Ashley seperti melihat setan di hadapannya, walau dia butuh tumpangan. Dia akan tetap sedikit menjaga harga diri, apalagi perjuangan Shino hingga terluka, saat membelanya.
Segera Ashley membalikkan badan dan meninggalkan Biyan, hanya saja dia bingung harus bagaimana. Satu-satunya yang bisa dia lakukan berjalan kaki, entah mau pulang ke rumah Amora atau kembali ke rumah Shino.
Dua jarak yang sama-sama jauh, dengan berjuta kejadian menantinya. Saat dia pulang ke rumah Amora, pasti banyak spekulasi yang di lontarkan Amora untuknya.
‘Kenapa kamu pulang Ashley, Jangan-jangan kamu membatalkan kontraknya. Kamu pasti bikin kekacauan.’ Bayangan pertanyaan-pertanyaan dari Amora, melintas di kepalanya.
“Ish?“ desisnya kesal sambil menggelengkan kepala.
Saat dia berpikir akan pulang ke rumah Shino, terlintas lagi wajah wanita garang. Wanita yang bisa membuat Shino menurut bagaikan anak kecil, walau lucu tapi menyeramkan untuk Ashley.
“Hai, kamu masih mau bertahan di tepi jalan seperti ini,” sapa Biyan dari dalam mobil sport berwarna merah miliknya.
“Daripada ikut kamu, nanti yang ada malah nyawaku melayang,” ujar Ashley ketus.
“Hadeh, asal bicara wanita ini. Mau ikut atau tidak? Aku janji akan mengantarmu sampai selamat, tanpa kurang apa pun,” ujarnya.
“Bagaimana ya, sebenarnya aku tidak yakin. Tapi, terpaksalah dari pada jalan kaki,” jawab Ashley.
Gadis itu membuka mobil, bahkan yang mengesalkan dia melihat Biyan tertawa penuh kemenangan.
“Sebenarnya aku bingung apa yang istimewa denganmu, sampai seorang Shino bisa mempermalukan koleganya. Kasihan Xilena, posisinya tergeser olehmu,” oceh Biyan.
“Hem, kau pikir aku peduli. Shino suka atau tidak itu haknya. Aku hanya punya hak untuk bersamanya titik.” Ashley malas berdebat panjang, dia yakin Biyan hanya ingin mencari informasi darinya.
“Sepertinya kamu, enggan untuk pulang ke rumahmu atau rumah Shino.” Biyan mencoba menebak.
“Antarkan saja aku ke persimpangan kota atau ke pantai di daerah pinggiran. Aku ingin di sana saat ini, melihat ombak di malam hari,” pinta Ashley.
“Baiklah akan aku antar kamu ke sana, hanya di sana bahaya. Aku takut terjadi sesuatu denganmu,” jelas Biyan.
“Antar saja aku ke sana, jangan pedulikan apa yang terjadi. Aku akan baik-baik saja,” jawab Ashley.
“Baiklah, setidaknya aku sudah mengingatkan.” Biyan memacu laju kendaraannya, menyusuri aspal yang hitam. Semakin jauh jalanan semakin sepi, bahkan seperti tidak ada peradaban sama sekali.
Mereka di tempat yang sangat sunyi, hanya suara ombak dan angin kencang yang menjadi pengusir sepi.
“Kamu yakin, mau di tinggal?” tanya Biyan.
“Terima kasih, aku mau sendiri. Kamu boleh pergi,” pinta Ashley.
Biyan sebenarnya ragu meninggalkan Ashley, dia akhirnya mundur perlahan masuk ke dalam mobil. Ashley pergi begitu saja meninggalkan Biyan, langkahnya hanya tertuju pada ombak kecil yang menyentuh bibir pantai.
“Dasar wanita keras kepala, semoga dia tetap aman. Arghh! Kenapa aku yang tidak tenang, dasar Shino seenaknya dia melempar tanggung jawab,” umpat Biyan.
Sebelum benar-benar meninggalkan Ashley, Biyan mengirim lokasi tempat Ashley berada. Dia tidak mau di salahkan jika, Ashley mengalami hal tidak baik.
“Wanitamu aman, sepertinya dia familier dengan tempat ini.” Biyan akhirnya meninggalkan Ashley sendirian, di tepi pantai.
Shino yang menerima pesan itu, masih bingung harus berbuat apa. Saat ini dia benar-benar mendapat ceramah dari Neneknya.
“Kamu sudah berbuat salah! Apa yang ingin kamu lakukan, membuat aku malu!” bentak Geumwa.
“Oma, ini tidak seperti yang Oma pikirkan. Ashley itu adalah wanita baik-baik, bahkan Oma akan menyesal jika tahu siapa dia sebenarnya,” jelas Shino.
“Usiaku sudah tidak lama lagi, bisakah kamu berbuat sesuai pintaku,” ujar wanita tua itu.
“Oma jangan bicara seperti itu, apa yang Oma pinta.” Shino akhirnya pasrah.
“Kamu harus bertunangan dengan Xilena. Aku akan bahagia saat menutup mata kelak,” pintanya.
Shino terdiam dia bingung harus berbuat apa, saat ini pikirannya bercabang. Bahkan, dia masih memikirkan Ashley setiap saat.
“Tidak ada hal lain, selain itu Oma. Aku tidak bisa mengabulkan permintaan Oma, kali ini,” jawab Shino.
Wanita tua itu akhirnya membalikkan wajah, dengan sedikit bersuara tinggi dia menekankan inginnya.
“Selain Xilena, aku tidak akan pernah merestui pernikahan kalian.” Suara lantang itu tidak dapat di bantah, sepertinya Shino tidak ada pilihan lain.
“Akan aku pikirkan, saat ini aku akan pergi.” Shino beranjak, dia ingin segera menemukan Ashley.
“Kamu hanya boleh keluar bersama Xilena, kalau berani menemui wanita kumuh itu aku akan mengakhiri hidupku,” ancam nya.
“Oma..., jangan seperti ini. Sedikit-dikit mengancamku, sedangkan hari ini banyak yang harus aku selesaikan,” rengek Shino.
“Ayolah, jangan kekanak-kanakan,” bujuknya lagi.
“Aku lebih baik mati saja, percuma keturunanku sudah tidak patuh,” ungkapnya.
“Kita bahas lain kali, aku lelah. Terserah Oma, masih mau merajuk atau mau melembut kali ini. Aku mau istirahat.” Shino akhirnya meninggalkan Geumwa.
“Uh..., sepertinya berat. Aku harus bisa membantunya mengingat semua, terlalu berat buat aku hadapi sendiri. Seandainya kamu ingat Ashley, semua tidak akan serumit ini,” gumam Shino sambil jalan.
Saat dia melihat pesan, ada notifikasi berita. Terjadi angin topan di daerah pesisir pantai, saat dia melihat peta yang di lalui angin topan. Sama persih di mana Ashley berada.
Shino langsung terdiam, dia takut tidak bisa menyelamatkan Ashley tepat waktu, melihat jarak dan waktu akan terjadinya badai. Tidak memungkinkan Shino bisa tiba tepat waktu.
"Bimo, kamu di mana. kerahkan semua anak buah di pesisir pantai lemaru Ashley sedang di sana sendirian." Pesan singkat itu segera Shino kirimkan.
Bimo segera mengerjakan pesan dari tuannya, bahkan dengan sigap dia segera menghampiri tuannya.
"Akhirnya kamu datang. Bagaimana sudah ada kabar?” tanya Shino cemas.
" Kita langsung meluncur ke sana saja tuan, saya juga sudah menugaskan beberapa orang untuk mencari, nona Ashley" jelas Bimo.
"Pastikan dia salam kondisi aman," ucap Shino.
sambil mendengar siaran langsung dari smartphone miliknya Shino semakin cemas, lokasi tempat Ashley berada benar-benar porak-poranda.
Banyak pohon kelapa yang tumbang, bahkan air laut mulai menerjang daratan. Shino semakin cemas.
"Bimo!" bentaknya.
"Buruan, jangan seperti keong. Sampai sesuatu yang buruk terjadi dengan dia, kamu tahu apa yang akan aku perbuat." Mata Shino memerah, dia seakan murka dengan kondisi saat ini.
"Baik,tuan. Saya akan memaksimalkan," jawab Bimo tegas.