Misunderstanding

1017 Words
"Mas Yogi kayaknya bahagia banget yah. Sama sekali gak ada mendung yang tersirat di wajahnya," gumam Amanda seraya menatap Yogi dari jauh. "Kenapa dia beda banget dengan apa yang Tasha katakan?" imbuhnya seraya meremas-remas kemeja kotaknya. Gemas sekaligus resah melihat Sang Kekasih yang tetap terlihat baik-baik saja, sekalipun hubungan cintanya tengah bermasalah. Tanpa sungkan, prasangka negatif mulai membayangi benak Amanda. Meragukan kebenaran cinta Yogi kepadanya. Pasalnya, yang Amanda lihat saat ini, terlihat jelas Yogi bersikap baik-baik saja. Seakan tidak ada hal yang patut diresahkan, termasuk kusutnya benang cintanya dengan Amanda. Sikap tubuh Amanda yang lebih banyak melamun, tentu saja membuat Natasha jengah. Hingga akhirnya terbit ide usil dari lobus frontalnya. "Sudah berapa kali anda melamun hari ini kak Faza Amanda, hem?" iseng Tasha seraya menggebrak meja. Nyaris membuat jantung puan pemilik nama Amanda itu berhenti berdetak. "Astaga, Sha! Kalau mau ngagetin tuh bilang. Masih untung jantungku ini aman. Coba kalau—" Amanda menggantung ucapannya. Pasalnya, jika ia tetap melanjutkan bicaranya, bisa-bisa siraman rohani ala Natasha bakal masuk ke gendang telinganya. Mendengar omelan Amanda yang begitu panjang seperti rangkaian kereta lokal, cewek tersangka penggebrak meja itu hanya tersenyum nyengir. Sembari menyadari dalam hati jika berbuat usil itu kadang memang diperlukan, especially for Amanda. "Habisnya kamu sih, kebanyakan melamun. Apalagi sejak kehadiran dua cowok itu. Inget, kamu udah punya Yogi, Mand. Jangan sampai main hati sama yang sebelahnya ya." Entah mengapa, candaan yang meluncur bebas dari bibir Tasha membuat Amanda sedikit resah. Takut jika akhir statement Tasha menjadi kenyataan. Namun, Amanda begitu apik menutupi gelisah yang menyusup ke jiwanya. Dengan nada bicara yang tenang dan santai, ia mengklaim gurauan teman dekatnya tidak akan terjadi. "Tenang aja, aku gak sebercanda itu dengan jalinan ini. Kalau aku doyan main hati, sudah pasti kulakukan dari dulu," tukas Amanda seraya melipat tangannya. "Alright," sahut cepat Natasha. Tak lupa ia kaitkan ibu jarinya dengan jari telunjuk, mengiyakan tutur kata perawat pendiam itu. Sementara itu, di bangku yang jaraknya tidak begitu jauh, tanpa Manda sadari, seorang lelaki tengah mengamatinya. Mulai dari gestur yang terpancar hingga penampilan top to toe Manda tidak luput dari radar hazelnya. "Cantik," gumam lirih Affandi yang ternyata mampu Yogi dengar. Membuat kekasih Amanda buru-buru menolehkan wajahnya ke arah Fandi. Lalu menyusul jejak Affandi, demi mengobati keingintahuannya tentang sosok perempuan yang Fandi puji. Yogi mengernyitkan dahinya, seiring sepasang netra hazelnya menangkap sosok wanita yang begitu familiar. Apakah Amanda-nya lah yang Affandi puji cantik atau justru Natasha. "Yang mana, Fand? Spill dong ke aku."pancing Yogi hati-hati. Memastikan sosok yang Fandi maksud bukankah perempuan berhijab kesayangannya. Affandi tersenyum simpul. Lelaki itu membiarkan rasa ingin tahu Yogi tidak terjawab. Ia justru mengatakan pada pria yang tiga tahun lebih muda darinya. Lalu tanpa rasa bersalah sedikitpun mengatakan jika semua perempuan itu cantik. Tepat pada saat Fandi kembali melempar penglihatannya ke arah bangku bernomor 20, di saat yang sama rupanya Amanda pun tengah memandanginya. Waktu terasa berhenti berputar kala sepasang ekor mata Affandi dan Amanda bertemu. Menuntun pikiran dua insan itu berjalan ke antah berantah. Affandi yang terkesan akan kecantikan Amanda. Sedangkan Amanda yang masih terbengong memikirkan siapa yang menunggu Aninda di rumah sakit. Hingga akhirnya lagi-lagi terdengar suara nyaring Natasha. Mendistraksi Amanda yang kepadatan tengah menatap pria berkemeja di meja seberang sana. “Hai bung, tatapannya berhenti aja dulu. Kalau mau kenalan, nanti aku kenalin deh.” suara ramah Yogi membuyarkan lamunan Affandi. Sama sekali tidak ada nada kecemburuan dalam intonasi bicaranya. Membuat seketika Affandi kikuk lalu beberapa kali jadi salah tingkah. “Tenang aja, nanti kalau aku mau, aku bakal samperin dia kok,” jawab mantap Affandi. Sekalipun di dalam hati ia tidak yakin bisa melakukannya. Tampaknya semesta sedang berada di pihak Affandi. Hasratnya yang ingin berdekatan dengan Amanda pun segera terkabul. Pasalnya, saat ini perempuan yang begitu ramah dengan mamanya tengah berjalan ke arahnya. “Eh, ada pak….” “Affandi,” jawab cepat Fandi, seakan tahu apa yang Manda maksud. “Mohon maaf mengganggu waktunya ya, Pak. Saya mau pinjam teman bapak sebentar saja.” tanpa beban, Amanda menggandeng tangan Yogi lalu mengajak pemuda berparas tampan itu mengikuti jejaknya. Meninggalkan Affandi yang masih saja mematung, melihat pemandangan yang baru saja terjadi. Rangkaian kata yang baru saja Affandi dengar, seketika membuatnya terhenyak. Rupanya mimpinya terlalu tinggi. Berharap ialah yang diperhatikan Manda. Akan tetapi rupanya ia salah besar. Tatapan mata Manda yang seakan menuju dirinya nyatanya berarah pada Yogi. “Sorry mas, kalau Amanda bersikap begini. Ada hal penting yang harus kita bicarakan sekarang," ucapnya dengan nada bicara serius. Dara muda yang telah bekerja di rumah sakit selama tiga tahun itu menghela nafas panjang. Sesaat sebelum ia melanjutkan perkataannya. "It's about that photograph," ujarnya lirih namun terdengar begitu jelas di telinga Yogi. "Oh. Ada apa?" sahut cepat Yogi. Sejenak, Amanda sempatkan melihat-lihat kondisi sekitar. Khawatir jika nanti di tengah pembicaraan, ada tante Lita yang diam-diam mendengarkan. Lalu tiba-tiba mengacaukan semuanya. "Alright." Amanda mengawali pembicaraan seriusnya. Dengan runtut, gadis itu menjelaskan tentang foto itu. Tak hanya sampai di situ, ia pun menjelaskan ternyata Felya dan mama Yogi rupanya telah bersekongkol. "Ya aku minta maaf kalau aku sudah salah menilaimu. Ternyata, it's just misunderstanding, tapi impactnya gede banget ke perjalanan hubungan kita ini." "Yah, seharusnya kemarin aku memberimu kesempatan untuk menjelaskan. Gak malah nangis gak jelas terus main kabur aja," sesal Amanda dengan bibir mengerucut. Gemas dengan sikapnya yang begitu childish. Lain halnya dengan Amanda yang masih saja merasa sedih sekalipun satu masalahnya hampir terurai. Yogi justru tertawa kala mendengar semua perkataan kekasihnya. Tak segan, ia melempar jokes receh pada Amanda. "Kalau begitu namanya merajuk. Terus sekarang nyesel nih ceritanya, hem?" goda Yogi seraya iseng menaikkan satu alisnya. "Iya. Penyesalan memang datangnya belakangan yah, Hon," sahut Manda yang kali ini mengucap kata honi. Setelah sekian waktu bibirnya terasa begitu kelu untuk mengucap satu kata yang cukup pendek namun begitu berarti bagi Yogi. "Yups. Karena kalau kejadiannya di depan itu artinya perskot, bukan penyesalan," kelakar Yogi seraya menatap lembut Amanda yang mulai mengembangkan senyum manisnya. Spontan, dua sejoli itu saling melempar senyum. Tanpa menyadari ada sesosok lelaki yang berdiri tidak jauh dari posisi mereka. Memperhatikan mereka lalu memutuskan untuk pergi. Meninggalkan kesalahpahaman yang sempat ada dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD