23 :: Sedikit Cemburu ::

1147 Words
Mereka yang di cintai tidak akan pernah sadar bagaimana kau memperjuangkannya. **** Ajeng sangat serius belajar di perpustakaan, memanfaatkan jam istirahat sekolah dia meluangkan waktu untuk ke sana. Wita dan Andini sempat tidak percaya dengan apa yang Ajeng lakukan, namun melihat hal baik serta positif yang sahabat mereka itu lakukan mereka senang-senang saja. Beruntungnya Ajeng memiliki Andini yang selalu peringkat pertama umum di sekolah mereka jadi dia bisa bertanya banyak hal. Jika saja Andini tahu kalau yang Ajeng lakukan saat ini adalah untuk meraih hati Pak Radit sudah di pastikan wanita itu tidak akan mau menanggapi semua pertanyaan Ajeng. Maka dari itu Ajeng tidak berbicara apapun kepada Wita maupun Ajeng, cukup dia seorang yang tahu dan juga buku hariannya. satu jam mereka di perpustakaan Ajeng dan dua sahabatnya itu kembali ke dalam kelas, melanjutkan jam pelajaran yang akan terus berlangsung. Setelah usai jam sekolah mereka juga harus bertahan dua jam lagi disana untuk mendapatkan les tambahan, Ajeng yang selalu membawa bekal langsung menyantap bekal makan siangnya itu dengan lahap sambil membaca buku catatannya. Wita dan Andini sedang ke kantin untuk memesan makanan lalu akan ikut bergabung bersama Ajeng untuk duduk di taman belakang sekolah menikmati makan siang mereka sebelum bertarung dengan pelajaran tambahan lagi. Ibra yang memang sedari jam istirahat mencari Ajeng akhirnya bisa melihat wanita yang sedang sibuk makan sambil membaca sebuah buku. Tanpa bersuara Ibra sudah duduk tepat di sebelah Ajeng, melihat apa yang Ajeng baca dan dia mengangguk sambil tersenyum tipis. "Kalau udah bego jangan di paksa," ucap Ibra membuat Ajneg langsung mengomel dengan mulut penuh makanan. Ibra tertawa melihat wajah lucu Ajeng itu, kemudian dia mengambil satu potong tempe dari tempat makanan Ajeng. Membaringkan tubuhnya di atas rumput sambil menatap langit yang begitu cerah saat ini. "Ajeng," kata Ibra sambil melihat Ajeng dari posisinya. "Hem," jawab Ajeng singkat. "Kalau gue suka sama lo gimana ?" pertanyaan itu membuat keadaan hening sesaat. Tapi kemudian Ajeng menatap ke arah Ibra sambil memicingkan matanya. "Jangan harap bisa ganggu konsentrasi gue ya Ibra, udah deh lo ngapain di sini. Nanti gosip gue pacaran sama berondong semakin tersebar luas tau !" "Eh ada Ibra," sapa Wita dan Andini hanya tersenyum kepada Ibra. Mereka duduk di dekat Ajeng, Wita melihat Ibra yang sedang berbaring di atas rumput tanpa takut seragam sekolahnya akan kotor. "Lo gak pulang Ibra ?" "Tadinya ada yang bilang mau pergi usai jam les tambahan beli perlengkapan jualan tapi kayanya manusianya lupa sama janji yang dia buat." Sindir Ibra lalu dia beranjak dari tempatnya, Ajeng yang merasa lalu berdecak dan meminta maaf kepada Ibra. Ajeng mengatakan karena belajar dia melupakan semuanya, dia berjanji akan mengabari Ibra dari telpon jika dia sudah selesai les. "Lo udah punya handphone Jeng ?" tanya Wita. "Hehehe...iya ini ponselnya Ibra gue pinjam buat jualan online." "Oh gitu, bagus dong." Wita memberikan jempolnya kepada Ibra. "Kalau gue jadi lo mending milih Ibra daripada si Radit," ujar Andini yang membuat Ajeng menghembuskan napas. "Ibra," panggil seorang wanita adik kelas mereka yang Ajeng tahu adalah Alya. "Eh ada Alya, belum pulang ya ?" tanya Ajeng sambil tersenyum dan menatap Ibra penuh arti. "Belum kak Ajeng, tadi sudah janji sama Ibra kalau mau pulang bareng. Terus kebetulan saya ada rapat osis jadi Ibra harus menunggu." "Ciyee," ujar Wita namun Ajeng terdiam begitu juga Andini. Ajeng menatap Ibra sangat terkejut, seolah seharusnya dia berpikir Ibra cerita kalau dia dan Alya sedang pendekatan. Alya berpamitan kepada mereka dan menghilang bersama Ibra yang juga pergi, menghembuskan napas Ajeng kembali fokus kepada buku dan makanannya. **** Radit melihat Ajeng yang sedang berdiri di depan pagar sekolah, suasan sudah mulai sore dan murid-murid lainnya juga sudah tidak ada lagi. Radit menghampiri Ajeng sebelum dia melanjutkan langkahnya ke parkiran. "Ajeng," sapa Radit membuat Ajeng terkejut. Dia mengusap dadanya berulang karena sangat terkejut. "Maaf mengejutkan kamu, saya lihat kamu sendirian disini dan sekolah sudah sepi." "Eh iya Pak, saya lagi nungguin Ibra. Tadi kita janjian mau ketemu di sini, soalnya ada keperluan." "Kamu mau saya temani menunggu di sini ?" "Oh enggak pak, gak apa-apa." "Kalau begitu kamu hubungi Ibra saja bilang kamu saya antar ke rumah kamu. Kalau kalian ingin pergi bisa dari rumah kamu saja. Sekolah sudah sepi bahaya kalau kamu sendirian di sini, kata Radit lagi membuat Ajeng mengangguk setuju sambil tersipu malu. Ajeng mengikuti Radit untuk menuju parkiran sekolah dan masuk ke dalam mobil Radit. Rasanya Ajeng sedang berada di dalam sebuah drama movie yang judulnya 'Guruku kekasih ku'. Ajeng tersenyum manis sambil memilin jemari tangannya. Radit tidak berbicara sepatah katapun, membuat Ajeng juga hanya diam. Namun tiba-tiba Ajeng terkejut ketika jemari tangannya di isi oleh Radit, pria itu menatap Ajeng sambil tersenyum. "Semangat belajarnya ya," ujar Radit membuat Ajeng salah tingkah tapi tidak lama Radit melepaskan tautan jemari mereka tadi. Ini adalah momen bersejarah bagi Ajeng, dia tidak mungkin bisa melupakan hal ini. Tidak lama Ajeng sudah sampai di gang depan rumahnya, mobil Radit tidak bisa masuk karena jalan yang sempit. Radit ingin mengantrakan Ajeng sampai ke rumahnya dan Ajeng dengan senang hati menyetujui hal itu. Radit mencuri pandang ke arah Ajeng, dia tahu wajah wanita itu saat ini merona. Ponsel Radit bergetar, dia mengangkatnya langsung dan ketika ia menyebut nama Safira Ajeng langsung merasakan ada nyeri di hatinya. "Ajeng saya tidak bisa mengantarkan kamu sampai di rumah, Safira sedang di rumah sakit. Kamu hati-hati ya," ujar Radit lalu dia berlalu pergi begitu saja. Jelas Radit terlihat begitu khawatir kepada Safira dan hal itu membuat Ajeng bertanya-tanya mungkinkah Radit masih mencintai mantan kekasihnya itu ? Belum sepenuhnya Ajeng sadar dengan apa yang sedang terjadi, tangannya di tarik oleh Ibra yang sudah ada disana. "Ini sudah yang ke berapa kalinya Ajeng ?" tanya Ibra terlihat begitu kecewa. "Ibra tadi gue udah nungguin lo di depan sekolah hampir dua jam dan lo belum datang, gue juga ada telpon dan lo gak angkat kan ?" kata Ajeng tapi sepertinya Ibra sedang sangat emosi. Bagaimana tidak emosi jika dia melihat Radit yang bersama Ajeng sementara dia sudah mengendarai motor seperti orang kesurupan agar tidak terlambat. Iya Ibra mengaku dia salah karena dia ketiduran, tapi Ajeng kenapa malah memilih pulang bersama Radit. "Kalau lo ada kencan sama Alya gak apa-apa kok, gue tau kalau lo juga gak akan bisa ada dua puluh empat jam buat bantuin gue. Tapi setidaknya lo bilang jujur dong," ucapan Ajeng sungguh membuat Ibra semakin geram. "Jangan bawa-bawa orang lain, berapa kali lo lupa janji sama gue karena Pak Radit ? apa gue marah, baru kali ini gue salah dan gue udah berusaha secepat mungkin sampai di sekolah tapi lo malah gak ada dan sekarang lo mau nyalahin orang lain ? lo egois banget sih Jeng." Ibra tidak ingin memperpanjang keributan itu sehingga dia pergi dari sana dengan motornya. Terlebih sudah banyak orang yang melihat mereka dengan pandangan tidak enak. Ajeng juga langsung berlari ke arah rumahnya, masuk tanpa mengucap salam lalu membanting tas sekolah dengan kesal. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD