Bagaimana Melakukan Malam Pertama?

1090 Words
Malam harinya, di mana itu adalah malam pengantin untuk Nadin dan Reza. Seharusnya, Nadin mendapatkan pernikahan yang indah dan seperti bayangannya. Menjalani malam pertama dengan pria yang dicintainya dan penuh gairah. Akan tetapi, malam ini dia harus satu kamar dengan pria yang terus saja bermain dengan mobil-mobilan dan diawasi oleh pengasuh prianya. Pidoy tampak begitu tenang mengawasi Reza dan tidak pernah lengah sedikit pun. Hal itu juga membuat Nadin merasa sedikit heran. “Tadi, setelah pernikahan sah dia berbisik seperti orang yang waras padaku. Lalu, dari mana dia tahu namau dan bahkan ingin sekali aku yang menjadi istrinya?” tanya Nadin dengan suara yang sangat pelan. “Nyonya, apakah ada yang bisa aku bantu untukmu?” tanya Pidoy saat melihat wajah aneh Nadin yang masih duduk di sisi ranjang. “Tidak. Oh ya, jangan panggil aku Nyonya! Panggil saja Nona, okey?” “Tidak bisa, Nyonya. Saat ini Anda sudah menikah dengan tuan Reza, jadi panggilan Anda bukan lagi Nona melainkan Nyonya. Nyonya Reza lebih tepatnya,” jelas Pidoy yang sebenarnya hal itu sangat mudah untuk dipahami oleh Nadin. Hanya saja, Nadin tidak berpikir bahwa panggilan seperti itu masih perlu dan berlaku saat dia harus menjadi istri dari seorang pria tidak waras itu. Namun, Nadin tidak ingin memprotes ucapan Pidoy dan memilih untuk tetap diam saja. “Nadin, ayo main sini. Aku mau berangkat ke Jepang. Kamu mau ikut sama aku nggak?” tanya Reza dengan gaya kekanakkannya dan tangannya sedang melayangkan sebuah pesawat mini yang dikendalikan menggunakan remote control. “Aku nggak mau main pesawat begituan. Itu kan mainan anak kecil, Reza! Ngapain kamu main begituan!” bentak Nadin dan membuat Reza terdiam di tempatnya. “Nyonya, tolong jangan kasar. Tuan Reza tidak pernah mendapatkan bentakan dari siapapun sebelumnya. Dia masih dalam tahap pengobatan, jadi perasaannya harus tetap dijaga,” terang Pidoy dan berusaha mendekati Reza dan menghibur pria yang tampak sedih itu. “Halah! Laki-laki itu harus kuat dan tahan sama bentakan. Mana bisa dibentak dikit doang udah mewek, apalagi yang ngebentak itu perempuan!” ketus Nadin dan berbaring di atas ranjang berukuran king itu. Dia bahkan masih mengenakan pakaian pernikahannya tadi. “Nadin jahat. Nadin nggak sayang Bintang. Nadin jahat,” teriak Reza dengan histeris dan melemparkan pesawat di tangannya ke arah Nadin. “Aw!” pekik Nadin dan itu membuat Reza semakin terkejut. Dia tidak pernah melukai orang lain sebelumnya dan sekarang kening Nadin berdarah karena terkena lemparannya. “Ma-maaf. Bintang nggak sengaja lempar Nadin!” ucapnya penuh sesal dan menunduk sedih. “Ah, gila banget sih! Main lempar sembarangan!” pekik Nadin emosi pada Reza. “Nyonya, biar aku ambilkan obat merah dan perban,” ucap Pidoy memberikan tawaran kepada Nadin. “Nggak usah. Aku nggak butuh obat merah, yang aku butuh hanyalah udara untuk bernapas. Kamu bisa keluar nggak, Pidoy? Tinggalkan aku berdua aja sama Reza di kamar ini,” titah Nadin dengan serius dan melirik Reza yang masih menunduk karena takut. Nadin sudah sering menghadapi anak-anak nakal dan dia tahu bagaimana cara menghadapi atau mengambil hati anak-anak yang sebenarnya hanya butuh diperhatikan dan butuh belaian kasih sayang itu. “Tapi itu sangat berbahaya, Nyonya. Tuan Reza tidak pernah lepas dari pantauanku selama ini,” ucap Pidoy yang secara tidak langsung menolak perintah pria itu. “Kenapa?” “Kenapa apa yang Anda maksud, Nyonya?” “Kenapa dia masih harus dipantau dan diawasi? Bukankah dia hanya seorang anak kecil saat ini? Hanya tubuhnya saja yang dewasa, tapi jiwa dan sifatnya masih seperti anak yang belum bisa kencing dengan lurus.” “Sebaiknya Anda menjaga omongan Anda saat berada di sini, Nyonya Nadin.” “Apa masalahnya? Sekarang, untuk siapa kau bekerja?” “Untuk tuan muda Reza, Nyonya.” “Siapa aku?” “Anda?” “Iya, aku. Kau tau kan siapa aku? Statusku di keluarga ini sebagai apa dan bagaimana!” jelas Nadin sekali lagi dan membuat tenggorokan Pidoy terasa perih menelan ludah. Dia sama sekali tidak menduga bahwa wanita yang menjadi istri majikannya saat ini, ternyata adalah wanita yang sangat pemberani dan juga tegas. Dia bukan tipe wanita lemah dan juga gampang menyerah. Namun, jelas terlihat bahwa dia juga bukanlah wanita yang sombong dan angkuh serta gila harta. “Anda adalah istri tuan Reza dan menantu dalam keluarga ini,” jawab Pidoy dengan pasti. “Kalau kau sudah tau tentang itu, sebaikanya sekarang kau keluar aja, ya. Apa kau mau melihat aku dan suamiku malam pertama? Kau ingin jadi penonton setia kami?” tanya Nadin tanpa sensor yang membuat Pidoy merasa malu. “Aku mana mungkin berani, Nyonya. Tapi, bagaimana dengan tuan muda nanti? Dia tidak mudah akrab dengan orang baru dan mungkin akan melukaimu lagi,” ungkap Pidoy terus terang karena merasa takut hal tadi terjadi lagi pada Nadin. “Aku bisa mengurusnya sendiri tanpa bantuanmu. Kau tau kan kalau dia sendiri yang memintaku menjadi istrinya? Itu artinya, dia harus siap dengan semua perintah dan juga kata-kata dariku!” Setelah perdebatan panjang, akhirnya Pidoy keluar setelah mendapatkan ultimatum dari kode yang keluar dari mulut Reza. Yang semua itu tentu saja tanpa sepengetahuan dari Nadin sendiri. Saat ini, hanya tersisa Nadin dan Reza saja di dalam kamar yang luasnya bisa ratusan meter persegi itu. Mengalahkan kamar apartemen mewah dan kelas tinggi mirip dengan tempat tinggal beberapa artis internasional ternama juga. Nadin mendekati Reza dan mengelilingnya dengan mata membelelak. Kedua tangan Nadin sengaja dia letakkan di belakang dan semua itu semakin membuat Reza tampak gugup. Dia hanya menunduk dengan wajah ketakutan dan tidak berani menatap ke arah Nadin. Saat ini, Nadin memuaskan netranya untuk memandang pria itu dengan seksama. “Kamu tau namaku siapa?” tanya Nadin santai pada Reza. “Nadin cantik,” jawab Reza masih menunduk. “Nadin. Nggak usah pakai cantik,” ralat Nadin. “Nadin cantik istriku yang baik,” racau Reza lagi dan hal itu membuat Nadin membuang tawanya dengan kasar. “Istri? Kamu tau nggak artinya istri itu apa?” tanya Nadin lagi mengintimadasi Reza. “Istri ... Nadin istri Bintang.” Nadin sungguh kehabisan akal bagaimana caranya bisa mengobrol dan menyambung dengan pria kurang waras itu. Dia sepertinya harus terjebak dalam pernikahan konyol da perjanjian yang menurutnya tidaklah masuk di akal itu. “Ya Tuhan. Bagimana aku bisa mengandung anaknya dalam waktu yang ditentukan? Dia bahkan tidak tahu istri itu apa. Lalu, bagaimana kami bisa melakukan malam pertama dengan sukses dan kalau bisa aku langsung saja hamil agar setelah melahirkan bisa meninggalkan keluarga ini. “Kau terlalu meremehkan kemampuanku, Nadin sayang!” batin Reza berkata dengan tawa sumbang meski hanya di dalam hatinya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD