Aku hampir tidak berkedip lantaran seorang pria asing tiba-tiba saja mengulurkan tangannya padaku dan menjabatnya tanpa seizinku. Dia nampak sangat modis. Apalagi dengan rambutnya yang beraneka ragam itu ditata seperti seorang idol. Bertolak belakang sekali dengan suamiku. Erwin jelas-jelas sangat nampak kelam dan suram seperti seekor gagak hitam dimataku, tapi pria yang memancarkan keramahtamahan dan juga aura menyenangkan ini rasanya terlalu mustahil menjadi teman dari suamiku. Mereka terlalu bertolak belakang. “Teman?” aku melirik kearah Erwin yang cukup terganggu dengan kehadiran Tuan Arlert. Atau karena sebab lainnya dia sepertinya ingin segera enyah dari tempat ini sekarang juga. “Tidak, dia bukan temanku. Hanya dia saja yang beranggapan menjadi temanku,” “Loh? Apa-apaan kau Er