Dimas Maxime Leicester

1184 Words
Dimas Maxime Leicester. Dia adalah seorang pria berusia 27 tahun. Seorang keturunan Indo Inggris yang memiliki wajah cukup tampan, dia seorang pengusaha muda yang memimpin Max-L corporation, sebuah perusahaan di bidang properti yang cukup besar di Eropa sana. Bukan perusahaan baru memang tapi sejak 3 tahun kepemimpinannya, sejak ia mengambil alih dari sang ayah yang terkena stroke karena saham perusahaannya turun drastis dalam semalam, membuatnya harus bekerja keras selama 1 tahun pertamanya mengambil alih. Dia bekerja dengan sangat keras, bahkan ia tak mengenal apa itu jam istirahat. Baginya dia hanya ingin segera memulihkan keadaan demi agar dia bisa segera menyelesaikan urusan pribadinya sendiri. Meski sebenarnya bisa saja ia memilih mengejar kebahagiaannya sendiri, tapi lebih penting dari itu adalah ada banyak kehidupan, ada banyak kebahagiaan dari sebuah keluarga yang bergantung pada kelangsungan perusahaannya. Dia Dimas, pria yang terlihat urakan di luar, tapi tersimpan rasa tanggung jawab yang begitu besar, dia pria yang sangat pekerja keras. Sifat itu ia turunkan dari sang papa, Maxius Leicester. Papa dan mamanya bercerai saat usia Dimas masih 6 tahun, penyebab keretakan rumah tangga orang tuanya adalah karena sang mama berselingkuh karena Max, papa Dimas terlalu sibuk hingga lupa pada istrinya yang membutuhkan kasih sayang, bukan hanya materi. Dan sejak perpisahan orang tuanya Dimas kecil di bawa pulang ke Indonesia oleh sang mama, Dimas kecil kembali diabaikan oleh mamanya yang lebih memilih mengejar pria-pria di luar rumah, Dimas kecil tumbuh hanya bersama sang nenek dan ia hidup sendiri sejak mulai remaja karena nenek yang selama itu menemaninya harus tutup usia. Dimas yang tumbuh kurang kasih sayang membuatnya menjadi pria yang memburu kasih sayang dari seorang wanita.Siapa yang tak kenal dengan pria blasteran tampan si idola masa sekolah dan kuliah. Menjadi pacar Dimas adalah impian setiap wanita dan bahkan mereka tidak peduli walaupun menjadi nomor ke sekian dari pria itu. Ya, Dimas tumbuh menjadi pria pencinta wanita yang memiliki pacar tak terhitung, bahkan saking banyaknya pria itu tak tahu siapa nama pacar-pacarnya. Semua berubah saat dia mengenal gadis cantik sederhana, gadis yang selalu memandangnya biasa saja, tanpa tatapan memuja seperti gadis lain. Gadis yang bukan hanya menjadi kekasih hatinya tapi juga dunianya. Gadis yang pada akhirnya berhasil dia peristri meski ada banyak kesalah pahaman yang terjadi sebelumnya. Dan terjadi lagi kesalah pahaman yang membuat istrinya itu pergi meninggalkannya. Bahkan Dimas tak pernah memiliki kesempatan untuk menjelaskan semua yang terjadi pada wanitanya itu. Dan di sinilah Dimas sekarang. Setelah 3 tahun akhirnya dia kembali, dan dia bersumpah bahwa akan dia bawa kembali istri tercintanya ke dalam pelukannya. Datu tahun dia kembali dan dia telah mempersiapkan semuanya agar dia bisa bertemu dengan istrinya dengan cara yang tak akan istrinya duga sebelumnya. "Permisi pak," ucap seseorang yang tiba-tiba masuk ke ruangan Dimas tanpa mengetuk pintu. Dimas menghela nafasnya. "Apa kau tak bisa mengetuk pintu dulu Gina?" tanya Dimas pada wanita berstatus GM di perusahaannya. "Aku sudah mengetuknya tadi, tapi kamu tak mendengarkannya tadi," jawab Ginaya. Ginaya adalah teman kuliahnya saat S2 di London waktu itu. Dan mereka bertemu lagi saat Dimas tengah berusaha keras membangkitkan perubahan papanya di London dan berlanjut saat Dimas membutuhkan bantuannya untuk membangun perusahaan di Indonesia, yaitu perusahaan tempat ia memimpin sekarang. Berkat bantuan kecerdasan Ginaya, pria itu berhasil dengan mudah mengambil alih perusahaan Hanum Jaya dan merubahnya menjadi MaxL Corp. "Baiklah Gina, ada apa?" tanya Dimas. Wanita itu duduk di depan Dimas. "Ini analisis yang kamu minta untuk proyek yang akan kamu berikan pada DP Arcitect, tapi Dim, apa kamu yakin, Perusahaan kecil itu masih baru." "Kau hanya melihat nama perusahaan itu yang masih baru Gina? Kau tidak tahu ada 2 perusahaan besar di balik perusahaan yang kau katakan kecil itu." Ginaya mendesah. "Baiklah, aku percaya padamu, lalu aku ingin membicarakan masalah–" "Kau GM di sini, jangan membicarakan hal lain selain pekerjaanmu!“ tegur Dimas yang tahu ke arah mana pembicaraan Ginaya nanti. "Dimas tapi–" "Jangan melewati batasanmu Gina, aku membiarkan ide konyolmu itu bukan berarti itulah yang terjadi sebenarnya dan aku tidak peduli itu!" seru Dimas menyela. "Dimas ...," ucap lirih Ginaya menahan kecewa. Malam harinya Dimas memasuki apartemen miliknya, ia melempar jas yang ia kenakan sembarang, setelah itu ia menuju bar kecil di sudut ruang tamu apartemennya. Menuang anggur pada gelas berkaki satu yang baru saja ia ambil dari tempatnya, menghirup aroma anggur lalu mencecapnya sedikit. Matanya tertuju pada bingkai foto kecil di ujung meja mini bar miliknya. Ada sebuah foto wanita yang hingga kini masih menempati hatinya. "Apa kabarmu sayang?" Dimas menghela nafasnya panjang. "hah ... aku lelah sekali hari ini." Dimas terkekeh. "Andai kamu ada di sini apa kamu mau memijatku?" Dimas tersenyum kecut kala ia mengingat kenangannya di masa lalu, wanitanya itu dengan setia akan memijat bahunya, dan saat itu dia akan menenggelamkan wajahnya pada pangkuan wanitanya. "Kapan itu akan terulang lagi?" Dimas lalu segera meneguk anggur di gelasnya hingga tandas. Lalu ia teringat sesuatu, segera ia ambil ponsel miliknya lalu menggulir layarnya hingga berhenti pada nomor yang baru saja ia dapatkan tadi sore. Bukan nomor pribadi memang, tapi tak apa, untuk sekarang dia cukup hanya mendengar suaranya saja, suara yang sudah sangat ia rindukan. Dimas menggigit bibirnya ragu-ragu, dalam hatinya ia berfikir haruskah ia menelponnya sekarang? Tapi rasa rindunya hampir tak terbendung lagi. Akhirnya dengan yakin ia memberanikan diri menekan nomor itu. Dia diam menunggu respon dari si pemilik nomor tujuannya. 'Ku hanya diam, menggenggam menahan, segala kerinduan, memanggil namamu di setiap malam, ingin engkau datang, dan hadir di mimpiku selalu di mimpiku Rindu ....' Dimas memejamkan matanya kala mendengar nada sambung dari nomor yang ia telepon sekarang. "Difa ...," ucapnya lirih saat nada dering itu kembali berulang. Dimas menggenggam erat ponsel di telinganya, sungguh nada dering itu begitu mengena di hatinya. Apakah wanita itu juga merindukannya? Merasa tak ada jawaban dari seberang telepon sana, Dimas memutuskan untuk mengakhiri panggilannya. "Hallo ...." Dimas mengurungkan niatnya saat mendengar suara dari ponsel dalam genggamannya. "Hallo dengan Difa Ayu di sini?" Dimas tak tahu harus menjawab apa, lidahnya rasanya kelu, tak sanggup untuk mengatakan apapun. "Maaf jika anda tidak mau berbicara apapun saya tutup panggilannya!" Dimas sungguh tak bisa berkata apapun, bibirnya sudah terbuka tapi tak sanggup bersuara. "Mam, bobo uyu." Baru saja Dimas hampir bersuara, namun suara kecil di seberang telepon sana berhasil membuatnya penasaran. "Hallo maaf ya aku tutup panggilannya." Dimas masih diam membeku, suara kecil tadi berhasil mengalihkan pikirannya. "Su-suara siapa tadi?" gumam Dimas penasaran. Dimas melepas ponsel di telinganya, lalu dilihatnya lagi nomor yang ia telepon tadi. "Aku tidak salah nomor dan tadi dia juga menyebut namanya." Dimas meremas rambutnya. "Ya Tuhan, aku semakin merindukannya setelah mendengar suaranya dan apa tadi? Suara anak kecil. Apa , apa Difa punya anak?" Dimas tersenyum sesaat lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, waktu itu kami menghitung tanggal agar Difa tak hamil dulu sebelum pesta pernikahan kami." Dimas kembali menuangkan anggur dalam gelasnya lalu segera meneguknya hingga tandas. "Lalu anak siapa tadi? Apa Difa sudah menikah lagi?" Dimas terkekeh lalu kembali menggeleng. "Itu tidak mungkin terjadi, kami belum bercerai dan tidak akan pernah bercerai, tidak akan pernah." Kembali menatap layar ponselnya, Dimas menggenggamnya erat. "Aku harus cari tahu lebih banyak lagi sebelum kami bertemu nanti."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD