Pagi datang dengan cepat, dan pagi itu Geisha sudah selesai dengan acara mandinya. Cewek itu juga sudah memesan pakaian untuk dikenakannya, dan meminta pekerja di rumahnya untuk mengantar beberapa barang keperluannya hari ini ke sekolah.
Cewek itu menatap kaca, ia melihat bekas kemerahan di lehernya. Sangat mengganggu, dan pasti akan membuat gaduh banyak orang di sekolah. Jika begini ... ia akan terkena gosip panas.
Geisha menarik napas panjang, ia kemudian menyisir rambut panjangnya. Tubuhnya masih terlilit handuk putih, dan ia merasa sedikit kedinginan sekarang ini.
“Hedeh, lama bener dah yang anterin baju.” Geisha menatap jam. Ia sudah memesan barang sejak satu jam yang lalu, dan sampai sekarang tidak ada yang datang untuk mengantarkan barang tersebut.
Geisha yang masih menunggu kedatangan pengantar pakaian segera duduk di sofa, agak jauh dari ranjang. Ia kemudian memainkan ponselnya, mencari kontak penjual pakaian langganannya di Indonesia.
“Halo, selamat pagi.”
Geisha menarik napas, ia harus menjawab dengan sopan, tidak mengunggulkan emosinya. “Kak, ini Geges. Kok pakean yang Geges pesen belom sampe ya? Kan udah satu jam gitu Geges persennya, Kak.”
“Loh ... Geges yah. Udah Ges, tiga puluh menit lalu udah dianter loh barangnya. Ini yang anterin juga udah balik ke butik,” jawab seseorang di seberang sana.
Geisha yang mendengar hal itu merasa heran. “Kak, boleh ngomong ama yang anterin barangnya, nggak?”
“Oke, bentar.”
Geisha menunggu, ia merasa aneh dan tak mengerti. Ia sudah memberikan alamat lengkap, bahkan nomor kamar hotel tempatnya menginap. Tetapi ... bagaimana barang itu belum juga sampai?
Sejenak Geisha berpikir, ia kemudian menatap ke arah ranjang, dan melihat Barton yang masih tertidur.
“Halo Ges, ini aku Melani.”
Geisha yang mendengar itu kembali fokus pada pembicaraannya di telepon. “Kak Melan, kakak ya yang anterin barang pesenan Geges tadi?”
“Iya, pacar kamu loh yang terima barangnya. Katanya kamu lagi mandi,” jawab Melani.
Geisha menahan napas. Pacar? Siapa yang ... sejurus kemudian Geisha kembali memerhatikan Barton. “Oh, iya ... ya udah, Kak, Geges tutup dulu.”
Geisha langsung mengakhiri sambungan telepon, ia meletakkan ponselnya di atas meja, lalu menuju ke arah ranjang. Ditatapnya Barton yang masih tertidur, dengan cepat Geisha menarik selimut, dan membuat cowok itu membuka mata. Ia tak peduli saat melihat Barton tang tidak mengenakan pakaian, ia ingin tahu di mana cowok itu menyimpan barang belanjaannya.
“Di mana pakean gue?” tanya Geisha.
Barton mengucek mata, ia ingat dengan pakaian yang Geisha pesan, dan dirinya yang menjadi penerima barang tersebut. Celana pendek, dan baju ketat. Keduanya memiliki warna hitam, dan jika dikenakan oleh Geisha akan membuat cewek itu benar-benar memamerkan lekuk tubuhnya.
“Di mana lo simpan barang-barang pesenan gue?” tanya Geisha lagi.
“Udah gue buang,” jawab Barton dengan seenaknya.
“What!?” Geisha menatap, ia tak salah dengar, bukan? “Terus gue pakek apa dodol? Gue nggak bisa pakek baju yang sama dua kali, apalagi itu baju belom dicuci. Baju sekolah gue udah kotor kemaren, gue nggak mungkin nyuruh supir atau pembokat anter baju sekolah ke hotel. Terus gue pakek apaan balik ke sekolah, Pakek anduk?”
“Pakek tubuh gue aja buat nutupin.”
Barton menjawab dengan seenaknya, membuat Geisha semakin tak menyangka dan menjadi kesal.
“Pakek baju gue aja. Tuh ada baju bersih di lemari,” ujar Barton. Ia kemudian beranjak dari ranjang, mendekati Geisha dan tersenyum. “Lagian gue suka liat lo pakek anduk, apalagi kalo dilepas.”
Geisha yang mendengar ucapan Barton segera menghindar, ia menuju ke arah lemari dengan cepat, dan melihat satu-satunya pakaian yang ada di sana. Celana panjang berwarna hitam, dan baju panjang dengan warna putih.
Geisha menatap pakaian yang Barton rekomendasikan untuknya, ia menelan ludahnya cepat. “Gede bener astaga ... BARTON LO GILA! BADAN GUE KELELEP BAGE!”
Barton yang mendengar ocehan Geisha tak memedulikan, ia segera ke kamar mandi, lalu membersihkan tubuhnya.
Sedangkan Geisha ... cewek itu malah merengut, ia tak punya pilihan lain sekarang. Belasan juta sudah ia gunakan untuk membeli pakaian pagi ini, dan jika ia ingin membeli lagi juga percuma. Waktunya untuk pergi ke sekolah tak akan lama lagi, kurang dari satu jam.
Dengan sangat terpaksa Geisha menggunakan pakaian itu, ia benar-benar terlihat buruk karena mengenakannya. Pakaian itu seakan menelan Geisha, dan yang lebih buruk dari apa pun ... Geisha merasa dirinya benar-benar tak nyaman. Ia benci pakaian panjang ... tak membuatnya leluasa saat bergerak.
“Kok gue malah kek gembel ya ... Barton, awas aja lo! Hueee ... Mama ... Geges dijahatin ama orang, Ma.” Geisha benar-benar menangis melihat penampilannya kali ini. Hancur sudah reputasinya karena Barton.
...
Suasana di sekitar sekolah terlihat cukup ramai, banyak anak-anak yang baru saja tiba. Mereka terlihat memarkir kendaraan dengan rapi, ada juga sopir yang segera meninggalkan sekolah Algateri setelah mengantar anak majikan mereka.
Geisha menekuk wajahnya, ia dan Barton baru saja tiba. Cowok itu segera menghentikan mobilnya di parkiran, dan setelah selesai ia mematikan mesin mobilnya.
Geisha baru saja hendak membuka pintu, dan Barton dengan cepat mengulurkan tangan untuk menghentikan pergerakan Geisha.
“Maaf soal semalam,” ujar Barton.
Geisha yang mendengar ucapan Barton membuang muka, ia menarik napas. “Gue marah juga nggak akan balik. Ma kasih udah ancurin idup gue.”
“Gue bakal selalu ada buat lu, gue janji.”
“Terserah, gue capek.”
Geisha kembali ingin membuka pintu, dan Barton menghentikannya lagi. “Gue tanggung jawab, gue bakalan jagain lo.”
“Nggak perlu, anggap aja nggak pernah ada apa-apa.” Geisha segera membuka pintu, ia segera keluar dan membawa barang-barangnya. Cewek itu menatap ke dalam mobil, lalu dengan cepat menutupnya.
“Pak Edi mana yah,” gumam Geisha. Kakinya segera melangkah, meninggalkan Barton yang masih ada di dalam mobil. Geisha memainkan ponselnya, setelah menemukan nomor telepon Pak Edi, ia segera menghubungi.
“Saya, Non.”
“Pak Edi di mana? Geges baru nyampe sekolah,” ujar Geisha.
“Saya di parkiran sebelah timur, Non.”
“Oke,” balas Geisha dan langsung memutuskan sambungan telepon. Cewek itu melangkah dengan cepat, ia juga tak peduli pada orang-orang yang menatap aneh padanya.
Setelah sampai di parkiran sebelah timur, Geisha melihat sopir pribadinya sedang menunggu di dekat mobil. Ia kemudian melangkah lebih cepat, dan segera berhenti dengan napas terengah lelah.
“Non, sehat? Kok pakek baju kebesaran gitu?” tanya Pak Edi.
“Hehehehe ... iya, Geges nggak enak badan.” Geisha segera menuju ke arah mobil, ia membuka pintu bagian belakang, dan meraih pakaian yang ada di dalam kotak. Itu setelan seragam, dan juga baju olah raga khusus Algateri yang ia inginkan.
Cewek itu segera menutup pintu mobil, kemudian membawa barang-barang itu bersamanya. “Pak Ed, Geges masuk dulu yah. Ati-ati di jalan, dah ....”
Pak Edi yang mendengar penuturan Geisha hanya tersenyum, ia kemudian masuk ke dalam mobil dan meninggalkan sekolah.
Sementara itu ... Geisha kini menuju ke toilet sekolah di lantai satu, ia harus segera membebaskan diri dari pakaian milik Barton. Cewek itu segera membuka pintu, dan tanpa sengaja bertemu dengan Natasha. Mereka hampir saja bertabrakan.
“Punya mata nggak sih?” tanya Natasha.
Geisha yang mendengar pertanyaan itu hanya mengabaikan, ia kemudian masuk dan berdiri di depan wastafel.
Natasha memerhatikan penampilan Geisha, ia terlihat kesal saat menyadari satu hal. “Lo kekurangan baju? Sampek baju laki orang di pakek, keliatan banget murahnya.”
“Gue pakek baju cowok yang belom nikah, jadi masih aman, dan bukan pelakor.” Geisha terlihat tak peduli. Ia mengikat rambutnya, lalu mencuci mukanya.
Natasha terfokus pada satu titik, beberapa tanda kemerahan di leher Geisha. “Emang lo bukan pelakor, tapi lo itu jalang. Nggak mungkin ada tanda itu kalo lo nggak ganjen ama laki gue!”
“Tanya aja ama cowok lo, dia atau gue yang mulai.”
“Gue bakal bikin perhitungan ama lo! Kali ini lo gue lolosin, tapi nggak untuk selanjutnya.” Natasha terlihat begitu kesal.
"Gue nggak takut ama lo. Terserah ...." Geisha yang mendengar ancaman itu sama sekali tak peduli.
Natasha segera beranjak pergi, tetapi ia masih sempat menjambak rambut Geisha. Sedangkan Geisha yang merasakan jambakan itu segera meraih tangan Natasha dan memelintirnya.
“Jadi orang miskin harus sopan ama yang lebih kaya, biar nggak malu-maluin kalo mau baku hantam.” Geisha segera mendorong cewek itu, dan Natasha yang diam menahan rasa sakit segera pergi.
Setelah itu pintu kamat mandi tertutup, Geisha bergegas menguncinya, dan menangis. Semua salah Barton, kenapa harus ia yang menjadi korban. “b******n! b*****t! Cowok nggak ada akhlak! Gue benci ama lo!”
Geisha bersandar di daun pintu, setelah hari ini, ia harus bersiap-siap menghadapi Natasha. Cewek itu kemudian menghapus air matanya, ia segera mengganti pakaiannya dan membuang pakaian Barton ke tempat sampah.