Bab 02: Dadu

1334 Words
Feng Ying dan Xuemei melihat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Terutama sang Ayah sedang mencambuk Ibu dengan keras, "Ceplak-ceplak ... ceplak-ceplak." secara berulang kali. Wanita paruh baya hanya bisa menjerit kesakitan bersamaan dengan air mata akibat cambukan suaminya. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka. Hingga beberapa bekas luka sebelumnya menjadi berbekas dan cacat permanen, pada bagian kaki, tangan serta wajah.   Kaki wanita paruh baya tersebut, terpaksa harus menyeret-nyeret sebelah kaki kirinya.   Pada bagian tangan membuatnya tidak memiliki cukup tenaga hanya untuk mencengkram gelas, jika ia memegang gelas tangannya akan bergetar sambil menahan rasa sakit.   Sedangkan pada wajah membuat mata kanannya menjadi rabun serta buruk rupa. Beberapa orang yang melihat wajahnya itu sering kali memalingkan pandangan. Karena tidak enak dipandang mata.   Sambil menangis Feng Ying memeluk kakaknya erat-erat, "Ka-Kakak, I-Ibu kenapa sering di pukul ayah?" demikian ucapnya sesekali menarik kembali cairanya yang ada di hidungnya, "Slurp."   Xuemei berjongkok bersandar pada dinding kayu sambil mengelus punggung adiknya yang masih dalam pertumbuhan, "Ayah lagi memberi hukuman ke Ibu ... jadi kamu juga kalo nggak mau dipukul, harus nurut sama Ayah."   suara teriakan dan sabetan cambuk yang berasal dari akar merambat, saling bersahutan membuat gaduh rumah yang mereka tinggali. Rumahnya berdekatan langsung dengan hutan. Membuat jarang dilewati orang-orang serta tak ada satupun rumah di dekatnya.   Setelah selesai mencambuki Wanita paruh baya tersebut. Suami dari wanita itu langsung pergi meninggalkannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.   Kedua anaknya langsung menghampiri sang Ibu, "Ibu tak apa?" Tanya anak laki-lakinya tersebut dengan polos.   "Apa Ibu mau aku masakkan air untuk mandi?" Tanya anak gadisnya.   "Iya, tolong buatkan Ibu air panas ya." Pinta sang Ibu.   Luka yang berada di sejujur tubuhnya. penuh dengan darah segar, rasa sakit yang ia rasakan kini menjadi makanan sehari-harinya setiap kali suaminya pulang.   Tidak ada yang bisa wanita itu perbuat selain membiarkan suaminya melukai dirinya hingga puas. Jika tidak, maka anak-anaknya yang akan menjadi korban.   Xuemei segera bangkit. Kemudian, ia menuju dapur memasak air hangat untuk Ibunya menggunakan gentong tanah liat. Sedangkan Adik kecilnya menemani sang Ibu.   Air yang Xuemei masak sudah mendidih. Ia segera mengambilnya membawa kepada sang Ibu beserta air dingin untuk mengatur suhu. Tanpa di beri perintah Fengying mengambil lap kain untuk membersihkan tubuh Ibunya yang penuh luka.   "Ad-duh!" teriak Wanita paruh baya tersebut.   "Maaf bu, Fengying tak sengaja." ucapnya.   "Tidak apa, lanjutkan saja" ucap sang Ibu tersenyum.   Setelah mengelap tubuhnya, Xuemei memberi beberapa daun yang sudah ia tumbuk menjadi hancur sebagai obat. Selanjutnya ia melulurkan ke tubuh secara hati-hati.   Wanita paruh baya itu hanya meringis menahan rasa sakit sambil menggigit kain.   ***   Suara musik yang berasal dari alat petik dan tiup dari pegawai beserta beberapa wanita penghibur dengan berpakaian rapi menemani beberapa p****************g untuk minum.   Bau minuman yang menyengat hidung menjadi hal biasa di tempat ini. Tempat ini sangatlah mewah beberapa lampu gantung bercahayakan lilin. Pada masing-masing ruangan, meja-meja di penuhi pria dan wanita dewasa tidak ada satupun anak-anak di sini.   Tempat judi ini buka 24jam dan tidak pernah sepi dari pelanggan. entah hanya menikmati minuman bersama gadis-gadis cantik atau bermain judi seharian.   Mereka yang gila judi punya tempat khusus. Pada mereka yang senang dengan pertaruhan tidak masuk akal.   Tak ada batasan yang ingin masuk ke ruang khusus judi gila tersebut. Syaratnya adalah mereka yang nekat mempertaruhkan segalanya termasuk nyawanya sendiri berkumpul di sini.   "Ha-ha." tawa orang-orang yang berada di dalam ruangan khusus penjudi.   "Silahkan-silahkan pasang taruhan anda," ucap Bandar   Mereka mulai memasang taruhan minimal 5 koin perak, 3 perunggu. Meja bundar yang berisi 5 sampai 6 orang. Mulai mencari keberuntungan, pada setiap taruhan yang dipasang. Salah satu di antaranya adalah Ayah dari Xuemei dan Fengying yang telah mencambuk Ibunya.   "Ha-ha ... mau sampai kapan kamu kalah terus menerus, hutangmu makin menumpuk setiap kali kalah. Walaupun kamu menang uang itu hanya cukup untuk membayar hutang ... Ha-ha," ucap Pria berbadan gendut tertawa lepas.   Dia hanya memegang kepalanya erat-erat yang dirasakan saat ini yaitu stress. Hingga pada akhirnya berkata, "Aku akan bertaruh dua anakku beserta satu Istriku. Jika dijual sebagai b***k akan laku banyak,"   Pria itu terkejut mendengar pertaruhan tersebut, "Aku suka dengan caramu itu terdengar sangat berani. Baiklah, aku juga akan mempertaruhkan sepuluh ekor kuda."   "Berapa harga b***k wanita paruh baya saat ini dan dua anaknya?" tanya Pria yang berada di sebelah Pria gemuk itu.   "Aku pikir hanya satu setengah juta koin emas saja, wanita itu sudah tua. Untuk laki-laki dia bisa dijadikan tentara atau pekerja paksa harganya tiga juta koin Emas, Jika ada gadis muda berumur lima belas tahun akan laku sebesar enam juta koin emas" Jawab Bandar dadu.   Pria gendut itu menepuk keras bahu Pria yang rela menjual istri dan kedua anaknya, "Kamu akan menjadi kaya dalam tiga babak ini kawan."   "Tidak! Aku pertaruhkan ketiganya sekaligus" ucap Pria paruh baya itu dengan lantang.   "Whoo! ... tenang kawan jangan gegabah mengambil keputusan," ucap pria yang di sebelahnya.   "Apa Kamu takut jika aku merebut semua harta benda kalian?" balasnya keras kepala.   "Baik-baik akan aku ladeni keinginanmu itu. Aku pertaruhkan uang senilai kedua anak dan istrimu itu" ucap Pria gendut itu.   Mereka bertiga akhirnya menyepakati, sang Bandar mulai memasukan ke dua dadu itu ke dalam bambu dan di tutup dengan papan kayu bulat.   Sang Bandar mulai mengocok dadu selama sepuluh detik dan menaruhnya kembali ke atas meja, "Silahkan sebut nomor dadu yang akan keluar,"   "Tiga, lima." ucap pria di sebelah kanan Bandar.   "Enam, satu." ucap pria berbadan gendut.   "Tujuh, empat." ucap Pria di sebelah kanan Pria gendut.   "Tiga, dua." ucap Pria atau Ayah dari kedua anaknya   "Empat, satu." ucap pria di sebelah kirinya.   "Sudah yakin? Akan saya buka." ucap sang Bandar.   Mereka berlima mengangguk menyetujui, yang artinya yakin akan pilihan yang di buat.   Detak jantung berdegup kencang. "Dug-dug-dug ... dug-dug," mata mereka tertuju pada dadu yang berada di dalam bambu.   Dengan perlahan sang Bandar membuka bambu. "Enam, satu." Ucap sang Bandar.   "Tidak mungkin, pasti kalian curang!" ucap Pria paruh baya, yang telah kehilangan ketiga anggota keluarganya dalam satu kali permainan sambil menggebrak meja.   "Wooh! ... tenang kawan aku tidak mungkin mencurangi teman baikku, itu tak akan seru." jawab Pria gemuk sambil menepuk punggungnya.   "Sesuai kesepakatan ketiga anggota keluargamu akan diambil olehnya," ucap sang Bandar menunjuk Pria berbadan subur.   Pria paruh baya itu, tidak bisa berkata apa-apa. Ia pun berdiri memandu dua orang suruhan pria gendut itu.   Mereka bertiga menaiki kereta kuda, suara yang tadinya ramai oleh pria kini mulai hilang. Begitu pula bau-bau menyengat minuman keras, semakin jauh roda kereta berjalan semakin hilang baunya.   Selama menyusuri pedesaan, ia mengingat kembali masa-masa indah bersama istri beserta kedua anaknya. Akan tetapi, ia tidak dapat membayangkannya sama sekali. Di dalam ingatannya hanyalah, memukuli istrinya serta sesekali kedua anaknya. Ia kembali mengingat tapi percuma saja yang ada di ingatannya hanyalah kekerasan yang menimpa keluarganya itu.   "Apa benar ini rumahnya?" tanya salah satu Pria berbadan besar.   Ia hanya mengangguk dan mendahului kedua pria berbadan besar itu. Selanjutnya mengetuk pintu, "Tok-tok ... tok-tok,"   Seseorang di luar rumah mengetuk pintu, "sepertinya Ayahmu pulang. Biar ibu saja yang mebuka pintu," ucap sang Ibu kepada Xuemei.   "Biar, aku saja bu" ucap Xuemei.   "Tidak apa, kamu fokus saja pada makananmu" ucap Wanita paruh baya kepada anak sulungnya.   Sang Anak hanya mengangguk.   Wanita paruh baya itu menuju pintu depan, untuk membuka pintu, "Makanan sudah siap." ucapnya sambil melirik kedua orang berbadan besar yang diajak oleh suaminya, "Siapa mereka?" tanya Wanita paruh baya itu ke suaminya.   "Maafkan aku, maafkan aku." ucap Pria paruh baya kepada Istrinya sambil bersujud.   "Panggil kedua anakmu ke sini," ucap Pria berbadan besar yang berada di sampingnya.   "Ada apa ini?" tanya sang Ibu dari kedua anaknya.   "Pria b*****h ini, telah menjual kamu bersama kedua anakmu di tempat judi gila. Percuma saja kalian melawan aturan tetaplah aturan." ucap Pria berbadan besar itu.   "Jika tidak ingin di bawa serah 15 juta koin emas," sambung Pria itu. Pria berbadan besar melihat kedua anak yang sedang mengintip. Ia pun menghampirinya dan membawanya menuju jeruji besi yang ada di atas kereta.   Tidak ada perlawanan sama sekali ketika mereka bertiga di bawa. Sekarang rumah yang ditinggalinya menjadi begitu hening, Pria yang baru saja menjual anak beserta istrinya menjadi begitu kesepian. Ia hanya melihat tempat makan yang sudah ada makanan berupa daging kelinci dan jamur hitam kesukaan anaknya itu.   Pria paruh baya itu mengambil piring tanah liat dan menaruh beberapa daging serta jamur yang telah matang ke piring.   Awalnya ketika menyantap makanan itu, ia merasa biasa saja semakin setelah beberapa santapan ia mulai menyadari satu hal. Betapa enak makanan yang di santapnya kali ini. Hingga air mata mengucur deras melalui pipinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD