Besok Danu berangkat ke Thailand, dan itu membuat Mama Isla mengajak makan diluar. Namun, Danu khawatir nantinya bertemu dengan seseorang tidak terduga, jadi dia menolak. Bahkan Danu meminta bantuan Shalsha untuk mencegah hal itu terjadi. Akhirnya Shalsha yang mengundang Mama Isla keapartemen dengan dalih sudah ada banyak makanan yang disiapkan.
“Ihh, Mama udah dateng. Kirain bakalan nanti pas jam makan.”
“Mama mau bantu bikin pencuci mulutnya deh. Gak enak kalau numpang makan. Nih, Mama juga bawain kamu camilan enak,” ucapnya memberikan papper bag pada Shalsha.
“Makasih banyak, Mama.”
Ketika sang mertua merentangkan tangan, Shalsha langsung memeluk. Mama Isla itu baik sekali, Shalsha bahkan merasa memiliki ibu lagi. begitu juga dengan Aris. Pria sepuh itu menunjukan perhatian pada menantunya dengan mengarahkan anaknya. “Mana Danu?”
“Lagi mandi, Pah,” jawab Shalsha. “Papa sama Mama mau nginep nggak?”
“Enggak ah, takut ganggu pengantin baru. Mana pasti kalian mau mesra-mesraan dulu sebelum berangkat ‘kan? Minta jatah pasti si Danu sebelum berangkat.”
“Ma, jangan bikin malu Shalsha,” ucap suaminya memperingati.
“Gak papa atuh, Pah. Kan sesame wanita pasti tau. Iya ‘kan, Sha?”
Shalsha hanya tertawa. Dan tidak berhenti sampai disana. Ketika membuat hidangan pencuci mulut, Mama Isla terus membicarakan tentang posisi strategis membuat anak supaya cepat hamil. “Udahlah kenapa ditunda program hamilnya, nanti Danu keburu layu.”
“Eum, gak pake kiwi, Ma? Mama suka kiwi biasanya.” Jurus andalan Shalsha adalah mengalihkan perhatian.
Ketika Danu keluar, baru Mama Isla mengomel karena Danu tidak mengajak Shalsha pergi ke Thailand. “Lagian kamu Rektor, kenapa kayak gak punya peran sama sekali? Kamu gak jadi boneka disana ‘kan? masa mintain Shalsha izin ke dosennya sama ke Prodi gak bisa?”
“Bukan gitu, Ma. Shalshanya sendiri yang gak bisa.”
Shalsha melotot. Sialan sekali pria ini melempar padanya, mana Danu datang dan mengambil buah yang sudah Shalsha potong. Jika tidak ada Mama Isla, Shalsha sudah mengacungkan pisau pada sang suami. “Udah ih jangan diambil,” ucapnya menahan kesal.
“Beneran gak bisa ikut, Sha?” tanya Mama Isla.
“Gak bisa, Ma. Kan Shalsha ada kelas, mana pasti di Thailand lama. Nanti aja jalan-jalannya kalau bukan acara kampus. Disana pasti bakalan ditinggal.”
“Ya ikut aja kalau ada acara kampus. Bilang kamu istrinya.”
“Udah, Ma. Mereka bilang gak bisa,” ucap Aris.
“Tapi di Thailand suasana baru pasti bikin mereka tambah menggebu.”
“Menggebu apanya?” Danu heran.
“Ya bikin anaklah!”
Seketika membuat Danu tersedak strawberry. Shalsha tersenyum dalam hati, “Makannya jangan ambil buah yang udah dipotongin! Karma kan?” tapi tetap mengambilkan air untuk sang suami. “Minum dulu.”
Adegan manis itu membuat Mama Isla tersenyum. “Manis banget kalian.”
“Mama jangan aneh-aneh kayak tadi ngomongnya,” ucap Danu kesal. “Itu ranah pribadi Shalsha sama Danu pokoknya.”
“Iya deh iya. Kalau besok kamu berangkat pagi ‘kan?”
“Heem, kenapa memangnya?”
“Besok Mama anterin sama Papa, sama Shalsha juga. Soalnya pulang dari sana, Mama mau ajak Shalsha makan bubur enak.”
“Lah, paginya kalian kesini? Gak usah, gak papa Danu berangkat sendiri aja. nanti Mama sama Shalsha langsung pergi jajan bubur, gak usah libation Danu.”
Mama Isla menatap suaminya dengan tatapan memohon. Akhirnya Aris menghela napasnya dalam. “Kita mau nginep disini,”
Danu dan Shalsha seketika diam mematung. Jadi mereka harus tidur satu kamar?
“Oh iya, kalian udah pamitan sama Kakek Sobar? Sama Kakek Agus?”
“Ngapain pamitan, Ma. Orang ini Cuma tugas keluar Negara.” Danu duduk dekat sang Papa. “Pa, masa iya mau nginep. Kan Shalsha sama Danu butuh ruang privacy. Jadi gak bisa dong. Mana belum ditambahin kedap suara.”
“Gak papa, nanti Mama sama Papa pake earpod buat nonton film.”
Kalau sudah seperti ini, Danu tidak bisa membantah. Dia menatap Shalsha yang menunggu isyarat, tapi wajah Danu yang mengenaskan membuat Shalsha tahu jawabannya apa.
***
Danu dan Shalsha berada didalam satu kamar yang sama? Mereka saling menatap sejak tadi, melelahkan sekali apalagi sebelumnya Shalsha memindahkan barang-barangnya dari kamar sebelah dan Danu hanya menonton sambil makan popcorn. Dan sekarang dia harus tidur di sofa?
“Udah, berhenti natap saya kayak gitu,” ucap Danu memutuskan pandangan.
“Pak, masa saya tidur di sofa. Emang mereka gak bisa dikasih pengertian gitu? Kalau kita pengantin baru dan butuh ruang.”
“Sana kamu yang bilang saja. Kamu denger sendiri tadi saya dimarahin Papa ditambah Mama yang melotot.”
Mana berani, Shalsha duduk disofa dengan helaan napas berat. Sementara Danu sudah kekamar mandi untuk membersihkan diri. Keluar dengan handuk yang melilit dipinggang saja dan berhasil membuat Shalsha berpaling. “Bagus banget tuh aki-aki bodynya,” gumam Shalsha masih bingung. Dia suka sakit badan kalau tidak tidur diatas ranjang. “Pak, saya pinjem bantal sama gulingnya ya?”
“Ambil aja. mau langsung tidur kamu?”
“Iya, biar cepet-cepet besok.”
“Gak mandi dulu?”
Shalsha diam. Mana mau dia dipandang sebagai wanita jorok. Lagipula Shalsha harus tetap tampil cantik. “Ih, sabun aku ditinggal disana.”
“Yaudah pake aja yang punya saya, ribet amat.”
“Yey, kan iya mau minta ini juga, Cuma cara izinnya kayak gitu.” Mengambil pakaiannya sebelum masuk kamar mandi. Karena sialnya walk in closet milik Danu ini terbuat dari kaca buram, jadi masih terlihat siluetnya. Shalsha mencari aman saja memakainya dikamar mandi. Mana jarak antara walk in closet dan kamar mandi itu terpisah. Jadi harus berjalan keluar dulu.
“Jangan stress, tinggal tidur aja terus langsung besok. Itu si Bapak juga gak akan doyan, dia punya cewek yang lebih cantik,” ucapnya pada diri sendiri.
Sial ketika Shalsha hendak memakai baju, pakaiannya jatuh dan basah. Sungguh tidak mungkin untuk dikenakan. “Yaahh, masa harus keluar pake handuk doang? Itu nanti….,” ucapannya menggantung karena takut. Shalsha diam dikamar mandi berharap bajunya kering.
Tapi lama-lama itu membuat Danu yang sedang bekerja malah khawatir. Dia mengetuk pintu kamar mandi. “Kamu gak tidur disana kan?”
“Jangan masuk!”
Danu sampai kaget. “Gimana bisa masuk? Orang dikunci juga,” gumamnya heran.
Mendengar pintu terbuka, Danu mundur selangkah dan memperlihatkan kepala Shalsha. “Pak, merem.”
“Hah?”
“Baju saya jatuh jadi basah, mana kena shower lagi. jadi bapak sekarang merem, soalnya saya mau kesana.” Jarinya menunjuk walk in closet.
Danu tertawa. “Kesana aja, kamu pikir saya bakalan tertarik lihat tubuh kamu?”
“Tertarik atau enggak, pokoknya merem! Cepetan!”
“Saya gak tertarik sama kamu.” melangkah menuju meja kerja yang untuknya membelakangi posisi Shalsha. “Awas kalau balik sini. udah diem gitu. Kalau nengok sini, saya bisa silat loh, Pak.”
Danu tidak mengatakan apa-apa dan focus pada pekerjaannya. Dirasa aman, akhirnya Shalsha berlari menuju walk in closet. “Pake baju disini ajalah. Gak akan kelihatan mungkin.”
Memang tidak terlihat secara gamblang, tapi dari posisi Danu, dia bisa melihat siluet tubuh Shalsha yang…. Sangat seksi. Bentuk tubuh layaknya biola dan berisi ditempat-tempat yang tepat.
Danu seketika memejamkan mata dan menggeleng. Kenapa pula dia refleks menoleh kesana?
“Ekhem! Saya mau tidur, Pak. Jangan ganggu ya,” ucap Shalsha yang sudah berpakain. “Hatchim! Kayaknya gara-gara kelamaan mandi deh.” Membaringkan tubuhnya disofa. Pasrah saja jika besok seluruh tubuhnya sakit.
****
Namun karena memasuki masa periode, tubuh Shalsha menjadi sensitive. Mandi terlalu lama saja membuatnya demam, tubuh yang pegal dan ingus yang keluar. Shalsha tidak nyaman duduk disofa yang keras ini. dia bergumam tidak jelas dan membuka matanya lagi. kaget ketika melihat Danu tepat didepannya. “Ngapain?” masih dengan nada jutek.
“Kamu demam?”
“Gak, Cuma masuk angin.”
“Minum obat sana. jangan bikin saya repot.”
“Kalau saya sakit juga masih bisa urus diri. Soalnya saya masih muda.” Membalikan tubuh menghadap sofa.
Danu mengerutkan kening, dia baru saja diabaikan? Padahal Danu sedikit peduli karena mendengar gumaman yang tidak jelas dari mulut Shalsha. Yasudah, kalau seperti ini Danu memilih kembali bekerja lagi saja. dia harus menyelesaikan pekerjaan ini supaya di Thailand tinggal bersantainya.
Namun semakin lama, Danu mendengar suara isak tangis. Ini anak tidak kesurupan ‘kan? “s**t,” umpatnya merasa tidak tenang.
Menutup laptop dan beralih pada Shalsha. “Sha? Pindah ke kasur saja. biar saya yang disini.”
Namun tidak ada jawaban, tubuhnya juga lemas ketika Danu menariknya supaya bisa melihat wajah sang istri. Keringat membasahi tubuh, wajahnya merah dan suhu tubuh yang begitu panas. Danu seketika menggendong dan menidurkannya diatas ranjang empu. Memegang kening Shalsha.
“Pak.” Shalsha melepaskan tangan Danu dari keningnya.
“Saya bawain obat ya?”
“Jangan heboh, Mama sama Papa lagi istirahat.” Masih berusaha bicara dengan tenggorokannya yang sakit dan mata menyipit, Shalsha tengah menahan pusing bahkan untuk membuka matanya. “Bawain kotak obat, tapi jangan berisik.”
“Kamu demam gini, harus ke rumah sakit.”
“Jangan. Udah biasa kok kalau mau datang bulan. Ambilin obat aja ya. tolong.”
Mana tega mengabaikannya padahal ingin balas dendam. Akhirnyaa Danu keluar kamar dan mengambil kotak obat. Untungnya kedua orangtua Danu terlihat sudah tidur. bahkan Danu membawa camilan dan gelas miliknya yang ada dikamar. “Ayoo bangun, makan ini dulu.”
Shalsha susah payah duduk dan langsung disodorkan roti. “Kan tadi udah makan, nanti saya gendut ih.”
Ya ampun, sedang sekarat saja masih tetap menyebalkan. Untuk Danu tidak menyiram wajah Shalsha dengan air ditangannya. “Yaudah minum obatnya nih, mau yang mana.”
Membuka obat saja kesusahan dan tidak bertenaga.
“Ck, sini saya bukain.”
“Makasih,” ucap Shalsha. Dibantu Danu juga untuk menempelkan pereda panas dikeningnya. “Ini saya gak papa tidur disini?”
“Gak papa.”
“Nanti bapak disofa ‘kan?”
“Iya,” jawab Danu malas karena Shalsha menatapnya curiga. “Udah tidur. kalau belum turun juga, saya bawa kerumah sakit.”
“Enggak usah. Besok juga sembuh.”
Berbaring membelakangi Danu. Pria itu menghela napasnya dan membaringkan tubuh diatas sofa. Haduh, sofa ini memang tidak dirancang untuk tidur, Danu juga merasa tidak nyaman. Dia sudah berbalik kekanan, kekiri bahkan berolahraga sebentar supaya lelah dan mengantuk. Sayangnya sofa ini menjadi penghalangnya. Kalau tidur dikarpet, besok bisa masuk angin.
Melihat jam yang sudah lewat tengah malam, Danu berjalan memastikan Shalsha dulu. melihat sang istri yang sudah tidur nyenyak, tapi panasnya belum juga turun.
“Gak akan tahu ‘kan ya?” naik keatas ranjang dan berbaring disisi kosong. Kasur ukuran King Size jadi memiliki sisi yang lebar. “Tenang aja, gak doyan,” ucapnya lagi membalikan tubuh membelakangi Shalsha yang mengarah padanya
Kalau diatas kasur seperti ini, Danu bisa tidur dengan nyenyak.
Hampir saja pergi kealam mimpi, telinganya mendengar suara tangisan. Tidak ada setan disini kan? sampai tahu kalau sumber suara itu dari Shalsha yang kini tengah menangis dalam lelapnya.
“Bunda…. Hiks…. Ayah…. Takut…. Hiks…. Ayah….” Bergumam seperti itu.
Kalau perihal orangtua, Danu diam. Dia tahu kalau Shalsha kehilangan kedua orangtuanya dalam kecelakaan dan hanya hidup bersama sang kakek.
Suara tangisan yang memilukan dan terlihat mengenaskan membuat Danu mendekat pada Shalsha untuk memeluk dan menenangkan sang istri. “Gak papa, mereka udah ditempat yang lebih indah. Saya disini, gak usah takut…”
“Hiks…. Takut….”
“Gak papa, Shalsha. saya disini.” Tahu kalau itu dialam bawah sadarnya, tapi Danu tetap mencoba menenangkan dengan mengelus punggung sang istri. “Gak papa, jangan takut. Saya disini…”
“Hiks… takut…. Takut Pak Rektor… yang tua…”
Seketika membuat Danu terdiam. Sudah ditakuti, terus dikatai juga.
“Bunda…. Permennya… hiks… jatuh lalat…”
Menghela napasnya lagi ketika Shalsha meracau. Berarti yang tadi juga tidak sengaja. Tapi…. Kenapa dirinya tetap dikatai tua bahkan dalam alam bawah sadar Shalsha?
“Hiks…”
Karena tangisan dan gumamannya tidak kunjung berhenti, Danu berdecak dan berfikir keras. Apa yang harus dia katakan pada alam bawah sadar perempuan ini? sampai akhirnya…… “Gak papa, Shalsha. Pak rektor tua yang menakutkan itu disini. Dia jaga kamu sekarang. Tugasnya udah gak nakut-nakutin lagi.”
Dan ampuh! Shalsha langsung diam, napasnya tenang dan mulai mendengkur halus.
Danu menunduk melihat pipi Shalsha yang terjepit membuat bibirnya terbuka. “Hehehe, kayak bebek,” ucapnya tertawa sendiri. karena malas ganti posisi, sudah saja Danu memeluk Shalsha sambil tidur. “Saya jaga kamu, Shalsha.”