Bab 5. Kesombongan Amora

1058 Words
Mobil limosin mulai masuk di perumahan, yang tidak terlalu elite. Sengaja Amora membuka kaca mobil, dia menyapa siapa saja yang melintas. “Hai, jeng Amira. Hai, jeng Yoana. Main ke rumah yuk,” sapanya sambil mengajak tetangganya, yang sedang di depan rumah. “Oh iya, pak sopir nanti kamu tidur di kamar belakang saja ya. Mobilnya di parkir di samping rumah, saya mau bersenda gurau, biasa menyapa tetangga,” ujarnya. Walaupun si sopir tidak mempedulikannya, dia berlagak seakan setiap ucapannya didengar. Apalagi saat akan keluar dari mobil, Amora dengan cepat menyuruh sopir itu melayaninya, bagaikan nyonya besar. “Buruan buka pintunya, biar tetanggaku pada melihat. Betapa mereka beruntung, bisa punya tetangga terpandang seperti aku,” puji nya pada diri sendiri. Sopir itu dengan wajah dingin membukakan pintu, mengikuti kemauan Amora. Bahkan dengan santainya Amora memberikan tasnya, lalu meninggalkan begitu saja. “Duh jeng, maaf loh malam-malam merepotkan. Sampai harus menyambut saya segala.” Dengan congkak nya, dia menyombongkan diri. “Wah, sekarang sudah beda ya, jeng Amora sudah naik nih kelasnya. Sudah nggak selevel kita lagi,” ujar Selviana. “Duh biasa saja jeng! Saya masih tinggal di sini, tenang saja.” Amora sambil mengipas, seperti orang besar. “Memangnya kalau boleh tahu ini mobil siapa, jeng? Bukan pinjaman toh?” celetuk Yoana. Amora langsung naik pitam mendengar perkataan itu, dia berusaha menenangkan dirinya. “Sabar Amora, tunjukkan pesonamu,” batinnya kesal. “Duh jeng Yoana, yang benar saja. Gak ada sejarahnya Amora pinjam-pinjam, bukannya kemarin mobil jeng Yoana ditarik leasing ya?“ ejeknya sembari membela diri. Yoana mendengar celetuk kan itu kesal. “Iya, benar di tarik leasing. Setidaknya anak saya bisa sekolah benar, tiap malam gak harus begadang seperti Ashley. Ya kan, jeng Amira?“ balasnya menyindir secara terang-terangan. Amora yang kesal langsung mengusir para ibu-ibu rumpi itu. “Kalian pulang saja ya, aku mau tidur. Maklum besok pagi ada janji temu, dengan klien,” kilahnya. “Wah sepertinya yang di bilang, jeng Yoana benar ya,” celetuk Selviana. “Wah jeng Selvi, jangan berprasangka seperti itu. Saya hanya pernah melihat, beberapa kali saja,” celetuk Yoana. “Tapi pasti salah lihat, iyakan jeng Amora. Saat ini, Ashley pasti di rumah,” timpal Selviana lagi, semakin menggali informasi. “Apaan sih, asal kalian tahu saja ya. Ashley saat ini sudah bertunangan, dia dilarang pulang sama calon mertuanya. Bahkan ini mobil dari calon suaminya, lihat saja dari mobilnya betapa kaya calonnya Ashley.” Akhirnya, Amora keceplosan. “Loh, jeng bukannya, Ashley masih kuliah? Sayang banget jeng, kalau dinikahkan cepat,” celetuk Amira. “Kasihan sekali nasibmu, Ashley. Seandainya saja dulu, tante bisa menerima papamu,” batinnya. “Kenapa Amira, kamu mau menyalahkan ku? Kamu menyesal, ayahnya Ashley memilih aku bukan kamu,” cerca Amora. “Bukan begitu, maksud saya nanggung sebentar lagi dia kan lulus sarjana.” Amora terdiam seakan berpikir, apa yang bisa membuatnya aman. “Kamu gak perlu mengajariku, pikir saja dirimu dan keluargamu. Mana mungkin aku berbuat begitu, apalagi Ashley anak kesayanganku,” kilah Amora. “Kalian pulang saja, lain kali aku akan kirim undangan acara pertunangan Ashley,” ujar Amora, dia langsung meninggalkan semua tetangganya itu. *** Shino meletakkan Ashley lembut di tempat tidur. Bahkan, dia merebahkan badannya tepat di samping gadis itu. Sengaja menjadikan tangannya sebagai bantal lalu memeluk tubuh Ashley, walaupun tidak terlalu erat membuat Ashley tidak nyaman. “Boleh gak tenang dengan posisi ini, aku janji gak akan macam-macam. Aku hanya merasa nyaman dengan posisi ini,” pinta Shino. Ashley menatap pria itu dalam, hingga mata Shino terpejam. Dia mulai memejamkan matanya, yakin bahwa pria itu tidak akan berbuat hal-hal aneh. Suara smartphone, mengusik tidur Shino malam ini. Dia segera menepikan kepala Ashley perlahan, sambil menatap wajah yang indah itu, bulu matanya yang lentik dengan bibirnya yang merah muda. Membuat Shino semakin tidak kuasa, berusaha menahan untuk menyentuh bibir yang merah muda. Shino menerima panggilan, berusaha menjauh agar tidak mengganggu Ashley. Menghela napas panjang lalu menyapa panggilan itu. “Iya, ada apa Tante,” jawabnya. “Shino, apa yang kamu lakukan. Kenapa kamu membuat Xilena, menangis?“ tanya Reina. “Mungkin dia memang mau menangis, memang dia mengadu apa?“ tanya Shino balik. “Kamu bersama Ashley, di dalam kamar,” ucap Reina kesal. “Oh, Xilena mengenalnya. Tapi, sepertinya calon istri saya tidak mengenal Xilena,” ujar Shino. “Shino! Jadi, kamu anggap anak Tante yang sok kenal. Asal kamu tahu ya Shino, Ashley itu bukan wanita baik-baik. Jangan sampai kamu mempermainkan, Sanddreams Foundation,” ancamnya. “Bagaimana Tante bisa menilai calon istriku seperti itu? Memangnya, Tante sudah kenal dengan dia atau tante memang sangat mengenal dia?“ Pertanyaan Shino memancing emosi Reina. Hingga Reina mulai mengeluarkan senjata terakhir. “Sampai kamu berani menikahi wanita jalang itu, kita akan melakukan rapat pemegang saham secepatnya.” “Silakan, ingat Tante, saya adalah pemegang saham terbesar di perusahaan itu. Jadi, jangan pernah mengancam saya, apa yang akan Tante lakukan saya tunggu,” balas Shino dan menutup panggilan itu. “Sebenarnya Xilena mengenal Ashley seperti apa? Apakah dia tahu kebenarannya?“ gumam Shino. Ashley tiba-tiba memegang baju belakang Shino. Pria itu terdiam dan berpikir sejenak, dia takut Ashley mendengar semua percakapannya. “Hai, tuan muda kenapa masih terjaga. Pasti kamu tidak tahan melihatku, tapi angin malam tidak baik untuk tubuhmu yang kurang fit.” Ashley mengucek matanya, sambil terus mengoceh. “Buruan tidur, aku akan tidur di sofa itu,” ujar Ashley lagi. Shino yang sudah membalikkan badannya, melihat Ashley yang saat ini semakin membuatnya yakin. Bahwa keputusan yang diambil tidak masalah, dia hanya akan membuat gempar Sanddreams Foundation. Ashley langsung beranjak tidur di atas sofa, dia tidak mempedulikan Shino lagi. Pria itu tersenyum tipis melihat kepolosan Ashley, seperti sedang mengunggah mengingatkan pemiliknya. Shino memberikan selimut lalu, dia merebahkan kepalanya tepat di sebelah Ashley Sambil memandang wajah itu duduk di atas lantai, membuat mata Shino terpejam. Hingga matahari mulai menunjukkan cahayanya, beberapa pesan masuk di grup perusahaan miliknya. Informasi yang membuat Shino tercengang. [Rapat pemegang saham untuk mengambil sikap, serta menggabungkan saham beberapa mitra. Serta perjodohan antara Shino dan Xilena. Akan dilaksanakan jam 8.00 pagi ini] “b******k!” umpat Shino. “Dasar serakah, sudah merebut perusahaan, berani memfitnah juga,” umpat nya dalam hati. Shino langsung bersiap, dia hanya mengecup kening Ashley. Lalu pergi begitu saja, langkahnya geram. “Lihat caraku, kamu pasti akan bungkam,” gumam Shino sambil mengendarai mobilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD