Seeking The Truth

1036 Words
Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, akhirnya Manda tiba juga di kafe yang sering ia sambangi. Ia memarkirkan sedan hatchback kesayangannya lalu segera melangkah ke dalam restoran. “Mbak,” panggil Amanda setibanya ia di bangku yang sebelumnya ia pesan. Gadis itu mengangkat salah satu tangannya ke atas. Meminta salah satu pelayan kedai legendaris itu menghampirinya. “Saya mau satu milkshake coklat tawar, lemonade squash satu sama lasagna dua porsi ya,” ucap ramah Manda pada gadis pelayan itu. Ia membiarkan waitress itu mengkonfirmasi pesanannya sebelum undur diri dari hadapannya. Sembari menunggu kehadiran Natasha, Amanda merogoh n****+ lokal yang selalu ia bawa kemanapun. Lumayanlah untuk membunuh rasa bosan karena menunggu yang datang sesuka hati. Ia buka lembar demi lembar buku yang tidak terlalu tebal. Lantas meresapi makna dari ribuan barisan kata yang ia baca. Hingga akhirnya, tangan kanan nan halus itu menuntun Amanda membuka halaman ke seratus. Di mana salah satu isi bab itu menceritakan tentang ciri-ciri lelaki yang tengah mendua. Membuat ingatannya kembali berkelana pada momen pengkhianatan Yogi. “Ah kenapa kisah cinta gadis ini begitu mirip dengan yang aku alami? Tapi aku belum yakin jika Yogi sejahat pemeran utama pria di buku ini,” lirih Amanda seraya melayangkan pandangannya ke arah luar restoran. “Heh, ngelamun aja sih! Nanti kesambet setan ganteng baru tahu rasa loh.” rangkaian kata yang meluncur bebas dari bibir Natasha, diiringi dengan tepukan di bahu Manda menghentikan lamunan wanita muda berwajah tirus itu. “Eh, gimana?” refleks Amanda, menandakan pikirannya saat ini memang sedang kosong. “Gak apa-apa. Kamu lagi mikirin apa sih, Mand? Kok aku lihat kayaknya kamu lagi banyak pikiran.” selidik Natasha begitu mendapati gesture sahabatnya yang lain dari biasanya. “Hah, jadi Tasha gak tahu tentang momen Yogi bersama w************n itu? Aku harus gimana nih. Bilang ke dia atau tetap bersikap semuanya seakan-akan baik saja,” monolog Manda yang tengah berada dalam dilema hati. “Heh! Tuh ‘kan bengong lagi. Ditanyain bukannya menjawab malah melanjutkan lamunan yang sempat kejeda,” tegur Natasha seraya menatap netra Amanda yang tampak berembun. “Ahahaha. Iya. Apa kabar?” tanya Amanda asal. Mendengar pertanyaan Amanda yang terasa begitu aneh, seketika Natasha tergelak. Hingga tak ayal merebut perhatian pengunjung restoran itu. Membuat wajah Amanda memerah karena malu. Sontak, Amanda sengaja menginjak kaki Natasha. Meminta dara periang itu menghentikan gelak tawa yang sukses membuatnya malu bercampur kesal. Namun, bukannya berhenti. Tasha justru masih saja tertawa. Tentu saja sembari melemparkan barisan kata pembelaan diri. “Sorry, Mand. Aku kaget aja kamu bertanya kayak gitu. Kayak gimana ya rasanya, aneh gitu seorang Faza Amanda menanyakan kabar remahan rengginang macam Natasha ini,” ucap Natasha sesaat setelah tawanya mereda. “Kecuali kalau kamu nanyain Yogi, nah itu baru benar. Secara Yogi kan abang ganteng yang selalu di hati gadis feminin macam Faza Amanda ini,” imbuh Tasha yang membuat Manda seketika tersedak. Amanda tersenyum getir saat ia selesai mendengarkan barisan kata yang meluncur tanpa beban dari bibir sahabatnya semenjak kecil. Entahlah, ada semacam rasa perih yang menelusup di relung hati kala nama Yogi disebut di depannya. Mungkin karena sebagian pikirannya telah terkontaminasi oleh potret Yogi yang tengah memadu kasih dengan seorang perempuan. Atau kecewa karena lelaki yang ia gadang-gadang menjadi penjaga hatinya, justru menorehkan goresan di dalam sana. “Kamu gak ada masalah ‘kan dengan sepupuku satu itu? Ya tumben aja sih aku gak ngeliat dia boncengin kamu, Mand." "Yah gimana, setahuku dia bucin banget sama kamu loh Mand. Rasa-rasanya kalau dia belum antar atau jemput kamu masih ada yang kurang," jelas Tasha panjang lebar. "Aku sampe heran sendiri loh. Ada gitu yah cowok macam dia yang bucinnya setengah hidup," imbuh Tasha seraya mengaduk milkshake coklat pesanan Amanda. Lagi-lagi hanya senyuman terpaksa yang Amanda tunjukkan. Lidahnya terasa begitu kelu untuk mengungkap temuannya tentang sosok Yogi. Sekalipun sejatinya ia begitu ingin mengatakannya pada Natasha. Bukan untuk mengadu, namun hanya sekedar meluapkan rasa yang menyesakkan di d**a. "Benarkah Yogi sebucin itu hanya kepada dirinya? Lantas, jika memang begitu adanya, mengapa Yogi tega menjamah tubuh perempuan lain?" berbagai pertanyaan itu kembali menghiasi benak Amanda. "Tuh 'kan bengong lagi. Sepertinya kamu perlu diruqyah deh, Man. Sedari tadi tuh muka mendung melulu." Natasha memutar malas bola matanya. Tanda ia begitu jengah dengan sikap Amanda. Ragu. Bimbang. Itulah yang Manda rasakan. Sesaat, gadis berkerudung itu menatap sepasang bola mata sahabatnya. Meyakinkan hatinya, benarkah keputusan yang akan ia ambil. "So just tell me why, Manda,' ucap Tasha seakan paham arti tatapan Amanda terhadapnya. Sejenak, Amanda menghela nafas panjang. Mengumpulkan nyalinya yang semakin menciut untuk mengungkapkan sesuatu yang mengganjal di hatinya. "Kamu yakin Yogi hanya memiliki satu perempuan, Sha?" pancing Amanda hati-hati. Rasa-rasanya ia tak sampai hati mengatakan prasangkanya tentang Sang Kekasih. "Ya setahuku tuh cuma kamu aja, Manda. Gak ada yang lain. Kalau boleh tahu, kok tumben banget pertanyaanmu aneh begini?" selidik Tasha yang mulai paham jika memang hubungan Amanda sedang bermasalah. "Ehm… gimana ya aku bilangnya. Aku sih berharap semoga hanya fitnah," tutur Amanda seraya meremas-remas ujung bajunya. Lagi, Tasha mengernyitkan dahinya. Tak tahu apa yang dimaksud sahabat karibnya itu. "Maksud kamu?" Natasha meminta penegasan Amanda. Amanda menghela nafasnya kasar. Lalu sejurus kemudian ia mengangsurkan benda pipih berwarna hitam miliknya. Mempersilakan Natasha melihat serangkaian potret Yogi yang begitu pasrah dijamahi wanita penjaja diri. "Kok bisa sih, ini real Mand? It's just a gimmick, isn't it?" tanya Natasha, memastikan apa yang dilihatnya hanya sekedar candaan. Akan tetapi, rasa penasaran tidak terjawab. Justru Amanda membiarkan keingintahuan Tasha menggantung begitu saja. "Sebentar, Sha. Aku ke toilet sebentar," sahut Manda seraya bersiap beranjak dari tempat duduknya. Seiring radar indera penglihatannya menangkap sesosok wanita lewat paruh baya yang begitu familiar. "Mau ke mana tante Lita? Kok jalannya kayak buru-buru gitu. Kayaknya ada yang gak beres nih," gumam Amanda tanpa melepaskan pandangannya. Tak ingin targetnya lolos begitu saja. "Ta-tapi Mand." terlambat sudah upaya Natasha menahan langkah Amanda. Nyaringnya suaranya memanggil Amanda kalah telak dengan keingintahuan Manda soal skandal kekasihnya. Demi keinginannya yang ingin terlepas dari rasa penasaran yang menyiksa jiwa dan pikirannya, Amanda memutuskan untuk membuntuti kemanapun Lita berjalan. Perkara ia tetap mampu tegak berdiri atau justru jatuh tersungkur menjadi permasalahan nomor sekian tidak lagi menjadi prioritas Amanda. Karena saat ini yang terpenting baginya hanyalah menemukan fakta yang sebenarnya tentang Yogi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD