prolog
Namaku Haifa Aisyah Khoirunissa, aku sering di panggil Haifa. Diusia enam belas tahun aku bersekolah di Smansal kelas sebelas Mipa satu, kini telah memasuki semester dua. Ayahku seorang pegawai Dokter, ibuku seorang ibu rumah tangga, dan aku mempunyai kedua kakak.
Banyak sekali hal pelajaran kehidupan bersama keluarga yang tak dapat di utarakan dengan sebuah kata. Setiap kebersamaan sangatlah berarti, banyak pelajaran hidup, tawa, bahagia telah dirasakan bersama. Tetapi saat diriku beranjak dewasa tepat diusia enam belas tahun harus kehilangan keluargaku.
Dimana saat itu hari ulang tahun, hari yang paling di nanti. Namun, penantian harus berujung duka.
Mengapa ini harus terjadi padaku. Mengapa harus di hari ulang tahun? semua kebahagiaan sirna semenjak kejadian dimana aku harus kehilangan seseorang yang sangat berarti.
Kehadirannya membuat aku paham arti sebuah kehidupan. Setiap detik bersama keluarga sangatlah berharga. Tapi, banyak sekali seseorang yang tak menghargai waktu. Mereka selalu acuh terhadap keluarga, dan disaat ia telah kehilanganyaa akan menyesal.
Patah semangat? Tentu saja, diri ini tak tahu harus pergi kemana. Tujuan hidup seolah berbelok arah tak menentu arah. Akankah aku akan bertahan dengan sebuah luka yang perlahan-lahan menghampiri?
Ayah ....
Ibu ....
Kakak ....
Aku sangat merindukan keluarga, mengapa kalian sungguh cepat meninggalkanku.
Aku masih butuh perhatian kalian. Aku harap ini semua hanya mimpi. Tak pernah disadari takdir akan berkata lain. Haifa tak sanggup jika hidup tanpa kalian.
Seandainya waktu itu keluargaku tidak pergi di malam hari pasti tak akan terjadi.
Seandainya waktu bisa di putar kembali, rasanya ingin kembali pergi ke masalalu, dimana sat itu keluarga selalu ada dan saling menguatkanku.
Setiap detiknya kebersamaan selalu ada bahagia dan tawa.. Namun, seketika tawa itu hilang entah pergi kemana. Akankah ada kebahagiaan setelah kesedihan?
Semua kehidupan ini terasa sangatlah hancur akan perpisahan yang menimpa keluarga. Meski semua akan kembali padanya tetap saja hati ini merasa kehilangan. Dan saat ini aku hanya tinggal seorang diri, sebatang kara.
Entahlah apakah Aku bisa bertahan tanpanya? Segela derita ini membuat Aku terpuruk.
“I-iya pasti ini hanya mimpi. Namun jika ini mimpi mengapa setiap hari aku tetap ....” Aku menutup buku diarinya kamudian bersiap untuk pergi kesekolah.
Setiap seseorang pasti akan pergi
Tak ada seorang pun yang menghindari takdir
Jadikanlah kesedihan menjadi penguat
Menjadi semangat untuk terus melangkah
Melangkahlah ....
Masih ada alasan untukmu melangkah
Percayalah akan takdirnya
Katakanlah bahwa dirimu mampu melangkah