bc

Cinta Kana

book_age16+
3.0K
FOLLOW
17.4K
READ
fated
kickass heroine
independent
decisive
student
sweet
bxg
lighthearted
campus
city
like
intro-logo
Blurb

*Daily Update per 1 Februari 2022*

Gratis tanpa koin atau free coin

Apa yang harus dilakukan bila seorang jomblo abadi tiba-tiba dihadapkan dengan begitu banyak pilihan? Inilah yang terjadi pada Kana Wulandari, gadis asal Bandung berusia 25 tahun penerima beasiswa S2 di Jepang. Kana adalah wanita manis yang mudah bergaul, sayangnya ia tidak peka sehingga tak pernah sukses dengan percintaan seumur hidupnya. Tapi mengapa secara bersamaan tiba-tiba tiga orang lelaki tampan menyatakan perasaannya? Ketiganya memiliki masalahnya sendiri yang membuat Kana tak bisa memilih.

Aditya Ambara, penyanyi terkenal Indonesia berusia 30 tahun dengan nama panggung Bara. Meski digilai banyak wanita karena ketampanannya, Bara yang ternyata pemalu, menyukai Kana sejak lama. Bisakah Bara meyakinkan Kana untuk menerimanya meski dunia mereka begitu berbeda?

Affan Wiryawan, sobat pertama Kana di Jepang, mahasiswa Engineering S2 berusia 27 tahun. Supel dan ceria, Affan menyimpan rahasia dan telah ditunangkan oleh keluarganya dengan wanita lain di Indonesia. Pernah menolak Kana karena sudah bertunangan, tapi sekarang, ia tak ingin kehilangan Kana. Apakah Kana mau menerima Affan yang sudah berkomitmen dengan orang lain?

Yamada Tetsuya, dosen muda Kana di kampus, berusia 33 tahun. Tegas dan dingin, Tetsuya tertarik dengan kepintaran dan manisnya Kana yang bekerja sebagai asistennya. Akankah Kana membalas perasaannya dan mau menjalin hubungan beda bangsa?

Siapakah dari ketiganya yang akan Kana pilih?

Cerita ini gratis! Jangan lupa klik love dan follow penulis Ashadiya di platform ini agar dapat notifikasi saat cerita update. Terima kasih~

chap-preview
Free preview
Chapter 1: Kana
“Duh, bentar lagi keretanya datang,” Kana Wulandari berlari tergesa keluar dari asrama kampusnya di daerah Asakadai, Saitama, Jepang. Tidak sampai 10 menit ia sudah menaiki kereta di jalur Tobu Tojo menuju Tokyo. Hari ini, mojang asli Bandung berkulit putih ini tidak ada kuliah karena kampusnya sedang libur musim dingin, tapi ia tetap ke Tokyo karena ada pekerjaan sambilan sebagai penerjemah bahasa Indonesia-Jepang. Saitama adalah prefektur tepat di samping Tokyo, jarak Saitama-Tokyo ibaratnya seperti Bekasi-Jakarta, Sidoarjo-Surabaya, Cimahi-Bandung, Sleman-Jogja atau Binjai-Medan. Kalau pagi, kereta dari Asakadai menuju Ikebukuro di pusat Tokyo selalu ramai dengan penumpang. Untung pagi ini tidak begitu berdesakan karena suasana liburan. Kana, biasa ia dipanggil, adalah mahasiswi penerima beasiswa dari Kemenpora dan Iptek pemerintah Jepang, yaitu beasiswa MEXT atau Monbukagakusho (Biasa disebut beasiswa Monbusho). Berkat beasiswa Monbusho ini, Kana dapat berkuliah gratis di jurusan bisnis selama 3,5 tahun di Rikkyo University, Tokyo, Jepang. Satu setengah tahun pertama di Jepang adalah masa ia menjadi research student, yang ia manfaatkan juga untuk belajar bahasa Jepang secara mendalam. Dua tahun sisanya adalah masa kuliah S2 nya. Selain mendapatkan bebas biaya kuliah, Kana juga  mendapatkan uang saku bulanan berjumlah sekitar 140rb Yen (18 juta rupiah kalau kurs 2021). Kana juga dapat beasiswa tambahan dari Rikkyo University berupa asrama gratis, karena itu ia bisa tinggal di asrama kampus yang lokasinya tepat di depan stasiun kereta Asakadai. Meski sudah mendapatkan uang saku lumayan dari pihak beasiswa, tapi mahasiswi berusia 25 tahun ini tetap bekerja sambilan setiap ada waktu senggang. Segala macam kerja sambilan selama di Jepang sudah ia lakoni, mulai dari cleaning service, asisten profesornya di kampus, jaga toko, waiter restoran, jaga stand saat festival, dan lainnya. Selain menambah pundi tabungan, bekerja sambilan berbagai macam baginya penting untuk menambah jaringan pertemanannya. Pekerjaan sambilan yang paling sering ia lakukan adalah pemandu wisata dan penerjemah lapangan bila ada tamu penting dari Indonesia yang datang ke Jepang. Karena Kana lancar berbahasa Jepang dan Inggris, serta luwes berkomunikasi dan mudah bergaul dengan orang baru, ia jadi diminati sebagai penerjemah. Berkat keaktifannya di perkumpulan pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang), Kana juga sering mendapatkan tawaran kerja sambilan tersebut dari para seniornya yang berliansi khusus dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Seperti kerja sambilan hari ini, yaitu menjadi penerjemah lapangan untuk salah satu penyanyi terkenal Indonesia yang sedang naik daun. Kana masih di kereta ketika Isa, seniornya di PPI Jepang yang merekomendasinya pada pekerjaan ini mengontaknya via chat. Isa: Dimana Kana? Kamu jadi ke Shibuya kan? Kana: Masih di Ikebukuro mas. Jadi dong. Isa: Baguslah, nanti kamu cari saja Shibuya Stream Hotel dimana, mereka bakal nunggu di lobi. Kana: Noted, makasih banyak mas! Di stasiun Shibuya, Kana turun dari kereta dan bergegas mencari pintu keluar yang paling dekat dengan hotel yang ia tuju. Seperti biasanya, pagi ini stasiun Shibuya begitu ramai. Meski hari ini cukup dingin, tapi tidak menyurutkan keinginan warga Tokyo untuk jalan-jalan keluar, apalagi libur musim dingin Natal dan tahun baru sudah dimulai. Kana mengeratkan jaketnya, bersyukur dia menggunakan pakaian yang cukup hangat hari ini. Tak berapa lama, ia pun sampai di hotel yang dimaksud. Benar saja, di lobi sudah berkumpul sekitar 7 orang Indonesia, dan Kana langsung mendekati mereka. “Selamat pagi, saya Kana,” Kana memperkenalkan dirinya pada gerombolan tersebut, dan seorang perempuan di antara mereka mendekatinya dengan antusias. “Pagi Kana, saya Nurul,” Nurul menjabat tangan Kana ramah. “Saya manajer Bara. Terima kasih ya Kana sudah datang,” “Saya yang berterima kasih. Katanya mba Nurul temennya mas Isa ya?” “Benar, teman SMA,” Nurul terkekeh. “Isa bilang, Kana lumayan sering jadi penerjemah tamu pejabat dari Indonesia ya?” “Beberapa kali, mba,” Kana merendah. “Baguslah, soalnya Bara ini kelakuannya mirip pejabat, jadi Kana harap maklum saja ya kalau dia kelihatan agak sombong.” Lagi-lagi Nurul terkekeh. Kana hanya tersenyum. “Mas Bara yang mana ya mba?” Kana celingak celinguk ke gerombolan yang sedang duduk di lobi. “Bara belum turun, masih di atas. Kamu tidak tahu Bara ya?” Nurul tersenyum makin lebar.  Kana menggeleng pasrah. “Maaf mba, saya jarang dengar dan nonton berita Indonesia semenjak tinggal disini.” “Iya sih wajar, kamu sudah hampir dua tahun kan ya di Jepang? Bara baru terkenal setahun lebih ke belakang ini sih.” Nurul  mengangguk-angguk, kemudian mengerlingkan matanya ke sosok laki-laki tinggi yang baru keluar lift dan berjalan ke arah mereka. Laki-laki ini berkulit putih dengan rambut cepak, gayanya sangat stylish dengan trench coat coklat dan wajahnya Kana akui, tampan. Dengan hidung mancung, mata bulat, janggut tipis. Ia menenteng gitar di tangan kirinya. Kana tersenyum pada lelaki itu, yang dibalasnya tanpa ekspresi. “Bara, lama banget lo!” Nurul memanggilnya. “Ini Kana, penerjemah kita.” Kana hanya menganggukkan wajahnya, refleks. Bara masih diam memperhatikannya. “Empat hari ke depan kita bakal shoot video klip untuk salah satu lagu barunya Bara, nah karena budget untuk video klip yang ini tidak terlalu banyak, makanya tim yang ikut nggak banyak, Kana.” Nurul menjelaskan. “Rencananya pengambilan gambar hanya di tempat umum, paling nanti Kana stand by supaya bisa bantu minta izin kalau mau pengambilan gambar.” “Baik, mba Nurul.” “Yuk kita berangkat.” Rombongan kemudian berangkat menaiki mini bus yang telah menunggu di depan lobi hotel. Kana duduk di depan, di samping pak Supir, seorang kakek-kakek Jepang yang ramah. Ojiisan, Kana memanggilnya, sudah diberi briefing ternyata oleh pihak penyewa mobil mengenai tujuan mereka hari ini. Tujuan pertama grup rupanya adalah Meiji Jingu, salah satu kuil terbesar di Harajuku. Meiji Jingu ini memiliki halaman yang cukup luas dan dikelilingi taman, jadi pengambilan gambar bisa bebas dimana saja. Tentu saja demi kelancaran, Kana meminta izin terlebih dahulu pada salah seorang petugas kuil, yang diiyakannya tanpa ragu, asal tidak merusak dan meninggalkan sampah. Meski hanya sedikit orangnya, tim yang dibawa Bara sangat efisien dalam bekerja. Satu sutradaranya, dua orang bertindak sebagai videographer, sementara yang lain jadi make up artist sekaligus stylist. Satu orang bekerja sebagai sound engineer. Dua orang lain beserta Nurul juga stand by dan melakukan semua hal yang diminta oleh sutradara. Bara sang penyanyi tetap tidak banyak bicara, tapi juga serius melakukan adegannya sehingga tidak banyak pengulangan. Sayang mereka tidak memutar lagunya keras-keras karena takut mengganggu sekitar, jadi Kana tidak terlalu mendengar lagu penyanyi tersebut. Setelah mengambil gambar kira-kira dua jam di Meiji Jingu, tim berpindah ke Yoyogi Park. Seperti sebelumnya, Kana meminta izin terlebih dahulu dengan petugas taman. Pengambilan gambar berjalan lancar, karena Yoyogi Park luas jadi banyak spot sepi untuk mengambil gambar. Sudah hampir dua jam pengambilan gambar Bara ketika sang sutradara tiba-tiba berkomentar. “Kayanya perlu figuran cewek nih, bagian punggungnya saja. Biar kelihatan gitu ada perpisahannya.” “Duh, cari siapa coba figuran cewek sekarang? Dadakan banget sih.” Keluh Nurul. Tiba-tiba pandangan mereka beralih ke Kana yang sedang diam. “Eh…” Kana baru akan bereaksi ketika Nurul meraih tangannya. “Kamu mau kan? Di antara semua cewek disini, kamu paling pas nih. Outfitmu juga cocok, senada dengan punya Bara.” Stylist Bara mengangguk melihat Kana yang mengenakan trench coat coklat dengan sepatu boots coklat juga, mengiyakan perkataan Nurul. Begitu pula dengan sutradara. Kana sebenarnya ingin menolak, tapi ia bisa melihat tatapan penuh harap semuanya. Ia lalu melihat ke arah Bara yang sedari pagi belum ada mengucapkan sepatah kata apapun dengannya. Bara masih diam, bahkan tidak melihat ke arahnya. “O.. ke…?” Akhirnya Kana mengiyakan, meski masih tidak yakin. Tapi itu cukup melegakan semua anggota tim. Rambut dan baju Kana langsung dirapikan sedikit, dan Kana lalu diberi arahan oleh pak Sutradara, yang berjanji hanya akan mengambil bagian punggung atau menyensor bagian wajah Kana. “Kana, kamu berdiri hadap-hadapan dengan Bara ya, di jembatan. Bara, pas saya kasih aba-aba, peluk Kana ya,” “Peluk???” Kana terkaget. “Nggak apa-apa ya Kana, sebentar saja kok, nanti fee kamu ditambahin deh ada fee figuran juga!” Nurul meyakinkannya. Kana menelan ludah. Ya nggak mungkin juga nolak, orang aku sudah berdiri disini. Keluh Kana, mengangkat wajahnya dan tanpa sengaja bertatapan langsung dengan Bara di hadapannya. Kana tersipu dan langsung mengalihkan pandangannya. Huft… namanya juga artis ya, gantengnya wow banget. Kana lalu memutuskan untuk menundukkan saja pandangannya. Ia terlalu malu. “Ready, action!” Sutradara meneriakkan aba-aba. Pengambilan gambar dilakukan dari belakang Kana, jadi hanya ekspresi wajah Bara yang perlu terlihat kamera. Bara menariknya ke dalam pelukannya, begitu erat. Kana sempat bingung mau menaruh tangannya dimana ketika ia mendengar bisikan Bara. “Peluk aku,” Pintanya, lembut. Sungguh bertolak belakang dengan ekspresi datarnya seharian. Kana menarik nafas, dalam hati deg-degan. Selain karena Bara sangat tampan, juga karena Kana sebagai cewek jomblo abadi sedari lahir tidak pernah memeluk laki-laki sebelumnya. Tenang Kana, anggap saja kamu ini lagi akting, kali aja besok-besok diundang lagi jadi figuran. Kana meyakinkan dirinya, lalu membalas pelukan Bara. Jadilah mereka berpelukan siang hari ini di tengah Yoyogi Park. “Aku kangen..” Bisik Bara lagi, sedikit membuat Kana aneh. Tapi Kana hanya diam, berasumsi bahwa itu bagian dari dialog yang harus diucapkan Bara. Beberapa menit berlalu, lutut Kana rasanya semakin lemas dan jantungnya berdetak kencang. Duh Kana, ketahuan jomblo kurang perhatian banget sih dirimuuuu…. Kana mengeluh pada dirinya sendiri. Ia tiba-tiba merasa salut pada para aktor dan aktris yang harus berakting mesra. Dia baru begini doang saja sudah baper. “Oke cut! Bagus bagus. No retake needed.” Ujar pak Sutradara. Bara lalu melepaskan pelukannya pada Kana, dan langsung kembali dingin seperti sebelumnya. Kana menarik nafas panjang dan melipir ke arah Nurul, yang mengacungkan kedua jempolnya. “Bagus Kana! Yuk sekarang kita makan siang dulu. Kana tahu restoran makanan Jepang enak daerah sini?” “Hmm.. Ada macem-macem mba. Tempura mau?” “Boleh, yuk!” Tim lalu kembali ke mobil dan pergi ke restoran tempura yang sering ia datangi dengan para tamu di dekat Yoyogi Park. Ojiisan juga ternyata tahu restoran itu. Kana dan Ojiisan juga diajak makan siang bersama  Bara dan timnya. Setelah memesan pesanan semua anggota pada waiter restoran, Kana lalu duduk di pinggir meja berseberangan dengan Ojiisan. Ia lebih banyak mengobrol dengan Ojiisan karena hanya ia yang bisa berkomunikasi dengan si kakek. Sementara anggota tim Bara saling membicarakan tempat shoot mereka dan rencana jalan-jalan serta oleh-oleh sebelum kembali ke Indonesia. Bara sendiri duduk tidak jauh dari Kana, hanya diam, tidak banyak bicara. Kadang Kana memperhatikannya, dan menyadari bahwa sebagai artis terkenal, Bara tampaknya bukan orang yang sombong. Dia memang tidak banyak bicara. Kana bisa melihat dari perlakuan timnya yang tidak canggung bersamanya. Banyak orang kaya dan pejabat Indonesia yang menggunakan jasa Kana sebelumnya, jadi Kana sudah bertemu berbagai jenis orang. Dia bisa lihat mana yang memang arogan, mana yang sebenarnya baik. Sepertinya Bara adalah golongan kedua. “Kana-chan, tempura suki no? (Kana suka tempura yah?)” Ojiisan bertanya pada Kana ketika pesanan mereka akhirnya disajikan. “Hai, daisuki desu. (Suka banget).” Kana mengangguk antusias. “Jya, ippai tabete. (Makan yang banyak yah)” Ojiisan lalu memberikan satu tempura udangnya pada Kana, yang disambut pekikan bahagia Kana. Setelah mengucapkan terima kasih, Kana lalu mulai menyantap nasi dan tempuranya. Tak sengaja pandangannya bertemu dengan Bara, tapi Bara langsung mengalihkan matanya. Kana hanya mengangkat bahu dan meneruskan ngobrol dengan Ojiisan.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook