Pertengkaran

886 Words
Buat Reader Tersayang, alhamdulillah cerbung Talak, sudah signed. insya Allah akan tayang tiap hari, mohon dukungannya dengan memberikan komen dan lovenya. Sekali lagi, buat Reader tersayang, love buat anda semua. *** Rindu. Adakah hal yang paling menyiksa dari merindukan seseorang yang keberadaannya entah dimana? Adakah hal yang paling menyakitkan, saat memendam rasa pada seseorang yang kehadirannya tinggal kenangan? Sepuluh hari sudah Hellena menghilang, sejak dia kembali ke rumah ini. Seperti biasa, Aksara melewati malam panjangnya hanya memeluk sunyi. Berdiri berlama-lama di balkon kamarnya, berharap keajaiban membawa seorang Hellena kembali. Mama dan Mbak Friska sudah seminggu tidak datang ke rumah ini. Pertemuan terakhirnya, saat Mama baru kembali dari Jogja seminggu lalu, menyisakan pertengkaran dan kesalah fahaman diantara dirinya dan Mama. Mama bersorak saat mendapati Hellena telah pergi, begitupun dengan Mbak Friska ada tawa kemenangan yang justru membuat Aksara murka. "Aku menyesal, telah kehilangan seorang Helena dalam hidupku." Suara Aksara terdengar tegas, saat Mama dengan mata berbinar dan penuh syukur mengomentari kepergian Hellena. "Untuk apa, menyesali istri materialistismu?" tanya Mama dan diikuti Mbak Friska. "Iyalah, Aksa. Mau sampai kau dibodohi istrimu, sampai kau lupa bagaimana caranya kamu berbakti pada Mama." Mbak Friska menimpali berapi-api. Efek penolakan Hellena memberikan uang dibelakang Aksara, menjadikan Mbak Friska tak ubahnya kompor meleduk, yang siap mengobarkan api kemarahan dan kebencian. Aksara menggeleng. Menyadari, betapa bodohnya dia mempercayai apa yang dikatakan Ibu dan kakak perempuannya selama ini. t***l. "Aksara, gak usah pusing-pusing mikirin istri gak ada ahlak kayak dia, Mama punya stok yang lebih keren, ketimbang anak panti itu." "Stop, bisa enggak Mama diam?" "Bisa enggak, Mama merasakan hatiku yang hancur? " Mama mundur kebelakang beberapa langkah, mencari pegangan. 'Aksara?" "Betul, syurgaku ada padamu, engkaulah perempuan nomer satu yang akan kumuliakan di muka bumi ini, tapi Ma... Pernahkah berfikir, saat anakmu kehilangan cinta dan senyuman akibat ulah Mama?" Mama menatap Aksara, dengan pandangan tidak menduga. Bukan euforia yang dia dapatkan, malah kemarahan Aksara yang tidak terbedung. "Mama, aku sudah tahu semuanya. Seribu kali Mama, mengatakan Hellena materialistis, rakus harta, gak ada ahlak, maka seribu kali juga hatiku berkata tidak." "Hanya dia, perempuan terbaik yang Allah hadirkan untukku." Aksara geram. Meninju dinding di depannya berkali-kali. Menyisakan tangannya yang luka memar dan rasa pedih. Sayang, apa yang dia rasakan akibat pukulannya, tak sebanding dengan luka hati yang dia rasakan. Mama dan Mbak Friska menjerit histeris. Aksara makin kalap, berkali-kali meninju dinding di depannya, sampai tangannya berdarah. "Mama, tolong tinggalkan aku sendiri." Aksara menyeka ujung matanya. Mama mundur ke belakang, sejenak saling tatap dengan anak perempuannya. Bimbang. "Tenang Aksa, itu cuma emosi sesaat, Hellena lebih baik pergi, kau bisa memulai hidup barumu dengan perempuan yang lebih berkelas." "Cukup." Aksara berbalik menatap Mamanya dengan tajam. Menelan rasa kecewa dan geram kuat-kuat. Antara kebencian pada sikap dan prilaku Mamanyayang bak sosialita dan rasa tanggung jawab serta hormatnya yang luar biasa. "Berhentilah Mama berbicara tentang kejelekan Hellena. Harus Mama tahu, menantu materialis itu tidak membawa apapun dari rumah ini, dia juga menyerahkan tabungannya kepadaku, agar aku bisa mengabulkan permintaan Mama." Mulut Mama dan Mbak Friska setengah terbuka. Tidak menduga Aksara mati-matian membela Hellena. "Tapi, Aksara... Mama tak yakin dia sebaik itu." Mama masih mencoba bertahan, berharap masih bisa mempengaruhi fikiran Aksara seperti selama ini. "Cukup, Mama. Tolong beri waktu Aksara sendiri." "Aksa...tapi, bagaimana rencana ulang tahun Friska di kape bergensi seperti rencana kemarin." Aksara berbalik, tak habis fikir dengan isi dan jalan fikiran Mama dan kakak perempuannya. "Lupakan, tak ada pesta. Satu hal lagi, kembalikan ATM platinum plus yang kuberikan pada kalian." "Tidak bisa Aksa. Bagaimana kami shoping dan jalan-jalan, kalau ATM itu ditarik?" Mama shock. "Kembalikan, atau aku menghentikan jatah bulanan Mama sama sekali." Suara Aksara terdengar tegas dan dingin. "Sudah saatnya Mama bijaksana dan berubah. Hidup tak selamanya manis, kalau suatu saat aku bangkrut, bagaimana kalau gaya hidup Mama seperti sekarang? " "Tolonglah, Aksa... Mama gak bisa tanpa fasilitas ATM itu. Mama gak mau mati gaya." Mama masih bersikukuh. Friska merengek seperti anak kecil. Aksara melengos, membuang tatapan dari pemandangan yang tidak lucu itu. "Kembalikan, atau tidak sama sekali." kata Aksara dingin. Membuat Mama dan Mbak Friska saling tatap, tak berdaya. "Berhenti banyak gaya mbak. Kalian sudah tidak muda lagi." Huh. Mama dan Mbak Friska kompak mendengus, frustasi. Usapan angin dingin yang menampar tubuh, membuat Aksara tersadar, menoleh ke arah jam dinding di kamarnya, membuang fikirannya yang kacau tentang Mama. Dua jam sudah aku berdiri di sini, desisnya.Hanya untuk menunggu bayangan dan keajaiban seorang Hellena. Hanya menunggu,menunggu dan menunggu, dari seseorang yang selau datang lewat khayalan dan mimpinya yang tidak bertepi. Perlahan tangan, Aksara meraih gawai di atas kasur. Menatap deretan kontak yang berjejer dan pesan masuk, berharap ada pesan Hellena terselip di sana. Tak ada pesan, perempuan yang dirindukannya. Gawainya sunyi. Sesunyi hatinya yang perlahan membeku, dan hampa. Perlahan, tangannya mengutak -atik dan membuka kembali pengaturan aplikasi google maps untuk kengetahui keberadaan dan lokasi Hellena di nomor barunya. Bandung. Dengan bibir bergetar, Aksara kembali mengucap kata itu. Dadanya bergemuruh, rindu. Tunggu aku, Hellena, aku yakin suatu saat aku akan menemukanmu di sana. Aku percaya, suatu saat akan bisa memelukmu kembali seperti waktu itu, saat kau kedinginan dan tidak bisa tidur karena tamparan angin dingin Pangalengan, Bandung selatan. Abizar. Aksara, tiba-tiba terlonjak. Mengingat nama seseorang dalam benaknya. Aku harus menemuinya. Siapa tahu, dia bisa membantu, harapnya menepis segala rasa pedih yang terasa begitu akrab menemani hatinya yang sepi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD