Danu sangat tahu kode yang diberikan sang istri. Dia menelan salivanya kasar ikut panic. Bagaimana ini? disana ada Tatiana yang bisa masuk begitu saja. “Siapa, Sha? Kenapa gak dibukain?”
“Bentar ya, Ma.” Shalsha langsung keluar dari apartemen dan berhadapan langsung dengan Tatiana yang hendak masuk kedalam. “Gak bisa masuk, Mbak. Ada orangtuanya Pak Danu didalam. Mending pulang sekarang.”
“Hah?”
“Hoh hah heh hoh! Cepetan balik! Nanti keburu ada yang keluar!” Shalsha mendorong pelan punggun Tatiana supaya pergi. Akhirnya perempuan yang berprofersi sebagai dokter itu melangkah cepat. “Lari!” teriak Shalsha yang sontak membuat Tatiana lari terbit-b***t. “Hera, dua-duanya sama nyusahinnya hari ini. Bikin sakit kepala iya.”
“Siapa, Sha?” tanya Mama Isla keluar. Sudah Shalsha duga.
“Itu tukang paket salah alamat, Ma.”
“Emang jam segini masih ada pengiriman?”
“Ada, itu situkangnya nyampe kesasar soalnya udah malem jadi gak focus. Udah kedalam lagi yuk.” Mengajak Mama Isla kembali masuk kedalam rumah. “Mama sama Papa mau nginep?”
“Enggak deh, gak mau ganggu kalian,” jawab Aris yang langsung membuat Isla menghentakan kakinya.
“Mau disini nginep ih, Mas.”
Yang lagi-lagi membuat Danu dan Shalsha saling menatap. Pasalnya baju dikamar Shalsha sebagian tidak dipindahkan ke kamar Danu karena malas. Kalau mereka menginap, pasti tidurnya dikamar yang selalu ditempati Shalsha.
“Gak boleh, kan Papa ada kerjaan, Ma. Yuk pulang ah. Masa mau sama pasutri? Mereka juga butuh ruang Privacy, Mama.” membujuk sang istri supaya pulang sekarang. Mama Isla terpaksa menurut perkataan sang suami. Dia datang dulu memeluk Shalsha.
“Kapan-kapan kita omongin lagi promil ya, Sha.”
“Iya, Ma.”
Beralih pada anaknya. “Kamu besok harus bawa bekel buatan Shalsha. Fotoin ke Mama. kalau enggak, Mama susulin kamu ke kampus.”
“Ya ampun ih iya,” ucap Danu kesal.
Berakhir dengan memeluk sang anak. “Kamu udah tua, Danu. Kalau dibayangan orang-orang, Rektor itu ya udah beruban semua. Kamu manfaatin kesempatan sama Shalsha buat punya anak sekarang, mumpung kamu masih bugar. Banyakin waktu sama Shalsha. Lihat sendiri kan buktinya? Nikah gak seburuk itu. ini juga cara kamu biar bisa move on dari masa lalu kamu. okey? Lupain dia, dia udah tenang disana. Giliran kamu punya kehidupan sendiri disini sama Shalsha.”
Shalsha mendengarnya. Tenang disana? Jadi kekasihnya Danu dulu meninggal ya? dia bisa move on tapi pada Tatiana. Sayangnya ada masalah antara orangtua mereka sehingga Tatiana harus disembunyikan sejak lama? Wahh ini benar-benar gila.
“Hati-hati dijalan ya, Ma.” Shalsha berpesan seperti itu dan mengantarkan kedua mertuanya sampai pintu. Ketika sudah pergi. Shalsha menatap tajam Danu. “Katanya gak akan dibawa lagi ke apartemen! Kenapa dia balik lagi?!”
“Aduh, telinga saya sakit, Shalsha.” Mengusap telinganya yang berdenyut dan menatap sang istri. Menjelaskan bahwa kedatangan Tatiana kesini hanya untuk menjenguknya saja, tidak lebih.
Shalsha ingin protes. Karena apapun alasannya, dia tidak ingin Tatiana masuk kedalam rumah mereka. jadi Shalsha tidak menanggapi perkataan Danu.
“Hei, kamu paham gak? Kan saya bilang dia mau jenguk aja. Shalsha? Kamu mau kemana? Kenapa masuk kamar saya?”
“Mau ambil barang-barang saya, Pak,” ucapnya masih kesal. Sadar juga dia tidak punya hak apa-apa untuk melarang. Yang ada nantinya malah menjadi masalah besar kalau Shalsha menunjukan ketidaksukaannya.
Ketika perempuan 23 tahun itu keluar dengan membawa barangnya dari kamar Danu, dia mendapati sang suami yang sedang menelpon kekasihnya. “Iya, Sayang. maaf ya. udah lain kali aja, kamu istirahat, pasti capek banget kan?”
Setelah menyimpan barangnya, Shalsha kembali keluar untuk menutup pintu kamar Danu dengan kencang. BRAK! Hingga menimbulkan suara keras.
“Hah? Bukan apa-apa. Itu ada angin, Tatiana. Udah kamu istirahat, pasti capek banget ‘kan? hari ini melelahkan bukan?”
“Banget,” jawab Shalsha. “Jadi ya, hari ini itu masak banyak, ngurus ini itu belum lagi sandiwara,” ucapnya menyindir sambil menatap Danu. BRAK! Kembali menutup pintu dengan kencang.
Danu hanya bisa menghela napasnya dalam. Ada masalah apa dia itu sebenarnya?
***
Shalsha adalah type perempuan yang menepati janjinya. Jadi dia membuatkan menu makan siang untuk Danu. Takut ditanyakan oleh mertuanya juga.
“Apa itu?” taya Danu yang baru keluar.
“Makan siang kan buat bapak. Nanti ditanyain sama Mama baru tahu rasa.”
“Wah, bagus bagus. Tapi saya gak suka wadahnya, masa iya warna pink.”
“Belum beli, Pak. Udah yang ada aja dulu.” Masih tetap memotong buah sebagai pelengkap.
Danu berdiri disana memperhatikan sang istri.
“Ngapain berdiri? Sana makan tuh, semuanya udah siap.”
“Kamu enggak?”
“Nanti aja. saya ke kampusnya siang.”
“Gak ada perkuliahan?”
“Gak ada, mau ngerjain tugas dulu.”
Entah mengapa perintah Shalsha sekarang terlihat dengan amarah. Apa yang membuat perempuan itu marah? “Kamu kenapa? masih marah soal semalam?”
“Nggak tuh.”
“Iya deh kayaknya.”
“Udah tau nanya!” Shalsha menaikan nada bicara yang seketika membuatnya menghela napas dalam. “Maaf ya, Pak. Saya gak ada niatan sedikitpun buat membentak. Saya Cuma gak suka kesepakatan kita jadi rusak, padahal kan udah sama-sama deal.”
“Iya, kedepannya saya gak akan izinin dia kesini lagi. sebisa saya tapi,” ucap Danu. Ingin melawan tapi sadar wajah Shalsha sangat menakutkan sekarang. “Jadi diem disini sampai jam makan siang?”
“Kayaknya nanti mau ke Rumah Sakit dulu. kenapa emangnya?”
“Enggak apa-apa.” Memilih makan daripada mendapatkan semprotan amarah dari Shalsha.
“Bapak list apa aja yang mau dibawa ke Thailand. Tinggal beberapa hari lagi bapak berangkat. Dan tolong dijaga kondisi badannya, jangan sampai sakit, nanti saya yang repot.”
“Aman sih, pacar saya kan dokter.”
“Tapi saya yang ngurus bapak.”
Kali ini Danu diam dan menghabiskan sarapan lezatnya. Tanpa banyak bicara lagi, dia pergi ke Kampus. Sementara Shalsha membereskan dulu apartemen. Meskipun ada robot yang membantu menyapu juga mesin pencuci piring yang sangat berguna, tetap saja Shalsha harus menyetrika seorang diri.
Bisa saja menggunakan jasa laundry, tapi sayang sekali uangnya. Shalsha ingin merenovasi rumah lamanya bersama sang kakek supaya sosok itu semakin semangat sembuhnya. Setelah selesai beres-beres, Shalsha pergi menuju toko bunga. Membeli buket mawar merah dan membawanya menuju pemakaman orangtuanya yang sudah meninggal.
Menyimpan karangan bunga disana. “Maaf ya Shalsha jadi jarang kesini pas udah menikah.” Shalsha tersenyum dan mengusap air matanya. “Bun, suami yang aku itu…. gak sesuai sama ekspketasi. Jadinya, gak tau deh kedepannya mau gimana. Orang mereka aja gak direstui. Hahaha.” Tertawa sendiri tapi akhirnya meneteskan air mata. “Ayah, Bunda. Selama ini Shalsha belum nemu rumah yang bisa kuatin Shalsha.”
****
Danu melihat isi bekal makan siang ini sebelumnya saat berada di mobil. Makanan buatan Shalsha memang tidak ada yang gagal, rasanya begitu enak dan membuatnya ketagihan.
Setelah Danu selesai melakukan rapat, dia kembali ke ruangan dan mendapati bekal makan siangnya sudah tidak ada. “Kenapa, Pak?” tanya sang sekretaris yang baru saja masuk.
“Bekal makan siang saya dimana ya? tadi disini?”
“hah? Yang mana, Pak?”
“Yang doraemon pink. Dimana? Kamu lihat gak?”
Sekretaris itu seketika membulatkan mata. “Pak, tadi saya nemu di tempat sampah. Terus saya ambil dan lihat isinya masih bagus. Karena saya pikir bapak buang, makannya saya kasih ke satpam.”
Danu terdiam. Dia tidak membuang makan siang itu, tapi dia teringat….. menyenggolnya saat hendak rapat. Dan itu masuk ke tempat sampah? Oh astaga, padahal mulutnya sudah ingin memakan masakan itu.
“Maaf, Pak. Saya ambilkan lagi ya.”
“Gak usah,” ucap Danu. Sebelumnya dia melihat satpam yang disebutkan sekretarisnya itu tidak ada, artinya dia paasti sedang makan siang. “Udah sana kamu keluar aja.”
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya ya, Pak.” Menunduk merasa bersalah.
“Sudahlah. Kamu hubungi Zein dan suruh dia kesini kalau jam kuliah sudah selesai.”
“Baik, Pak.” Sekretaris itu keluar dari ruangan Rektor.
Lalu sekarang dia mau makan siang apa? Danu menolak makan bersama Wakil Rektor I, II dan III karena akan menikmati masakan buatan Shalsha. Disaat yang bersamaan, Tatiana menelponnya dan mengajak makan siang.
Karena semalam Tatiana tidak jadi keapartemen, jadi Danu menurut saja sekaarang. Dia bersiap dan mengambil kunci audi hitam miliknya. “Saya kembali lagi jam dua.”
“Mau kemana, Pak?”
“Makan sian diluar.”
“Oalah, dengan pacar, Pak?”
“Diam kamu.”
“Maaf,” ucap sang sekretaris menunduk takut.
Danu pergi untuk menjemput Tatiana. Jarak dari rumah sakit tempat Tatiana bekerja ke Jakarta memang lumayan jauh. Namun Danu melakukannya agar sang kekasih tidak marah. Sebenarnya Tatiana berasal dari Jakarta, tapi ditugaskan di Bekasi. Untungnya jarak dari Kampus Danu sampai ke Rumah sakit Tatiana itu hanya butuh waktu sekitar 30 menit.
Disisi lain, Shalsha sudah kembali ke kampus. Lagi-lagi dia diminta untuk pergi ke Rektorat oleh Bu Ukilah. Maklum, kalau bu dosen satu itu memang dosen sesepuh. Tidak memiliki jabatan tapi memiliki suara, apalagi masih bagian dari keluarga Yayasan.
“Pak Ibed, saya mau ketemu Pak rektor.”
“Ohhh, gak ada, Bu. Sedang keluar makan siang sama kekasihnya, heheh. Ditunggu saja ya, paling nanti jam tigaan. Atau mau saya bantu sampaikan?”
“Gak usah, Pak. Ini dari Bu Ukilah, biar saya sendiri yang menyampaikan nanti sore,” ucapnya melangkah keluar dari Rektorat. Disana Shalsha mengenali bekal makan siang yang dia buat tengah dimakan oleh salah satu satpam disana.
“Eh, maaf kirain gak ada orang. Ehehehe, malah nonton saya makan.”
“Iyanih, Bu. Enak banget makanannya. Sayang banget tadi malah ada di tempat sampah, untung diambil Pak Ibed.”
Shalsha terdiam. Tempat sampah ya?
“Ibu butuh bantuan saya? Maaf malah curhat nih.”
“Enggak, Pak. Saya mau ketemu Pak rektor tapi gak ada.”
“Lagi keluar, Bu. Nih, saya udah kasih keterangan di plang depan kalau beliau sedang out.”
“Oh iya. Saya oermisi ya.” melangkah pergi dengan hati yang sesak. Dibuang ditempat sampah ya? tega sekali. Sampai Shalsha ingin mengulek wajahnya kalau Danu pulang nanti. “Gue sambel itu kepala nanti.”