Yogya dan Langkah Awal

1786 Words
Sebelum pulang, Gardea menyempatkan diri untuk pergi ke Universitas Thribhuana dan menemui sang Rektor. Universitas ini berada dibawah naungan Yayasan, dan Gardea adalah salah satu Dewan Penasihat, dia selalu memberikan masukan setiap kali Yayasan akan melangkah. Kali ini Gardea datang terkait permasalahan yang sedang ramai di Yayasan, bahwasanya salah satu jajaran Rektorat menggelapkan uang mahasiswa. “Yayasan sedang menyelidinya bukan? saya juga tidak tinggal diam, team saya sedang mencari tahu. Tapi untuk menonaktifkan tanpa ada bukti, itu bukan hal yang bertanggung jawab, Pak Gardea. Wakil Rektor II saya masih memiliki tugas lain dan dia melakukannya dengan baik. Jadi jangan melihat dari satu sisi saja.” “Posisi anda tidak dalam bahaya, Pak Danu. Itu bukan ranah anda kalau dia terbukti korupsi, anda tidak perlu gelisah.” “Saya lebih gelisah kalau dia dinonaktifkan dengan pekerjaannya yang belum selesai,” ucap Danu dengan santai dan memberikan segelas kopi yang baru saja dia buat. Duduk dengan santai di hadapan Gardea. “Saya lebih mengkhawatirkan rumor yang beredar diluar. Presma kali ini nekad, dia ingin berguna bagi mahasiswa. Namun, saya rasa ini bukan ranahnya. Permasalahan internal Rektorat tidak seharusnya disentuh Mahasiswa.” “Saya akan pastikan dia dalam batasan.” Danu sampai menaikan alisnya. “Dia akan dipanggil Ke Yayasan? Begitu?” Gardea menaikan alisnya. Tentu saja tidak, dia akan menghukum istrinya didalam kamar. Dia juga tidak mau Elea terlibat dalam masalah ini. “Besok saya ada tugas kelua Kota dari Yayasan bersama dengan Presma kecil itu.” “Hahahaha!” Danu tampak sangat puas mendengarnya. “Memang kecil, tapi berani sekali. Saya juga gak judge dia sok tahu, dia udah meenyuarakan mahasiswa dan citranya memang bagus.” Sejenak, Gardea membicarakan hal yang penting disana. Sampai kedatangan istri Danu yang dirasa mengganggu dan menghentikan Gardea untuk disana lebih lama lagi. Dia pamitan, setidaknya Gardea sudah membuat sang Rektor berjanji untuk tidak mengusik sang Presiden Mahasiswa. Sebelum pulang, Gardea membeli dua bungkus cokelat. Begitu pulang, Shakira langsung berlari ke arahnya. “Tadi Kira masak dong buat Mama, dia juga makan. Terus kayaknya Mama tertarik buat perawatan tubuh sama Kira, meskipun dia diem aja.” “Mana Mama kamu?” “Ke atas, langsung tidur deh kayaknya.” “Jangan ganggu Ayah ya,” ucapnya menyogok sang anak dengan cokelat. “Uangnya bilang aja berapa, nanti Ayah transfer.” “Yeayyy! Kira mau ke rumah temen dulu ya, Yah. Nanti pulang abis makan malam.” sang anak mengecup pipi Gardea. “Buat kasih ruang juga, biar Ayah sama Mama bisa berduaan.” Padahal Gardea sudah mengambil kesempatan beberapa kali dari Elea, tapi tetap saja dia merindukan sosok tersebut. “Kirain tidur,” ucap Gardea mendapati sang istri sedang tengkurap dan mengerjakan tugas. “Tidur aja, nanti tugasnya saya bantuin.” “Tumben banget pulang cepet.” “Seneng ya? pasti kangen sama saya ya.” “Saya berharap bapak gak pulang-pulang.” “Harus ganti nama dong, Sayang. Jadi Toyib kalau gitumah.” Elea memutar bola mata malas melihat Gardea yang membuka pakaian disana. “Kan ada walk in closet. Kenapa harus disini ganti bajunya?” “Bilang aja kalau kamu terpesona. Panas dingin kan lihatnya, Sayang?” “Bodo ah!” memalingkan wajah enggan menatap Gardea. Hanya bisa menelan salivanya kasar ketika mendengar gemercik air, membayangkan Gardea sedang mandi disana, tanpa busana dan kulit liat dengan…. “Ih, Kak Rey sibuk banget. Gak ada chat juga.” Padahal sebelumnya Elea sudah terbiasa jarang chat. “Tapikan sekaranng posisinya udah pacaran.” “Pacar gak guna,” ucap Gardea tiba-tiba menyahut. “Putusin aja, Sayang. terus kita bikin anak yuk. Jadi keluarga cemmara.” “Ihh apa banget. Minggir gak? Ngapain naik kasur.” “Kan ini kasur saya juga.” Ikut tengkurap di atas ranjang dan melihat tugas Elea. Ini sangat mudah, Gardea langsung menjelaskan bagaimana cara pengerjaannya. Namun bukannya focus pada tugas, Elea malah memandang wajah Gardea dari dekat. Telihat segar sekali pria ini. “Kamu sadar kan kaalau suami kamu ini sexy sekali, Sayang?” “Ekhem!” memalingkan wajah dan menarik napas panjang. “Bapak itu Dewan Penasihat dari Yayasan ya?” “Iya, besok kan kamu berangkat bareng saya. Jadi kamu bisa sambil manja-manja disana nanti. Sayang.” “Kenapa harus sama bapak sih? Ngikut mulu heran.” “Kan saya mau jaga istri tercinta. Kerjain dulu soalnya, nanti makan cokelat. Saya beliin buat kamu, Sayang.” CUP. Mengecup sudut bibir Elea dan membuat perempuan itu menahan napasnya. “DP buat bantu kamu kerjain ini.” Elea sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia memejamkan mata saja untuk meredakan amarahnya. *** “Sayang, pijet yang benar.” “Kebawah lagi, Sayang.” “Selamat tidur sayang, I love you so much. Semoga setan yang menempel di otak kamu segera pergi supaya kamu sadar kalau suami kamu ini lebih baik daripada pacar kamu.” “Sayang, tidurnya deketan. Emang gak mau dipeluk?” Dalam hati, Elea berteriak, “Kenapa dia gak kayak diluar sana?! dingin dan irit bicara?! Kenapa kalau sama gue, bibirnya terus ngomong kayak bebek minta makan?!” dalam hatinya. Elea pusing dengan tingkah Gardea. Semalam saja ketika Elea terpintas hendak pindah ranjang, Gardea seolah bisa membaca pikiran dan berkata, “Kamu harus tanggung jawab dengan tingkah kamu sendiri. Kamu milih berpacaran, maka saya ajuin biar kita satu kamar. Kalau kamu melanggar, sama aja kamu itu bukan orang yang baik.” Harga diri Elea terinjak, tentu saja dia ini orang yang berpendidikan dan tahu apa itu tanggung jawab. Sampai akhirnya Elea hanya diam saja menghadapi tingkah Gardea. “Udah diberesin kopernya?” “Udah sama Pelayan pas tadi kamu masih tidur. Kita disana lima hari, jadi banyak yang harus dibawa.” “Sekarang kita ke Yayasan dulu?” “Iya, Sayang,” ucap Gardea yang tengah memasang dasi. “Ayok.” Merangkul Elea saat keluar dari kamar. Sampai perempuan itu sadar dan menepuk tangan sang suami. “Yahh, setannya nempel lagi,” gumam Gardea kecewa. Karena orangtuanya akan pergi cukup lama, maka Shakira meminta pelukan yang lama pada Ibu sambungnya. Sampai membuat Elea pegal karena berdiri terus. “Mama, pulang-pulang bawa adek ya,” ucap Shakira sambil tersenyum. Elea tidak menanggapi, dia hanya mengusap rambut Shakira dan masuk ke dalam mobil. “Sayang, tumben kalem. Ada yang ganggu kamu? atau males ke Yayasan dulu?” “Enggak,” jawab Elea menghembuskan napasnya kasar. Dia hanya kesal dengan Reynaldi yang tidak kunjung menghubunginya. “Ih jangan pegang-pegang.” “Tangan kamu dingin, diangetin biar nyaman.” “Gak usah, gak mau,” ucapnya sambil tetap membiarkan Gardea menautkan jemari mereka. Sampai di Yayasan, Gardea mencium tangan Elea lama. “Ayo, Sayang.” Karena begitu keluar dari mobil, Gardea memasang wajah yang datar dan meninggalkan Elea dibelakang. Layaknya orang asing, Elea sampai berdecak. Tadi saja menempel terus, sekarang ditinggalkan begitu saja? menyebalkan sekali. Ketika didalam pun, Gardea lebih sibuk dengan yang lain. Elea sendiri berbicara dengan Direktur yayasan yang memberikannya arahan supaya mendampingi Gardea, Nantinya juga akan ada jadwal Elea sendiri. “Jangan sampai kamu bikin malu ya.” “Baik, Bapak.” “Dan terkait kasus dugaan korupsi, kamu boleh lepas tangan. Biar Yayasan dan Rektorat yang menangani.” Elea hanya tersenyum sebagai jawaban. “Terima kasih sebelumnya.” “Bapak hanya khawatir nanti nama baik kampus kita tercemar. Hal ini harus disimpan rapat-rapat. Paham, Elea?” “Saya yang akan memastikan dia paham, Pak,” ucap Gardea mendekat, sadar kalau sang istri merasa terintimidasi. “Jangan khawatir.” *** Perjalanan dari Jakarta menuju Yogyakarta lewat Tol Cikampek membutuhkan waktu sekitar 8 jam diperjalanan. Berhenti empat kali di rest area sesuai keinginan sang istri tercinta. Dan jika diluar area kampus atau pengadilan, Elea sadar kalau Gardea masih menempatkan dirinya sebagai suami yang siaga. Pria itu menunggunya ketika pergi ke kamar mandi, mengupaskan kulit kerang dan bahkan menyelimutinya ketika kedinginan. Tentu Elea masih memberikan perlawanan, tapi Gardea dengan percaya diri tetap menyerang dengan kata-kata sayang. Sampai Elea heran, kenapa pria itu tidak pantang menyerah? “Kenapa Bapak cinta sama saya? Kita beda 17 tahun.” “I love you,” ucap Gardea yang masih menyetir. “Gak ada alasan kenapa saya mencintai kamu. Karena itu kamu, makannya saya cinta.” “Mau sampai kapan?” “Sampai kamu luluh dan sadar kalau saya ini mempesona dan banyak nilai plusnya.” “Saya risih tau gak? Saya udah punya pacar, impian saya itu hidup bersama dengan Kak Rey. Saya gak suka sama Bapak.” Gardea tetap tertawa. “Lama-lama kamu juga milih saya, emang siapa yang bisa nolak saya laama-lama?” “Pede amat.” “Gak pede, Sayang. Emang Faktanya gitu, saya punya banyak kelebihan dibandingkan pacar kamu. Lagian…” Gardea kembali menggenggam tangan Elea, menahan ketika Elea hendak berontak. “Lagian mau kamu lari sejauh apapun, mau kamu dorong sekuat apapun, sekali cinta ya tetap cinta. Saya gak mau nahan perasaan ini, maunya ditunjukan kalau saya cinta sama kamu.” CUP. Gardea kecup tangan tersebut. “Ciee diem, mulai degdegan ya?” “Ih apasih.” Melepaskan tangan, bahkan langsung mengusapnya dengan Tissue. Gardea tertawa saja, dia suka Elea yang marah-marah. Terlihat menggemaskan dimatanya. Sampai mereka memasuki sebuah hotel, barang-barang dibantu oleh pegawai disana. Elea dan Gardea diantar juga ke Suite Room. “Kita satu kamar?” “Iyalah, saya gak mau rugi. Kan kesepakatannya gitu.” “Ini lagi dinas, Pak. Bapak mau orang-orang tahu tentang pernikahan kita? Ih! Bapak mau kemana? Saya lagi ngobrol.” “Mau ke kamar mandi, Sayang. kenapa? mau ikut?” “Nyebelin banget sih.” Elea menghentakan kakinya kesal. Berbaring di ranjang saja sebelum besok dia akan mulai aktivitas disini bersama Gardea. “Kak Rey… kemana sih?” Karena penasaran, Elea menelpon sang sahabat. Septiani juga terhubung baik dengan Reynaldi karena mereka berada satu UKM yang sama. “Sep, kalau ada Kak Rey tolong bilangin gue ya.” “Oh, Kak Rey bilang dia ke luar kota. Mau ke Bandung ada urusan.” “Kok? bilang sama lu? Gak sama gue?” tanya Elea kecewa. “Huh? Kan rumah kita juga deket.” “Ah… iyaa… gue lupa saking kangennya sama dia.” “Mau curhat?” “Gak deh, lu kebanyakan denger cerita gue,” ucap Elea menggelengkan kepalanya. “Bilang aja sama dia buat bales chat gue. Kangen soalnya.” “Oke.” Gardea mendengar itu, dia sudah keluar dari kamar mandi dan menatap sang istri yang cemberut. “Capek gak?” tanya Gardea duduk di bibir ranjang dan mengelus rambut Elea. Perempuan itu menyingkirkannya dengan pelan dan lemas. “Jalan-jalan yuk. Pake kaki aja, di depan ada banyak jajanan. Cuacanya lagi bagus juga.” Menoleh ke jendela, pemandangannya sangat bagus. “Mau jajan yang pedes-pedes.” “Iya, Sayang. Yuk jajan yang pedes-pedes. Mau digendong?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD