Enam belas

1179 Words

"Ibu hamil nggak boleh sedih, Nak. Apalagi sedih gegara Dika, hiiisssss tenang saja nanti saya yang akan membuatnya berlutut meminta maaf kepadamu." "..........." "Darah b******k Prasetya rupanya mengalir deras pada Andika. Kurang ajar memang." Telaten, seorang yang seusia Ummi ini membersihkan cipratan darah Kak Andika yang ada di tanganku, begitu hati-hati seakan takut jika aku akan merasakan kesakitan karena hampir semua tubuhku terluka tanpa cela. Aku terdiam, menikmati rasa sakit ini karena menangis pun hal yang sia-sia, tidak akan merubah keadaan apapun. Bukan aku yang meronta kesakitan, namun beliau yang justru mengernyit dan berulang kali menatapku seakan memastikan aku baik-baik saja. "Sakit?" Pada akhirnya pertanyaan itu terlontar dari beliau saat apa yang dikerjakan sudah se

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD