tuh nggam kayak dulu-dulu ke kamu." Liona mulai mengerutkan dahi. Ada yang hilang, rasanya dari kisah pria yang menjadi tunangannya iti. "Kamu tau Alvin?" Jessica mengangguk. "Aku kenal Alvin itu udah lama. Bahkan sejak kami kecil karena satu SD bareng dulu. Terus SMP juga bareng, eh, SMA juga, tapi nggak sampe lulus karena aku pindah ke Jakarta sedang Alvin masih di Bogor. Kita yang mungkin baru kenal dan saling tau karena aku kan selama empat tahun terkahir ini ada di luar negeri." "Loh? Bentar deh ...." Liona mulai bergerak mensejajarkan dirinya dengan Jessica. "Kamu udah kenal sama Alvin selama itu? Berarti kamu tau sahabat Alvin yang namanya Grace?" "Grace?" Jessica tampak berpikir sejenak dan ikut mengerutkan dahi. "Grace? Sahabat Alvin?" Jessica kembali menegaskam nama itu sembari mengingat. Namun, beberapa detik setelahnya justru ada raut datar dari Jessica. "Jadi ini masalahnya ya, Liona? Alvin selingkuhi kamu?" Jessica kembali melontarkan hal mengejutkan lainnya. Menebak semua akar permasalah dari wanita di depannya ini. Tidak mampu berkata apa pun bahkan semua pembahasan tentang Alvin seakan mengulik sekali lagi rasa sakit, Liona terdiam. Ada rasa sesak kala mengingat segal hal yang ia ketahui waktu itu. Tepukan di punggung Liona dan usapan lembut membuat wanita itu menokeh. Senyum yanh ditorehkan Jessica sedikit banyak membuat Liona seakan dimengerti. "Aku nggak tau kalau Alvin masih sama. Masih suka mainin perempuan. Aku pikir sejak kenal kamu selama bertahun-tahun dia berubah. Aku kaget aja baru kali ini dia bisa jalanin hubungan bertahun-tahun, tapi ternyata beda ya ...." "Aku pikir juga begitu, aku pikir dia bakalan berubah setelah dia sendiri yang memintaku untuk jadi pendamping hidupnya. Tapi semua perkiraanku salah. Aku terlalu naif buat percaya sama dia setelah tau kalau dia selingkuh waktu itu untuk pertama kali." "Astaga. Ck, kenapa Alvin kayak gitu sih? Aku tuh udah agak jauh sama dia ya karena aku pindah ditambah keluar negeri buat nempuh pendidikan. Jadi sama sekali nggak tau kelakuan Alvin lagi." "Udah lah. Aku sama Alvin udah nggak ada apa-apa, kok." Jessica sedikit terkejut dengan ungkapan Liona. "Maksudnya kamu nggak ngelanjutin tunanganmu? Terus orang tua Alvin udah tau?" "Aku belum tau, waktu itu aku langsung ke sini buat nenangin diri. Sebenarnya hubunganku sama Alvin belum jelas, Jess. Aku nggak tau gimana tapi aku capek kalau harus bertahan sama Alvin." Liona terdiam, kembali semua ucapan ancaman Alvin apa pun perilakunya kembali menghantui Liona. Ia menunduk dalam, takut dna kembali cemas. Berkali-kali ia memainkam jemari guna membuat hati tidak lagi merasa risau. "Jess, aku minta maaf." Jessica yang tadinya diam mendadak menatap lagi ke arah Liona. Wanita itu masih menunduk, tetapi rasanya ada yang ingin disampaikan. "Aku minta maaf soal sikapku yang spontan tadi ke Alex. Aku bener-bener nggak enak sama kamu, Jess. Tapi, kamu tenang aja ya aku nggak bakal kayak gitu lagi. Alex itu punyamu dan aku nggak bakal ganggu itu. Dulu memang kita ada masa lalu, tapi sekarang dia punyamu." Jessica tersenyum tipis. "Aku nggak kenapa-kenapa, Liona. Santai saja. Aku tau, saat ini aku cinta sama Aga, aku berharap Aga masa depanku. Tapi aku juga nggak maksa kalau suatu hari nanti Aga mencintai yang lain entah kamu lagi atau orang lain. Bagiku untuk saat ini semua yang masih bisa kumiliki bakal aku jaga." Sungguh, Liona benar-benar takjub dengan pikiran bijak Jessica. Jika Liona bisa mengungkapkan, jujur wajah Jessica bahkan terlihat jutek. Namun, sikap yang ditunjukkan bahkan tutur kata dan segala macam tingkah laku semua berbanding terbalik. Pantas jika Aga tertarik dan menjadikannya kekasih hati. Semua yang ada pada diri Jessica sempurna. Liona merasa iri untuk kesekian kali terhadap hubungan orang lain. Semua seperti berjalan lancar tanpa adanya hal serius yang bahkan menyakitkan. ******* Sembari memegang masing-masing kantong belanjaan, tampaknya hubungan Aga dan Jessica semakin terikat sejak seluruh kejujuran itu terucap. Jessica kembali menceritakan apa pun sepanjang mereka berjalan menuju ke apartemen Aga. "Aku beneran kasian sama Liona sekarang, Alvin emang nggak pernah berubah." "Kamu beneran kenal Alvin dari kecil?" Jessica mengangguk, tatapan yang masih lurus ke depan ditambah raut wajah meyakinkan membuat Aga turut percaya. "Kamu tadi ngobrol apa aja sama Liona?" "Emm, banyak sih. Lebih ke hubungannya sama Alvin. Aku juga nggak mau bohong lah kalau emang Alvin kayak gitu. Andai Alvin udah berubah mungkin aku nggak mau ngomong gimana dia. Aku lebih takut Liona kenapa-kenapa sekarang." "Kenapa bisa gitu?" tanya Aga yang mulai membuka pintu unit apartemennya. Jessica mulai masuk, tetapi ia tetap bercerita bagaimana sosok Alvin yang memang memiliki tabiat kurang baik. Apalagi menurut wanita itu, ia tidak bisa membiarkan Liona terus menerus dipermainkan Alvin. Barang belanjaan itu diletakkan di beberapa tempat dan sisanya tetap di kantong. Lantas, Jessica mulai duduk di sofa melepas sepatunya. "Aku lega sih kalau misal Liona sama Alvin batal tunangan. Bukannya apa, tapi bisa kasian Liona nanti kalau beneran nikahin Alvin. Bisa makan ati terus!" "Hemm, emangnya kamu nggak pernah suka juga sama si Alvin? Kayaknya dia nggak jelek-jelek amat, lumayan kan?" tanya Aga lagi sembari melepas coat dan muai mengambil sesuatu di kantong belanjaan itu. "Aku? Suka Alvin? Big No! Karena aku tau dia gimana jadinya aku bener-bener batasin itu. Jadi sekarang ya temenan aja nggak pernah ada apa-apa." Aga mengangguk, ia lantas menyerahkan sekaleng bir pada Jessica untuk menghangatkan tubuhnya. Sementara itu ia juga menenggaknya dan mulai duduk di sofa. "Kalau ternyata dia yang suka kamu gimana?" Jessica menghentikan aktivitasnya. Ia menatap Aga dan sempat terdiam untuk beberapa detik. Namun, setelah itu ia tersenyum lebar. "Kamu cemburu?" "Aku cemburu? Ke Alvin? Kenal aja enggak." Jessica semakin melebarkan senyumnya dan justru mendekat ke Aga. "Yakin nggak cemburu? Jujur dongggg, cemburu kan?" Aga masih terdiam dan menenggak bir nya. Hingga godaan Jessica justru membuat Aga merasa tersudut dan tidak mampu menahan tawa gelinya. Canda tawa pun kembali menggema. Kebahagiaan itu nyatanya masih berada di hubungan Aga dan Jessica. "Jess ...." "Hemm ...." "Kamu percaya sama aku? Ya kamu tau kan Liona dan aku--" "Psstt! Aku percaya sama kamu. Tapi aku juga nggak mau maksa apa pun ke kamu. Kalau memang kita ditakdirkan bareng pasti semua ada jalannya kok. Tapi semisal suatu saat nanti kamu pergi entah sama siapa pun, ya mau gimana lagi ... kalau toh masih bisa diperjuangin aku bakalan perjuangin hubungan kita. Dan aku rasa kamu juga gitu kan, Ga?" Aga selalu merasa tenang mendengar setiap pemikiran Jessica. Wanita ini tidak pernah menuntut, selalu berpikir positif dan dewasa. Aga tersenyum, mengusap pipi Jessica dan mengecup dahinya. Pelukan hangat juga kembali Aga berikan. Mungkin memang Liona lah kisah yang semu. Mereka sudah berakhir dan memang tidak pernah bersatu apa pun alasannya. Saat ini cukup Jessica yang menjadi pelita asa masa depan. Wanita yang benar-benar dibutuhkan oleh Aga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD