Zaitun

1472 Words
“Oh God, it was really shameful.” Olivia menahan rasa malunya ketika ia selesai menampilkan dirinya menyanyikan beberapa lagu yang ia hapal. Ia memang dianugerahi suara yang luar biasa merdu, tapi ia tak ingin memamerkan kemampuannya itu. Ia tak suka menjadi pusat perhatian, begitu pula dengan kecantikannya yang luar biasa membuatnya repot. Karena itu ia suka menyembunyikannya di balik topeng wanita jelek yang sengaja ia pelajari dari tutorial berdandan. Ia memasang jerawat palsu, bedak berwarna gelap, kacamata super tebal, walau matanya tidak minus, serta pakaian-pakaian yang jauh dari kesan modis. Ia selalu memakai semua itu, sialnya ia tidak berdandan jelek malam ini karena ia pikir akan bertemu dengan dengan Freya, tapi untuk apa ia pura-pura menyembunyikan semuanya di depan sahabatnya. Walau ia tak menduga, Freya akan menjebaknya menjadi penyanyi di kafe tempatnya bekerja. “Ya Tuhan, Minyak Zaitunku. Kau benar-benar luar biasa tadi.” Puji Olivia setulus hati. Ia benar-benar terpesona oleh penampilan Olivia barusan. “ Stop it! do not ever asked me to do that!” Olivia mengomel pada sahabatnya. “Seharusnya kau melamar jadi penyanyi di Got Talent, aku yakin kau bakalan menang.” “Bulshit!” “No. Aku yakin kau benar-benar jadi penyanyi hebat. Kalau nggak percaya iris kuping dia,” Freya tadinya mau bilang iris kupingnya, tapi ketika melihat sesosok pria tampan menghampiri mejanya, ia langsung terhipnotis oleh ketampanannya sehingga ia meracau. Ia sering melihat laki-laki itu di kafe ini. Ia selalu datang bersama dengan dua temannya yang juga tampan dan rupawan, tapi tetap saja ketampanan laki-laki ini tidak sebanding dengan ketampanan dua temannya. Lalu kenapa laki-laki mendatangi mejanya. “Liv, Olive…” Freya menepuk-nepuk tubuh Olivia yang terbaring lemas di atas meja. Pandangan Olivia membelakangi laki-laki tersebut, sehingga ia tidak menyadari seseorang menghampirinya. “What?” Olivia mengangkat kepalanya dari atas meja, ia menoleh ke arah pandangan Freya tertuju. Dan… gadis itu membuang pandangannya ke arah mana pun selain ke arah laki-laki yang berjalan menghampirinya. “Hai,” laki-laki itu menyapanya dengan suara ramah. Olivia hanya menundukkan kepalanya, menutupi wajahnya dengan uraian rambut panjangnya, berharap laki-laki yang akan menjadi calon suaminya itu tidak menyadari siapa dirinya. Ia mulai beringsut ketakutan ketika laki-laki itu berdiri tepat di belakangnya, membuat bulu kudu Olivia berdiri tatkala kehangatan tubuh laki-laki itu terasa di tengkuknya. “Boleh aku bergabung?” Dari balik rambutnya yang menutupi wajahnya, Olivia melihat Freya hanya menganggukkan kepala menyetujui permintaan laki-laki itu yang ingin duduk bersama mereka. Freya terlihat seperti gadis yang baru saja disihir oleh penyihir, gadis itu hanya menganga memandangi ketampanan Alex yang kini duduk di sebelah mereka. “Kau…” Freya tampak grogi untuk memulai pembicaraan, sedangkan tatapan Alex hanya terfokus pada gadis penyanyi yang menyembunyikan wajahnya di balik rambut hitamnya yang panjang terurai. Sepertinya gadis penyanyi ini sangat pemalu sampai harus bersembunyi dari Alex. Alex hanya tersenyum, membuat jantung Freya meleleh seketika tatkala melihat senyum Alex yang menawan. Sedangkan Olivia sibuk memikirkan cara untuk melarikan diri dari laki-laki ini. Sial, diantara banyak kafe di kota ini kenapa hari di kafe ini ia bertemu dengan Alex. Apalagi sekarang ia tidak sedang dalam mode ‘Mak Lampir’nya. Ia tak mau penyamarannya terbongkar karena Alex menyadari siapa dirinya. “Ah, kenalin aku Alex. Aku pengunjung tetap kafe ini.” Alex mulai memperkenalkan dirinya, Freya hanya tersenyum sambil salah tingkah melihat Alex begitu menyihirnya. “Aku…” “Kau Freya, ‘kan?” baru saja hendak memperkenalkan diri, Alex telah lebih dulu memotongnya. Freya terdiam sejenak, ia kebingungan ketika Alex sudah mengenalnya. “Ah, aku tahu kau karena salah satu temanku mengenalmu. Dia adalah keponakan pemilik kafe ini.” Alex menunjuk pada Gerald yang duduk jauh di seberang sana. Freya menyipitkan pandangannya ketika mereka dua pria yang biasa datang bersama Alex. Ia bahkan tak tahu kalau salah satu dari mereka adalah keponakan dari pemilik kafe ini. Gerald dan Dion melambaikan tangan dari kejauhan, Freya hanya membalas lambaian tangan mereka, singkat. “Dia…” Alex mulai bertanya siapa nama Olivia, tapi Olivia memilih tidak meresponnya. Freya tertawa kaku, “hahaha… dia Oli….” Olivia menendang tulang kering Freya hingga gadis itu meringis kesakitan, dari balik uraian rambutnya Freya melihat tatapan tajam yang ditunjukkan Olive padanya. Freya menyadari sinyal yang diberikan Olivia untuknya. “Dia Zaitun, hahaha… kau Zaitun, ‘kan? biasa dipanggil Atun.” “Zaitun? Atun?” kening Alex mengerut keheranan, nama yang sangat di luar ekspektasinya. Sangat kontras dengan wajah cantiknya, sedangkan namanya sangat jauh dari kesan milenial sekarang ini. Ia jarang sekali mendengar nama ‘Atun’. Di pikiran Alex malah terbayang wajah Atun di film ‘si Doel Anak Sekolahan’. Olivia hanya mengangguk-anggukan kepala, tanpa menampakkan wajahnya yang cantik itu. Membuat Alex semakin penasaran dengan perilakunya yang sangat misterius. “Hai, Atun. Sedang berkenalan denganmu.” Alex mengulurkan tangannya untuk berjabatan, tapi sayangnya Olivia hanya mau menjabat tangannya sekilas tanpa sedikit pun menatap ke arahnya. Alex merasa sedikit kecewa karena gadis ini bahkan tidak mau melihatnya. Tapi, bukan Alex namanya jika ia mudah menyerah. Ia lalu mulai melancarkan aksinya. “Aku tadi mendengarmu menyanyi. Suaramu sungguh sangat luar biasa sekali.” “Thanks.” Hanya itu? Alex terlihat bingung ketika gadis ini tampak tidak tertarik untuk berbincang dengannya. Baru pertama kali, Alex mendapati dirinya diabaikan sepenuhnya. Apa pesonanya kurang maksimal hari ini, sehingga gadis itu bahkan tak merespon pembicaraannya sepenuhnya. “Oke, Atun. Aku ingin berkenalan denganmu lagi. Aku menyukai penampilannya. Jika kau bersedia, ini kartu namaku. Kuharap kau bisa menghubungiku dan kita bisa saling mengenal lagi. Anggap saja, aku penggemarmu.” Setelah menyerahkan kartu namanya, Alex kemudian mohon pamit pada Freya dengan sopan. Freya hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatnya yang luar biasa aneh malam ini. “Liv, Oliv!” panggil Freya dengan suara nyaring ketika Olivia masih menundukkan kepala. “What?” Olivia pun mulai merespon. “Pangeran tampan sudah pergi.” “Are you sure?” “Iya, Atun. Ngapain sih aku bohong?” Olivia mengintip dari balik rambutnya yang hitam pekat. Ia menghela napas lega sambil memegang dadanya yang berdegup sangat kencang. Ia tadi benar-benar ketakutan. Ia takut Alex menyadari siapa gerangan dirinya. “Sumpah, kau aneh banget deh. Jelas-jelas dia tertarik sama kamu, Liv. Tapi, kau bahkan menolak laki-laki setampan Alex. Sejak awal aku kerja di kafe ini, dia tuh salah satu cowok yang jadi penghibur hatiku di kala manajerku marah-marah, atau ada tamu nyebelin yang mengotori lantai. Lihat wajahnya yang tampan itu, bikin hatiku aku tambah adem…. damai gitu rasanya. Sekarang dia tuh jelas-jelas pengen kenalan. Kapan lagi, Liv. Cepat hubungi dia!” Olivia hanya mendesah memandangi kartu nama yang tergeletak di atas meja. Freya bahkan tidak tahu kalau cowok yang dia kagumi ini akan menjadi calon suaminya beberapa bulan lagi. *** Gerald dan Dion tertawa terbahak-bahak ketika mendengar Alex menceritakan kisahnya saat mengajak penyanyi kafe itu berkenalan. “Kau yakin namanya benaran Atun?” tanya Gerald tak bisa menyembunyikan tawanya yang semakin keras. “Benaran, Ger. Namanya tuh Zaitun. Freya biasa memanggilnya Atun.” Dion terkikik mendengar Alex menyebut nama Atun. “Sumpah aku tuh geli banget dengarnya. Baru kali ini ada gadis secantik dia tapi namanya Atun. Bayangan aku tuh Atun kayak ibu-ibu berbadan gede berambut keriting. Tapi dia tuh sama sekali nggak cocok dengan nama Atun.” “Terus apa rencanamu setelah dia menolak berkenalan?” tanya Gerald tampak tertarik mendengar rencana Alex selanjutnya. Untuk pertama kalinya, Alex mendapatkan penolakan. “Kayaknya aku bakal butuh bantuan Uncle-mu deh.” “Siapa? Uncle Ben?” “Iya. Kalau dia penyanyi dia kafe ini, pasti dia tahu ‘kan dimana cewek itu tinggal?” “Cemerlang juga idemu.” “Biasanya sih penyanyi di kafe ini kerja part-time gitu.” “Kalau gitu, dia pasti butuh duit ‘kan?” “Terus?” “Cewek pasti suka ‘kan dikasih hadiah-hadiah. Kayak berlian, baju branded, sepatu mewah?” “Tapi tunggu deh! kayaknya pakaian cewek penyanyi itu cukup modis dan bukan pakaian biasa.” Ujar Dion mengingat pakaian gaun mewah yang dikenakannya tadi, bukan pakaian biasa. Itu adalah pakaian yang dijahit khusus oleh desainer terkenal. Maklum ia bekerja sebagai asisten Ibunya yang bekerja di dunia fashion, minimal Dion tahu pakaian-pakaian butik terkenal dan pakaian desainer lainnya. “Akh, masa?” tanya Gerald, tak yakin. Gerald pun mengingat sepatu Louis Vuitton yang dikenakan gadis penyanyi itu, bukan sepatu biasa melainkan sepatu edisi terbatas. Kalau dia mampu membeli sepatu semahal itu, masa iya gadis itu mau bekerja sebagai penyanyi di kafe milik pamannya. “Mungkin hadiah kali.” Ujar Dion berusaha mengenyahkan kecurigaan mereka. “Mungkin saja.” Sahut Gerald sambil tertawa lagi. Sedangkan Alex terus merenungi pertemuan pertamanya dengan gadis yang mempesonanya itu. Untuk pertama kalinya setelah terakhir kali ini jatuh cinta pada gadis di masa lalunya, gadis yang membuatnya bersumpah tidak akan menyentuh seorang perawan, sekarang muncul lagi gadis lain yang mengacaukan pikirannya. Ia harus mendapatkan gadis itu, tekadnya dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD