Akhirnya Keluar

1002 Words
"Astaga, ini cowok kenapa cuek begini sih? Udah aku rayu-rayu tetap aja kalem seperti ini. Beda banget sama kemarin, waktu nolongin aku jatuh. Haduh, jangan-jangan dia," monolog Felya mendapati Affandi yang masih diam seribu bahasa. Begitu khusyuk memfokuskan diri menatap jalan di depannya. "Mau ke mana?" setelah sekian purnama akhirnya keluar juga suara bariton yang meluncur dari bibir Affandi. Membuat wanita penguji iman para kaum adam ini sontak menolehkan wajahnya ke arah Affandi. "Hah, mau ke mana yah? Yang tempatnya ramah di kantong tapi juga bikin betah," jawab cepat Felya, yang kali ini kecepatan otaknya lebih dahsyat dari biasanya. Mendengar ucapan Felya, sontak Affandi mengernyitkan dahi. Tak seperti biasanya, lobus frontal Affandi kali ini agak lambat mencerna barisan kata yang keluar dari lengkungan bergincu merah menyala milik Felya. Kendati belum mengerti sepenuhnya apa yang Felya maksud, Affandi segera menanggapi Felya. Karena tidak ingin wanita yang duduk di sampingnya terlalu lama menunggu jawabannya. "Ok," sahut cepat Affandi begitu singkat. Layaknya mitra pengemudi ojek online yang mengkonfirmasi calon penumpangnya. Tidak ingin terlalu dipusingkan dengan perkataan Felya, Fandi mengarahkan kuda besinya menuju ke sebuah kafe yang pernah ia kunjungi bersama Amanda. "Kita ke sini aja yah," tunjuk lelaki itu pada sebuah gedung berwarna merah dan hitam, dengan penuh percaya diri. Yang secara langsung mematahkan ekspektasi Felya. "Lho, kita ke sini? Astaga yang benar aja dong, Hon! Kamu gak salah bawa aku ke tempat beginian?" protes Felya yang tidak terima Afandi mengarahkan mobilnya menuju ke tempat yang dipandang sepi dan tidak menarik. Affandi terhenyak. Dengan memasang wajah sok polosnya, Affandi menanggapi komplain yang disuarakan Felya hanya menganggukkan kepalanya begitu mantap. "Lho, memang mau ke mana? Di sini tempatnya enak," respon Fandi begitu santai. Kelihatannya sampai detik ini, Affandi belum juga paham maksud perkataan Felya. Hingga akhirnya rentetan kata bernada penjelasan keluar sudah dari bibir Felya. Yang menyadarkan jika telah terjadi mispersepsi di antara mereka berdua. "Kita baiknya pindah tempat. Aku gak suka karena losmennya sempit dan cuma bintang tiga. Harganya jauh di bawah make up ku yang serba branded ini," ucap Felya begitu jumawa. Mendengar celotehan Felya, Affandi baru menyadari jika perempuan cantik itu ialah petualang cinta semu sekaligus pemuas dahaga para p****************g. Ingin rasanya ia menepuk dahinya, tapi nasi telah menjadi bubur. Tak mungkin bagi Affandi untuk memundurkan langkahnya, sementara perempuan yang ia sangka baik-baik, ternyata berkebalikan adanya. "Aku lapar. Jadinya lebih baik kita ke sini dulu." putus Affandi seraya mematikan mesin kuda besinya. Pria itu keluar begitu saja dari kabin. Membiarkan tingkah Felya yang kelihatannya memilih tetap duduk di bangku mobil sebelah kiri. Tanpa tergoda aneka hidangan yang setahunya memang enak. "Hih, dasar cowok gak peka! Aku udah dandan menggoda begini, masih aja mikirnya ke makanan,"monolog Felya yang berhiaskan perasaan dongkol. "Tampan sih, tapi dikasih daging lezat begini gak nangkep sama sekali. Target kelewat lugu. Tetapi, tidak apalah. Yang penting dia loyal," putus gadis itu akhirnya, seiring kawanan cacing yang berada dalam perutnya mulai memberontak. Felya kini akhirnya mengikuti jejak Affandi yang sudah berada dalam kafe itu. Ia langkahkan kaki jenjangnya menuju ke bangku di mana Affandi mendudukkan abaimananya. Dari kejauhan, Affandi mengulum senyum misterius. Perempuan yang dikiranya akan memegang teguh keinginannya berada di mobilnya, nyatanya bisa goyah juga. "Oh, akhirnya mau juga. Aku kira gak mau," celetuk Fandi yang membuat Felya menatapnya tajam sejenak. Sebelum ia mengerakkan tangannya untuk membuka buku menu. "Cepatlah pesan. Waktuku gak banyak!" komando Affandi yang membuat Felya makin bingung memilih satu menu makanan dan minuman di kafe itu. Yah, tingkah Felya kali ini bisa dijadikan bukti jika ia jarang mengunjungi kafe semewah itu. "Aku mau yang ini," tunjuk Felya pada gambar minuman yang berhiaskan irisan buah jeruk. Tanpa menjawab satu kata pun, Affandi melambaikan tangan beruratnya ke arah pelayan yang berdiri dekat meja kasir. Meminta gadis pelayan itu menghampiri bangku yang ia tempati. "Mbak, tambah lemonade squash satu," tutur sulung Aninda seraya menyunggingkan senyum pelitnya. Sementara itu, di belahan kota yang sama, terlihat seorang perempuan tengah bersandar di bahu lelaki yang sering ia sebut mas pacar. Perempuan itu begitu menikmati waktu bersama mereka yang tidak ada 30 menit lamanya. "Hon, maaf ya. Tadi aku emosi jadi ya jatuhnya cuek deh. But, lain kali tolong bilang yang jujur ya, Hon. Aku gak suka kalau disuruh main teka teki begini," pinta Manda yang kini meletakkan satu tangannya ke hasta Yogi. "Gak apa-apa. Aku ngerti kok." Yogi meremas lembut jemari Amanda seraya menyunggingkan senyum. Perjalanan yang semula hanya berhiaskan suara mesin dan bunyi klakson sesekali, kini mulai diwarnai suara pasangan sejoli yang tengah bercakap-cakap. Terkadang diselingi tertawa lepas dari Amanda ataupun Yogi. Namun, gambaran indah itu ternyata tak berlangsung lama. Tepat pada saat Yogi dan Amanda hampir sampai di tempat tujuan, netra cokelat Yogi mendapati sebuah mini van yang bergerak mengikutinya. Sejak ia meninggalkan kafe itu hingga hampir sampai di RS. "Hon, pasang seatbelt-nya. Aku mau nggebut, nih," titah Yogi seraya melihat sekilas mini van berwarna hitam lalu berangsur menambah laju mobilnya. Tanpa banyak bertanya, Amanda menuruti pinta kekasihnya. Dengan cekatan, ia melekatkan seatbelt. Tak lupa ia juga membantu Yogi memakai sabuk pengaman mobil. Terkadang, sepasang bola mata Amanda membulat sempurna kala ia tahu Yogi bermanuver dengan mobilnya. Mendahului mobil di saat space kurang memadai, bahkan hampir membiarkan bibir kuda besi Sang Kekasih menyentuh bumper belakang kendaraan lain. "Hon, bisa dikalemin dikit gak? Terlalu riskan buat kita," mohon Amanda yang mulai gagal mengenyahkan ketakutannya. "Kalau nyetirnya aku lambatin, yang ada nanti kita terkepung, Amanda sayang," sahut Yogi yang kini semakin menggila. Hingga Amanda merasa tidak sedang naik mobil. "Emang mereka mau—" Manda tidak melanjutkan bicaranya seiring nada bicara Yogi yang tiba-tiba naik sekian oktaf. Membuat perempuan yang berada di jok sebelahnya terhenyak dan membungkam mulutnya. Semua keingintahuan yang sedari tadi berlarian di dalam benak Amanda, kini terpaksa harus dikubur sedalam-dalamnya. Semenjak Yogi membentaknya untuk pertama kali. Dan keheningan itu terjadi lagi. Masing-masing kedua belah pihak sama-sama menutup mulut. Amanda yang masih merasakan ketakutan karena suara bernada tinggi Yogi. Dan Yogi yang bingung bagaimana caranya membuat Manda kembali seperti semula, sebelum bentakan yang tidak terkendali itu akhirnya keluar.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD